Kamis, 24 November 2011

I Went to Thailand and Adopted by Mama & Papa Russia

Yak, itulah yang terjadi pada saya ketika bergabung dalam salah satu tur package di Phuket. Saat itu rombongan tur di dominasi oleh orang-orang dari Rusia, sekitar 80% nya lah. Sisa nya terdiri dari turis-turis Jepang, 3 cewek manis asal New Zealand dan tentu nya 3 alay keren dari kepulauan Indonesia.

Seharian itu cuaca mendung menyelimuti langit. Hujan masih rintik-rintik tipis ketika 3 alay di jemput di Rattana Mansion Hotel di Phuket Town menuju dermaga dimana kita akan naik kapal untuk memulai tur kita. Rupanya hari itu memang kita kurang beruntung karena hujan nyaris tidak berhenti turun dari langit. Silih berganti dari mulai hujan rintik yang hanya seperti tetesan air embun terbawa angin hingga hujan yang deras disertai angin kencang.

Salah satu kegiatan yang termasuk ke dalam paket itu adalah naik canoe untuk melihat dari dekat batu-batuan cantik yang terletak di situ. Hujan rintik-rintik ketika tour guide kita - Jack, memberi tahukan supaya kita bersiap-siap untuk bergantian naik keatas canoe. Tiap canoe bisa diisi 2 hingga 3 orang, tidak termasuk pendayung nya satu orang yang duduk paling  belakang. Pendayung nya itu disediakan sama tur nya, supaya kita ga perlu capek-capek dayung sendiri gitu.

Waktu itu saya males banget sebenarnya karena hujan dan udaranya dingin banget, lagipula dua hari sebelum nya juga saya sudah main canoe di Krabi. Si cewek-cewek New Zealand itu juga keliatan rada males-males-an. Saya pun dengan semangat tambah ngompor-ngomporin mereka kalau ga usah turun aja. Maksudnya supaya nemenin saya gitu. hehehee....

Emang dasar saya nya yang labil, ketika rombongan perahu karet berwarna-warni ngejreng mulai mendekati kapal, saya pun tergoda. Ketika orang-orang lain masih pada ribet sama life jacket, saya malah menggiring 2 alay lain nya - Chacha & Joko, untuk duluan lompat ke dalam salah satu perahu karet.

Saya sudah siap-siap menuruni tangga kapal ketika ada jari-jari lembut menyentuh punggung saya. Ketika menoleh saya mendapati seorang ibu-ibu manis sedang berusaha mengajak bicara. Dengan bahasa kalbu, saya pun akhirnya mengerti bahwa maksud nya dia adalah cari temen buat naik canoe itu karena suami nya memutuskan untuk stay di kapal sementara si Mama Rusia semangat pengen nyobain naik perahu karet itu.

Dengan berat hati saya pun terpaksa berpisah dengan 2 alay lain nya demi menemani Mama Rusia yang imut dan lemah lembut itu. Di canoe saya tetap berusaha menjalin komunikasi dengan Mama Rusia walaupun saya bicara dengan bahasa Inggris dan beliau tetap dengan bahasa Rusia nya yang terdengar seperti konsonan semua di telinga saya. 

Melewati batu yang menyerupai anjing, saya berusaha menjelaskan dengan gonggongan.. guk guk guk. Melewati batu yang menyerupai kambing, saya menunjuk-nunjuk dan mengeluarkan suara mengembik.. embeeek...embeekk.. Mama Rusia mengangguk-angguk sembari tertawa menandakan kalau dia mengerti (atau mungkin juga dia menganggap saya gila). Melewati batu berbentuk seperti ular kobra, saya pun mendesis... tssss tssss... 

Sampailah kita ke batu besar yang menyerupai gajah. Pendayung kita berteriak Chang! Chang! Chang itu adalah bahasa Thailand nya Gajah. Ketika saya akan menjelaskan ke Mama Rusia, saya pun tersentak, tiba-tiba sekujur tubuh saya terasa dingin, lidah saya kelu, saya baru tersadar kalau saya tidak tahu suara gajah itu seperti apaaaaaa...... *panik *nyelem

Di daerah yang agak dangkal, si pendayung tiba-tiba merogoh ke bawah kapal dan mengambil segenggam lumpur. "Kim !" katanya. Kemudian dia membalur-balurkan lumpur itu ke tangan nya. Mungkin Kim itu semacam lumpur buat kecantikan gitu yah.. entahlah saya sudah pusing karena didalam perahu karet yang sekecil itu sudah terdapat terlalu banyak bahasa.... Bahasa Rusia, bahasa Thailand, bahasa Inggris, bahasa Indonesia, bahasa anjing, bahasa kambing....... bahasa putri duyung kesetrum.

Ketika saya menoleh ke belakang saya - ke Mama Rusia, saya terpekik melihat muka nya si Mama sudah belepotan lumpur. Dia pun berbicara pake bahasa nya yang kalau saya khidmati dengan bahasa kalbu itu semacam menjelaskan tentang lumpur yang membuat cantik dan awet muda. Si Mama pun mulai membalur-balurkan si "Kim" itu ke tangan saya.

Perjalanan pun dilanjutkan kembali dengan kapal, menuju spot canoeing yang kedua. Memasuki goa-goa stalaktit dan stalagmit kemudian masuk ke dalam Lagoon. Hujan sudah berhenti dan cuaca agak cerah.Saya sudah menunggu Mama Rusia di tepi kapal untuk segera melompat ke perahu karet merah kita. Pendayung kita sudah melambai-lambai kan tangannya sedemikian sehingga lipatan-lipatan lemak di sekitar perutnya yang tambun bergetar-getar. *tolong jangan dibayangkan*

Ternyata Papa Rusia yang raksasa memutuskan untuk ikut serta kali ini. Mungkin mendengar cerita si Mama Rusia tentang betapa serunya satu perahu karet dengan seorang cewek yang bisa bahasa-bahasa binatang (kecuali bahasa gajah). Papa Rusia melompat duluan ke dalam perahu karet. Sebelum Mama Rusia menyusul naik ke canoe, sempat-sempat nya si Mama menyuruh saya membuka kaos saya dan pake bikini doang kayak dia gitu, soalnya kalo kaosnya basah nanti saya kedinginan. Perhatian banget kan dia.....Si Mamah menjelaskan itu semua dengan bahasa Rusia, dan saya memahaminya dengan bahasa kalbu. Saya hanya menggeleng.

Akhirnya di dalam perahu itu seperti satu keluarga terdiri dari Papa-nya, Mama-nya dan anak nya yang kelamaan kejemur di matahari sampai kegosongan. Dari perahu karet lain si Chacha & si Joko berteriak, "kaaaaak... lu sekarang punya Mama Papa baru yaaaaa?". Oh Tuhan, saya merasa telah men-selingkuhi Mama & Papa Said, maafkanlah saya.

Saya, Mama Rusia & Papa Rusia

Closer look

Kegiatan terakhir dari tur ini adalah acara bebaaasss.... bebas berenang di laut, bebas maen canoe... pokoknya bebaaasss..  Saya pun berenang-renang dengan riang gembira sampai akhir nya tiba-tiba hujan deras turun. Jack memberi komando agar kita semua segera naik ke kapal. Hujan pun semakin deras, angin semakin kencang dan dingin karena sudah sore.

Di atas kapal saya menggigil kedinginan karena baju saya basah kuyup dan hanya menggunakan handuk kecil. Tiba-tiba Mama Rusia datang membawakan saya handuk besaaaar yang keriiiing dan hangaaaat.... So sweeeeeet banget kaaaaan.... dari belakang si Joko dan si Chacha mulai menggoda... "cieeeeee.... yang punya Mama baru... cieeeee"

Walaupun hanya setengah hari saya habiskan bersama Mama Rusia saya itu, tapi kenangan  indah kita berdua akan selalu saya kenang. Bahkan foto saya berdua dengan si Mama saya pajang di meja kantor saya loooooh... ah ternyata kasih sayang ibu itu tidak mengenal bangsa dan bahasa yang berbeda.

Kenangan bersama Mama Rusia, tersemat di atas meja kerja saya

Senin, 21 November 2011

Belitung yang Fotogenik

Laskar Pelancong
Bukan cuman saya yang fotogenik, ternyata Belitung juga bisa fotogenik. Saya baru tersadar ketika melihat hasil jepretan kamera saya di layar laptop, beneran kliatan cantik banget. Lebih cantik dari aslinya.... ya aslinya juga cantik sih. Tapi it looks good banget di foto.

Ga heran kalau tempat ini ditaksir jadi salah satu tempat syuting film Hollywood - The Philosopher. Sebelum nya Belitung juga dijadikan lokasi syuting film Laskar Pelangi yang mengisahkan tentang kisah hidup anak-anak dari daerah ini.

Sepertinya film ini juga lah yang mulai membuat turis-turis melirik daerah ini sebagai destinasi wisata. Hal ini sesuai dengan pengakuan Bapak pemilik perahu nelayan yang disewa untuk wisata Island Hopping, "sebelum laskar pelangi ada sih turis,  tapi tidak banyak. Setelah film itu baru banyak sekali turis berdatangan ke Belitung."

Apakah Belitung akan menjadi seperti Phuket Island di Thailand yang menjual wisata bekas lokasi syuting film James Bond dan The Beach ?

Pantai Bukit Batu

Pulau Lengkuas, tempat syuting The Philosopher

Menunggu Sunset di Tanjung Pendam

Menjelang Sunset di Tanjung Pendam
Seharusnya Belitung ini merupakan daerah yang kaya raya. Dari sejak jaman Belanda orang-orang sudah mulai menambang Timah disini, dan hingga saat ini masih belum habis-habis. Pada masa penjajahan dulu Belanda mendatangkan buruh-buruh kontrak dari daratan Cina untuk menambang Timah di daerah ini. Jadi jangan heran kalau sampai sekarang populasi warga keturunan Hokkian masih banyak sekali di Belitung dan Bangka (kedua nya merupakan lokasi penambangan timah).

Seharusnya sih kaya yah... tapi entah kenapa kog keadaan di pulau ini buat saya kelihatan memprihatinkan gitu. Semacam kurang terurus. Ah rasanya ironis sekali, pulau yang menghasilkan banyak pemasukan bagi negara karena penjualan Timah  nya eh malah jadi korban ke tidak-merataan pembangunan. 

Pusat kota Tanjung Pandan

Manggar, kota seribu kedai kopi tapi jarang manusia sepertinya
Saya dan rombongan juga sempat mampir di lokasi syuting Laskar Pelangi, tapi cuman lokasi Sekolah Muhammadiyah yang di buat untuk keperluan syuting aja sih. Kalau suka banget sama film Laskar Pelangi ada juga paket-paket tur dari operator lokal yang menawarkan tur Laskar Pelangi.

Bangunan yang jadi SD Muhammadiyah di film laskar pelangi

Pemandangan di sekitaran lokasi syuting

Gimana? mirip ga sama di filmnya? nih deh saya kasih  bonus trailer nya buat perbandingan heheee.... Film ini pun menurut saya menyoroti tentang betapa tidak merata nya pembangunan di Indonesia ini. Tapi sih katanya SD Muhammadiyah Gantong yang sekarang udah bagus gitu, Alhamdulillah yah...


PS: oh iyah.. ceritanya saya itu ke sana bersama dengan rombongan 15-an orang gitu. Ceritanya saya di ajak oleh Miss Lili dan Miss Pagit. Kita berangkat dengan pesawat promo BNI dan ikut paket tur yang sangat  worth banget kalau menurut saya, akomodasi nya nyaman dan makanannya enak-enak. Apalagi serombongan itu seru-seru *dan narsis-narsis* semua orangnya, jadi sangat-sangat menyenangkan. Kalau mau tau apa aja yang kita lakukan dari mulai datang sampe pulang silahkan langsung menuju link blog nya Miss Pagit, hari pertama, hari kedua, dan hari ketiga (terakhir)

Rabu, 16 November 2011

Ku Penang Kau dengan Bismillah

Cuaca cerah banget sewaktu saya mengintip dari balik jendela pesawat Air Asia pagi itu, kelihatan jelas batas antara daratan Semenanjung Malaya dan lautan yang biru. Pemandangan indah itu agak lumayan meredakan jantung deg-deg-an gara-gara nyaris ketinggalan pesawat.

Waktu saya check in di Soekarno - Hatta Airport nya, si petugas bilang kalau saat itu sudah boarding dan saya hanya punya waktu 10 menit hingga tiba di pesawat. Entah kenapa saat itu kayaknya separoh penduduk jakarta memutuskan buat pergi naik pesawat, dari pintu gerbang sampai terminal 2 saja memakan waktu hampir sejam. Antrian imigrasi di Jum'at pagi itu makin menciutkan perasaan saya, panjaaaaang banget persis ngantri sembako.

Akhirnya saya memutuskan untuk mengeluarkan jurus pandangan mengiba ala Puss in Boots dan menghampiri seorang lelaki tampan di barisan paling depan. "Mas, saya boleh duluan ga? soalnya pesawat saya sudah boarding," untung si mas-mas itu terpikat jurus pandangan mengiba saya dan segera mempersilahkan saya  buat duluan.

Lepas dari imigrasi saya berlari sekuat tenaga, hingga akhirnya selameeeet jugaaaa..... *elap kringet*

Setelah kunjungan singkat saya ke Malaka yang hanya dua jam itu, saya jadi penasaran sama Unesco Herritage Town in Malaca Strait yang kedua. Yaitu Georgetown yang terletak di Penang. Pesawat mendarat dengan mulus melewati papan bertuliskan Selamat Datang di Pulau Pinang. Ku Penang kau dengan Bismillah, saya pun turun dari pesawat.

Emang dasar saya ini ratunya disorientasi, di dalam bandara Penang aja saya nyasar. Muter-muter ga ketemu jalan keluar, akhirnya saya memutuskan untuk ngopi dulu di Coffeebean. Setelah ngopi otak saya mulai agak cerdas dikit dan berhasil menemukan pintu keluar bandara nya. Horeeeee..... 

Saya langsung menuju tempat naik bus Rapid Penang menuju Georgetown. Tujuan pertama saya adalah check-in di Old Penang Guest House yang terletak di Love Lane, setelah itu baru keliling-keliling Georgetown. Sesuai petunjuk, saya turun di Komtar lalu berjalan kaki menyusuri Jalan Penang, hingga sampai di Love Lane. Ternyata lumayan jauh juga, apalagi di bawah panas terik sambil gendong bekpek.
Komtar, bangunan tertinggi di Georgetown *katanya

Suasana nya mengingatkan saya sama Singapore, tapi ini lebih sepi sih. Teratur ya sudah jelas, soalnya kota ini didirikan oleh Inggris. Sir Francis Light adalah orang yang waktu itu dikirim sama Inggris sebagai perwakilan untuk bekerjasama dengan Sultan Kedah mengelola daerah Kerajaan Kedah ini

Sama seperti Malaka, Georgetown di anugerahi predikat Unesco herritage town karena ke-multi etnis-an kota nya - disinilah etnis Melayu, Cina, India, Eropa hidup dalam satu kota. Perbedaan nya adalah, ke-multi etnis-an di Malaka terjadi karena tempat itu adalah pusat perdagangan internasional pada jamannya

Sedangkan di Georgetown, lebih cenderung karena upaya Sir Francis Light untuk usaha perkebunan karet dan kelapa sawit di sana. Perkebunan kan butuh buruh yang banyak, nah itulah kenapa orang-orang dari India dan Cina datang berduyun-duyun mengadu nasib di Pulau Pinang ini. 

Kapitan keling Mosque, sejak 1801

Mahamariamman Temple, sejak 1883 - Hindu Temple tertua
Masjid Melayu Lebuh Acheh, sejak 1808

St. George's Church, sejak 1817-1818. Anglican Church tertua di South East Asia

Cathedral of The Assumption, sejak 1861

Fort Cornwallis

Taman Kota Lama

Esplanade, di belakangnya kelihatan Gurney Drive yang modern

City Hall, sejak 1903

Town Hall, sejak 1880

Queen Victoria Memorial Clock Tower, sejak 1897
 Kotanya sih memang bersih dan teratur banget. Tapi kog buat saya kurang berkesan gitu. Seharian saya hanya keliling kota tua itu. Keesokan hari nya jam 8, saya sudah siap untuk melanjutkan perjalanan lintas perbatasan menuju Thailand.

Jumat, 04 November 2011

St. Paul's Church Ruin, Malacca

Portugis jaman dulu pernah jadi bangsa yang hebat, pokoknya mengukir sejarah banget deh. Bangsa Eropa pertama yang berhasil menjelajah sampai ke Jepang dan China. Bangsa Eropa pertama juga yang berhasil sampai ke daerah yang saat ini menjadi wilayah negara Malaysia dan Indonesia. Belanda dan Inggris perlu waktu seratus tahun lebih buat nyusul Portugis.

Awal abad ke-16 Portugis berhasil menaklukan Goa di India. Dari Goa misi penjelajahan berlanjut ke arah Timur, sampai ke Malaka. Waktu itu Malaka merupakan sebuah kerajaan mungil yang sibuk. Karena lokasi nya yang strategis tempat ini menjadi commercial port bagi pedagang-pedagang dari China, Arab, India dan Sumatera. Portugis berambisi menguasai Malaka karena dipikirnya dengan menguasai daerah tersebut dia dapat memonopoli perdagangan rempah-rempah ke Eropa, yang saat itu komoditas mahal.

Bulan Agustus tahun 1511, pasukan Portugis dipimpin oleh Afonso de Albuquerque berhasil menguasai Malaka kemudian membangun benteng disekitarnya, Fortaleza de Malaca - yang memiliki 4 gate: Porta de Santiago, The gateway of the Custom House Terrace, Porta de São Domingos, Porta de Santo António. Namun sekarang benteng tersebut sudah hancur, nyaris tidak berbekas. Yang sisa hanya tinggal reruntuhan salah satu gate nya, Porta de Santiago, yang sekarang dikenal dengan A Famosa.(wikipedia)

Di atas bukit yang paling tinggi di bangun lah sebuah gereja, letaknya ga jauh dari A Famosa. Gereja ini juga nasibnya sekarang cuman lebih beruntung sedikit dari A Famosa. Walaupun atapnya udah ga ada, tapi sebagian besar temboknya masih kokoh. Waktu Belanda mengambil alih Malaka dari Portugis, gereja ini masih di gunakan sampai kemudian dibangun Christchurch di samping Stadthuys, semua kegiatan keagamaan pun pindah ke Christchurch. 

Pada waktu Belanda di ganti Inggris, nasib gereja ini lebih miris - hanya jadi gudang mesiu. Mungkin orang-orang males kali ya kalo mau ke gereja musti manjat bukit dulu. Kualat tuh orang-orang Inggris, masa tempat ibadah nya dijadiin gudang -_-"
St. Paul's hill

Inside the Church Ruins
Yang saya ga ngerti adalah kenapa di dalam gereja ada sumur air. Sumurnya sekarang udah kering sih, dan banyak koin-koin berserakan di dalamnya. Konon itu semacam potluck gitu, lempar koin dan make a wish, and it'll come true. Saya pun ga mau kalah, melempar koin 500 Rupiah ke dalem sumur yang atas nya ditutup jeruji besi. Semoga aja uang rupiah saya bisa bergaul dengan koin-koin mata uang negara lain supaya bisa lebih gaul dan nilainya ga jeblok-jeblok amat.
di bawah sana ada koin 500 perak saya
Kalo malem-malem saya di suruh kemari, ga akan saya berani. Tempatnya horor banget, apalagi ada batu-batu nisan di jejer-jejerin. Bikin tambah horor. Awalnya saya ga ngerti kenapa itu batu-batu nisan di jejerin di situ, tapi setelah baca ini saya baru ngerti bahwa dulu nya pernah ada beberapa orang yang sempat di kubur di dalem St. Paul's church ini. Sekarang sih kuburan-kuburan nya yang lain juga udah dipindahin, makanya itu batu nisan nya di jejerin di tembok-tembok gitu. Termasuk St. Francis Xavier yang patung nya berdiri di sebelah reruntuhan gereja ini.

Tombstones

Yak dipilih..dipilih...
St. Francis Xavier adalah seorang missionary yang di beri kepercayaan untuk jadi semacam penanggung jawab gereja ini. Beliau dan beberapa rekan sempat membangun sekolah di dekat St. Paul's Church. Beliau sempat menjalankan misi hingga ke Cina, hingga akhirnya meninggal dunia di sana karena sakit. Jenazahnya di bawa ke Malaka dan sempat di kubur sementara di St. Paul's Church selama beberapa bulan kemudian di bawa ke Goa, India.

Patung St. Francis Xavier yang ada di sebelah reruntuhan St. Paul's Church baru didirikan di abad ke-20, untuk memperingati 400 tahun sejak beliau mengemban misi di Malaka. Sehari setelah patung di didirikan, bagian tangan sebelah kanannya tertimpa batang pohon hingga patah. Jadi yang bisa kita lihat sekarang adalah patung St. Francis Xavier yang tanpa tangan kanan. Ada cerita-cerita seram, konon kalo malem patung ini suka keliatan mengeluarkan air mata kayak nangis. Hiiiii..... hayoooo siapa berani bukti'in?

Patung St. Francis Xavier tanpa tangan kanan

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...