Jumat, 28 Desember 2012

Monkey Forest Ubud

Menurut kepercayaan Hindu, monyet adalah salah satu hewan yang di hormati karena dipercaya bisa menjaga Pura dari kekuatan jahat. Karena itu di beberapa Pura besar di Bali banyak terdapat monyet-monyet yang tinggal di sekitarnya. Monyet di Monkey Forest Ubud juga gitu, mereka menjaga Pura Dalem Agung Padangtegal yang terdapat di sini.

Mahluk-mahluk kecil ini memang relatif lebih pintar dibanding hewan-hewan lain, tapi sifat usil nya memang suka kadang nyebelin. Kawan saya Dayu Ary bilang, konon kelakuan monyet ke seseorang itu merupakan cerminan dari kelakuan orang tersebut. Dayu cerita dia pernah lihat ada monyet usil yang mengambil dompet orang, membukanya, kemudian melempar-lempar lembaran uang seratus ribuan yang ada di dalamnya sampai bertebaran dimana-mana. "Ya, kira-kira aja deh apa yang dilakukan orang itu di kehidupan aslinya,"kata Dayu.

Waktu saya kayaking di Krabi, saya lihat monyet Thailand meluncur dari pepohonan yang menggantung di sisi Lagoon menuju Kayak turis asing, menukik tajam dan dengan lincah melompat kembali memanjat tebing dalam sekejap mata. Ketika monyet itu duduk di atas tebing baru kelihatan apa yang dia ambil dari Kayak turis asing itu - sebotol Coca Cola. Dengan santai nya si monyet itu membuka tutup botol nya kemudian menenggak isinya hingga tandas. Spontan semua turis di dalam lagoon yang menyaksikan peristiwa itu tertawa terbahak-bahak.

Figur monyet sebagai superhero juga muncul dalam cerita legenda Hindu Ramayana bernama Hanoman. Waktu Shinta diculik Rahwana, Hanoman dan pasukan monyetnya membantu Rama menyerang kerajaan Rahwana dan membebaskan Shinta. Tapi tetep walaupun heroik, sifatnya kayak monyet gitu - pecicilan dan usil. 

Monyet-monyet di Monkey Forest Ubud ini banyak banget, kayaknya seumur hidup baru kali ini saya lihat monyet sebanyak itu. Beberapa lagi berkejaran di atas dahan-dahan pohon, sebagian hanya duduk di atas tembok menyaksikan turis-turis yang lalu lalang, ada juga yang berusaha menarik perhatian turis yang bawa pisang berharap di kasih.

Entrance Monkey Forest Ubud

Main di pohon

Diantara monyet-monyet

Liat yang tengah lagi pura-pura pingsan, minta pisang

Sarapan

Suasananya adem & rustic, pantesan aja monyet2 betah

Diantara Patung monyet

Pura dalem Agung Padangtegal
Nah klo pasangan ini ga tau deh beli k*nd*m dimana :')))

Minggu, 23 Desember 2012

Pencarian Innerpeace Berlanjut

Adakalanya suatu rencana perjalanan yang dirancang sangat mulia dan spektakuler harus bisa diterima dengan lapang dada sebagai perjalanan yang biasa (pake) aja. Ketika merencanakan trip pencarian innerpeace kali ini tema yang diusung oleh saya dan Chacha adalah "Sunrise di Borobudur, Sunset di Ratu Boko".

Kenyataan tak seindah untaian judul dari tema pencarian innerpeace kita, kurang riset menyebabkan kita melewatkan sunrise di Borobudur dan salah perhitungan musim membuat kita tidak berhasil menyaksikan sunset di Ratu Boko karena terlalu mendung. 

Setelah Bali, lokasi pencarian innerpeace yang kita pilih selanjutnya adalah diantara bangunan batu megah berumur ratusan tahun yang diciptakan atas dasar spiritualisme. Untuk itulah kita bertolak ke Jogjakarta, satu hari penuh kita rencanakan untuk mengunjungi candi-candi yang ada di sekitar daerah istimewa tersebut. 


Jum'at sore, pulang kantor, saya dan Chacha berdiri di pinggir trotoar dengan kemeja batik dan tas backpack, menunggu taksi. Hujan baru selesai mengguyur Jakarta, yang membut kita terancam bakal sulit dapat taksi. Awan hitam masih menggelayut pekat di langit jam 5 itu, semakin membuat perasaan was-was ketika 15 menit berlalu tapi kita belum juga mendapatkan taksi. Tiba-tiba sebuah taksi warna putih Express melipir dihadapan kita.

"Ke Stasiun Gambir, Pak," Kata Chacha ke supir taksi waktu itu, seorang pria paruh baya berpostur kecil yang kemudian berusaha menjalin sebuah percapakan ke saya dan Chacha yang kemudian gagal dan mengering.

Sebenarnya di lubuk sanubari saya yang paling dalam yang terbiasa jalan-jalan dengan budget ketat merasa kurang puas dengan biaya yang harus saya keluarkan untuk sebuah tiket Argo Lawu sebesar 375 ribu rupiah. Tapi karena sekarang kereta Bisnis sudah tidak bisa naik dari Jatinegara dan harus dari stasiun Senen, terpaksa kita beli kereta eksekutif yang naik dari stasiun Gambir. Kita khawatir ga akan survive di Stasiun Senen di jam pulang kantor akhir minggu.

Sebelum pukul 5 subuh saya dan Chacha sudah tiba di stasiun Tugu Jogjakarta, sempat gosok gigi, bedakan, ngopi baru kita keluar stasiun menyusuri jalan Malioboro dengan tujuan sarapan pecel di depan pasar Beringharjo. Ternyata kita sampai disana masih sepi, para pedagang baru mulai siap-siap merapikan dagangannya jadi kita menunggu sambil duduk memandang jalan Malioboro yang masih sepi pagi itu.
Pagi-pagi di Malioboro, belom mandi seharian
Jogja dan wisata kuliner nya memang selalu menjadi bencana bagi para insan yang berdiet, termasuk saya. Demi trip ini terpaksa niat diet saya ditangguhkan dulu untuk sementara dan entah kapan mulainya. Hari pertama di kota gudeg ini, masih pakai kostum kantoran dan terakhir mandi adalah pagi hari kemarinnya, saya telah melahap pecel berkembang turi dengan side dish nya yang melipah ruah dihadapan saya. Saya pun kalap mengunyah tempe goreng, telur puyuh dan udang.

Sebut saya ketinggalan jaman, tapi waktu saya ke Jogja kemarin itu pertama kali saya makan hidangan yang bernama Brongkos dan ternyata enak banget. Brongkos yang saya cicipi di Warung Handayani Alkid, info yang saya dapat dari follow akun twitter nya mas arie parikesit. Pertama kali juga saya makan yang namanya oseng-oseng mercon yang bikin belingsatan kalang kabut kepedesan sampai nangis-nangis kayak ditabokin preman pasar. Bibir rasanya kebal dan kuping terasa budeg, sangking pedesnya. Tapi dengan penuh susah payah habis juga.

Pecel di depan Pasar Beringharjo

Nasi Brongkos, modelnya begini

Ekspresi makan oseng-oseng mercon, diambil secara candid oleh Chacha -_-"

Di depan saya seorang pria kekar, tinggi dan besar. Berkulit gelap, mengenakan kaos hitam, pokoknya sekilas ngeri deh penampakannya. Gahar. Eh pas makan oseng-oseng mercon itu, ga lama dia bercucuran air mata dan megap-megap. Tissue berantakan dihadapannya. Tapi dia tetap meneruskan makannya, walaupun setiap suapan nasi dan oseng-oseng diselingi sama isapan rokok kretek. Dashyat.

Keseruan yang lain di trip ini adalah saya akhirnya bertemu sama Anno dan Morishige, salah dua dari tukang blusuk favorit saya yang tinggal di jogja. Anno yang punya blog teamtouring.net, suka ga jelas naik motor menyasarkan diri ke tempat-tempat keren dan eksotis yang jarang dijamah manusia dan bikin ngiri setengah mampus. Morishige bernama asli Fuji, sang jejaka petualang dari morishige.wordpress.com yang tulisannya berkesan pemikir serius yang puitis dan filosofis padahal aslinya humoris. Lucunya walaupun tinggal satu kota dan kuliah di universitas yang sama mereka baru kali itu juga ketemuan.

Awalnya kita janjian di Km Nol, malem minggu jam 8. Tapi cuaca tidak kondusif saat itu, hujan mengguyur Jogja sejak sore hari hingga tempat janjian terpaksa pindah ke Angkringan Wijilan. Saya dan Chacha tiba lebih dulu di lokasi naik becak dari Malioboro. Untuk memastikan saya ada di tempat yang benar dan ga nyasar (si anno tau banget nih kelemahan saya yang satu ini), Anno minta di bbm foto lokasinya hadeeeeh. Tak lama Anno muncul, di susul oleh Morishige. Kita ngobrol hingga dini hari dan membuat saya rindu masa muda huhuhuuu...hiks!

Foto yang meyakinkan anno klo saya ada di tempat yang benar (1)

Foto yang meyakinkan anno klo saya ada di tempat yang benar (2)

Yah.. jadi begitulah kisah pencarian innerpeace episode kali ini yang terpaksa harus menemui kegagalan dalam mengusung tema awal, tapi tetap seru karena didukung oleh makanan enak dan kawan-kawan yang asik.

Morishige, saya dan Anno

Next from ceritanyamila di Jogja, trip seharian keliling candi ;)

Rabu, 12 Desember 2012

Tampaksiring - Gunung Kawi dan Tirta Empul

Kurang dari satu jam dari daerah Ubud, menyusuri jalan pegunungan yang rimbun dan sejuk diselingi dengan pemandangan hamparan sawah di kiri-kanan ada suatu daerah bernama Tampaksiring. Tidak seperti di daerah pantai-pantai Bali yang padat turis, daerah ini relatif sepi turis tapi ada 2 tempat menarik yang bisa dikunjungi: Pura Gunung Kawi dan tempat pemandian Tirta Empul.

Asal kata dari nama Tampaksiring pun memiliki legendanya sendiri. Jadi ceritanya ada seorang raja yang sakti tapi sifatnya jelek banget, sangking sombongnya dia menganggap dirinya dewa dan menyuruh rakyatnya untuk menyembah dirinya. Batara Indra (dewa yang asli) pun marah dan mengirim balatentara untuk menangkap dan menghukumnya. Untuk mengelabui balatentara itu sang Raja jalan dengan cara memiringkan telapak kakinya, nah jadilah daerah itu dinamakan Tampaksiring yang artinya telapak yang miring.

Sudah capek-capek jalan miring-miring, tetap saja sang Raja tertangkap. Karena sebel, sang Raja jahat itu menciptakan mata air beracun dan berhasil meracuni sebagian balatentara. Untuk menolong anak buahnya Batara Indra menciptakan mata air yang bisa menawar racun itu, yang kemudian terkenal dengan nama Tirta Empul. Hingga sekarang air yang berasal dari mata air ini dipercaya bisa menyembuhkan segala macam penyakit fisik dan penyakit hati juga. Bahkan menurut bapak tua yang berprofesi sebagai tukang foto instant untuk para turis yang berkunjung ke Tirta Empul merangkap guide, air ini bisa menghilangkan pengaruh sihir jahat (black magic).

Hingga saat ini sumber mata air Tirta Empul masih digunakan, bahkan dibangun sebuah tempat pemandian yang bagus banget. Di tempat pemandian Tirta Empul ada 3 buah kolam, 1 yang besar dan 2 yang kecil. Ada beberapa pancuran di sisi kolam berderet mengucurkan air langsung dari sumber mata airnya. Cara mandi di pancuran nya harus berurutan mulai dari pancuran di kolam besar yang paling kiri, terus ke kanan. Tapi tidak semua, ada beberapa pancuran yang musti di lewati.

Kolam pemandian pertama, yang paling besar

deretan pancuran

Pemandian Tirta Empul

Masih di daerah Tampaksiring ada kompleks pura yang dibangun untuk menghormati Raja Bali bernama Anak Wungsu yang memerintah di abad ke-10. Anak Wungsu adalah putra paling  kecil dari Raja Udayana. Kakak laki-lakinya yang satu adalah Airlangga, yang kemudian menaklukan daerah Jawa Timur dan membangun kerajaannya sendiri. Kakak laki-lakinya satu lagi bernama Dharmawangsa, yang sempat melanjutkan ayahnya memerintah selama beberapa tahun sebelum digantikan oleh Anak Wungsu.

Kompleks ini dinamakan Gunung Kawi. Untuk mencapai nya kita harus mengenakan kain panjang (kalau lagi pakai baju pendek) dan tali pinggangnya yang dipinjamkan di pintu masuk, menelusuri ratusan anak tangga yang terbentang di antara sawah dan kios-kios yang menjual cinderamata diiringi seruan ibu-ibu yang sedang merajut memanggil kita untuk mengunjungi kiosnya dan memercikan air suci yang disediakan di depan gerbang kompleks sebelum memasukinya ke diri kita.

Di sebelah kanan pintu masuk, terdapat 4 buah ukiran candi, tampak belum selesai dikerjakan. Pura nya sendiri terletak di seberang sungai, melewati jembatan dari pintu masuk kompleks. Sungai ini katanya mengalir dari sumber mata air Tirta Empul. Masuk ke dalam Pura nya ada gua-gua untuk meditasi, semuanya dari batu. 5 buah candi lagi terdapat di sebelah Pura itu, konon salah satu nya dipersembahkan untuk Raja Anak Wungsu dan yang lainnya adalah untuk keluarganya. Katanya ada satu lagi candi yang terletak agak jauh, melewati sawah-sawah tapi saya tidak ketemu candi yang itu.

Suasana disini terasa banget damai, tenang, sejuk diantara bangunan batu berwarna abu-abu yang usianya berabad-abad dan bentangan sawah berwarna hijau. Salah satu tempat yang tepat untuk menemukan innerpeace.

Empat buah ukiran Candi yang terletak di sebelah pintu masuk

Gerbang Pura

Gua Meditasi

Pancuran air di tempat pertapaan

Semuanya dari Batu

5 Candi yang dipersembahkan untuk Raja Anak Wungsu dan keluarganya
 

Sabtu, 01 Desember 2012

How I Met Leni

Menjelang keberangkatan saya ke benua kangguru, saya memberi kabar ke teman saya yang sudah beberapa tahun ini tinggal di Melbourne. Setelah selesai S1 arsitektur di salah satu universitas di Bandung, dia melanjutkan studi ke Melbourne dan bekerja di sana hingga sekarang. Namanya Diena.

Sekitar jam 5 sore waktu Melbourne saya tiba di stasiun Southern Cross sesuai instruksi dari Diena bahwa akan ada housemate nya yang menjemput saya, namanya Leni. Sementara Diena pulang dari kantor jam 5 akan langsung menuju apartment-nya dan nanti kita bertemu disana. Tak lupa Diena juga meng-sms nomor handphone Leni supaya kita mudah berhubungan.

Pernah ga sih kalian ketemu orang yang belum kenal, yang menjemput di stasiun, kemudian mengajak minum kopi di café, membelikan buah anggur yang katanya enak banget, dan masakin makan malam bulgogi di apartmentnya. Pastinya langka banget ada mahluk begini yang hidup didunia dan itulah Leni.

Saya janjian sama Leni di depan Hungry Jack di stasiun Southern Cross. Hungry Jack adalah restoran fast food yang logonya, menunya dan rasanya sama persis seperti Burger King. Di Australia namanya beda karena ceritanya waktu Burger King dulunya mau buka franchise di Australia ternyata sudah ada restoran di Adelaide yang namanya Burger King, akhirnya untuk franchise Burger King yang ada di Australia khusus namanya jadi Hungry Jack.

Ternyata stasiun itu luas sekali dan ada dua restoran fastfood itu di satu stasiun ini, jadi saya dan Leni saling tunggu-tungguan di depan Hungry Jack yang berbeda. Setelah bolak balik telepon-teleponan akhirnya kita ketemu di depan kios toko bunga di depan pintu masuk stasiun. Dari jauh sudah kelihatan perempuan mungil yang lincah ini melambai-lambai dengan cengiran lebar.

"Kalo toko bunga aku pasti tau, soalnya aku part time di flower shop," celotehnya dengan ceria sambil membawa saya ke cafe favoritnya di Southern Cross terminal. "Diena baru pulang jam 5 dari kantor palingan baru sampe jam 6 gitu, kita ngopi dulu aja."

Ngopi sore bersama Leni
Setelah ngopi-ngopi sambil ngobrol, dalam perjalanan ke apartmentnya Leni mengajak mampir di supermarket. Canggih banget ternyata supermarket itu. Tidak ada penjaga kasirnya, jadi kita yang scan-scan sendiri barcode belanjaan kita di mesin kasir, masukin sendiri ke tas belanjaan, dan bayar sendiri ke mesin itu. Nanti mesin itu akan mengeluarkan kembalian sesuai dengan nominal belanja kita. Disini kejujuran orang-orang benar-benar diuji nih. Saya pun dengan norak memotret-motret Leni yang sedang mengoperasikan mesin kasir itu.

Kasir nya self service
Ternyata apartement Leni dan Diena dekat sekali dengan stasiun itu, hanya berjalan kaki sekitar 10 menit sudah sampai di depan gedung apartmentnya. Malam itu menu makan malam saya adalah Bulgogi yang lezat hasil masakan Leni. Hmmm…It was nice to meet Leni.

Dimasakin Bulgogi

Makan malam hasil racikan Leni
Leni ini juga teman kuliahnya Cipu, ternyata Melbourne ini hanya selebar daun kelor yang berisi orang-orang baik hati. Pikir saya sembari mengunyah dessert saya malam itu, anggur mulus berwarna kehitaman yang garing dan manis luar biasa kressss….
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...