Mommy bule keturunan Viking dari Norwegia ini orangnya luar biasa, saya nge-fans. Di tahun yang sama dengan tahun kelahiran saya, beliau sudah bikin perusahaan sendiri untuk menegerjakan pekerjaan konstruksi terowongan menggunakan metode yang dikembangkannya pada saat penelitian Doktor. Usianya sepantaran Papa Said, tapi saya aja kalah lincah sama beliau. Masih semangat manjat-manjat bukit sendirian di lokasi proyek sementara saya ngopi di warung.
Kisah awal saya bisa kenal dengan mommy bule ini bermula 4 tahun lalu. Berawal dari perkenalan saya dengan Felicity, blogger yang menikah dengan orang Norwegia dan tinggal disana. Saya sudah beberapa kali kopdar sama dia ketika pulang ke Indonesia, hingga suatu ketika Feli datang bersama suaminya, T, dan dikenalkan ke saya. Ngobrol-ngobrol ternyata bidang pekerjaan kita berkaitan, sama-sama di bidang konstruksi. T sempat mampir ke kantor saya juga waktu itu.
Saya lupa kapan tepatnya setelah pertemuan dengan Feli dan T, dia menghubungi saya melalui e-mail. Katanya ada rekan ayahnya, T Senior, yang lagi sendirian di Indonesia. Kalau ada waktu dia minta saya menengok keadaan rekan T Senior, saya diberikan kontaknya. Ternyata yang bersangkutan lagi di Bandung untuk dalam rangka mengejar suatu pekerjaan pembangunan terowongan. Kebetulan waktu itu lagi ada waktu luang jadi saya menghampiri ke Bandung dan sejak itu hubungan kami berlanjut hingga sekarang saya sudah anggap beliau mommy saya sendiri, mommy bule. Saya udah kayak anak angkatnya.
Malahan tahun lalu Mommy bule dua kali berkunjung ke Indonesia membawa anak laki-lakinya. Waktu baru datang anaknya kaku dan dingin banget. Senyum aja pelit. Setelah 3 hari kena sinar matahari tropis yang hangat, sate, nasi padang dan gurame bakar, jadi cengengesan melulu.
Awal tahun lalu Mommy bule kembali ke Jakarta sendirian. Kami sempat ke Bandung untuk melihat lokasi proyek, kemudian balik ke Jakarta. Sebelum pulang ke Norwegia saya sempat mengajak beliau jalan-jalan sore di Jakarta dengan fasilitas umum. Kita ke Kota Tua. Perginya naik Bus Transjakarta dari hotel Bidakara. Pulangnya naik Kereta Commuter Line dari Stasiun Kota ke Stasiun Cawang, Makan bakso di TIS, kemudian naik Bajaj kembali ke hotel.
Di Kota Tua |
Naik Commline |
Beberapa tahun belakangan ini saya merasakan kemajuan yang berarti dari sistem transportasi umum di Jakarta. Walaupun masih banyak kekurangan dan komplain tapi sudah mulai kelihatan terkoneksi. Lebih baik terlambat daripada tidak kan?
Di Stasiun Kota waktu mau beli tiket commuter line saya sempat norak lihat mesin beli kartu seperti di Singapura. Mommy bule juga tampak kagum. Beliau tampak senang dan memuji adanya tempat khusus perempuan di Bus Transjakarta dan gerbong khusus perempuan di Commline. Kebetulan aja waktu itu perginya pas hari libur, jadi berasa nyaman. Kalau pergi di hari kerja di jam rush hour mana bisa selfie sambil nyengir di dalem kereta.