Buat saya kriteria penginapan yang bagus dan nyaman itu yang ada tamannya dan suasananya rumahan. Sebenarnya saya kurang suka hotel yang bentuk gedung bertingkat, buat saya itu hanya tempat untuk mandi dan tidur saja tapi tidak untuk lama-lama leyeh-leyeh di hotel nya. Tapi kalau saya dapat hotel yang kriterianya seperti saya bilang di awal, walaupun gak mahal dan lebih sederhana daripada hotel gaya urban-architecture yang selalu tampak licin dan higienis - saya akan lebih betah.
Kebetulan nih belum lama ini saya ada short trip ke Bandung dan Jogjakarta, saya menemukan penginapan yang masuk banget sama kriteria penginapan yang bikin betah.
Wisma Joglo - Bandung
Bulan lalu saya melakukan short-trip ke Bandung di akhir pekan karena Chacha ada undangan pernikahan teman kuliahnya. Sambil menyelam minum air, saya dan Chacha pun mempergunakan kesempatan ini untuk bernostalgia mengenang masa-masa muda yang pernah kita lewati di Bandung beberapa tahun lampau.
Sudah dari sejak beberapa tahun lampau juga, yang namanya cari hotel di Bandung pas akhir pekan itu seringnya memerlukan perjuangan, khususnya di daerah Bandung Utara yang banyak tempat wisatanya. Dari mulai penginapan kelas losmen hingga hotel bintang lima selalu full-booked. Bahkan setelah semakin banyak hotel-hotel baru yang tumbuh, demand pun semakin tumbuh dan hotel-hotel itu tetap penuh sehingga memasang tarif lebih mahal di akhir pekan. Disini hukum supply and demand berlaku dalam hal menentukan harga.
Saya & Chacha pernah menginap di hotel yang baru buka yang terletak di kawasan Dago, dekat lampu merah persimpangan Bandung Indah Plaza (BIP). Waktu itu sih katanya opening rate, jadi diskon walaupun menurut saya tetap saja ga sesuai dengan fasilitas yang di dapat. Hotelnya rapih sih, karena kan masih baru, tapi sempit banget kamar dan parkirannya. Dengan harga itu yang saya bayar hanya lokasi nya aja.
Weekend bulan lalu itu, saya & Chacha dapat penginapan enak banget dan menurut saya sesuailah value yang saya bayar sama yang didapat. Lokasi nya agak ngumpet, di Dago atas sebelum pintu masuk perumahan Dago Pakar Resort. Kalau kuat jalan kaki naik turun bukit bisa aja jalan kaki ke Warung Lela makan Mie Yamin, nongkrong sambil nyemil di Rumah Kopi, Resto Bumi Joglo yang terkenal sama Nasi Liwet nya, dan deretan resto/cafe yang terletak di daerah Ranca Kendal itu. Kalau saya sih naik mobil, soalnya walaupun jaraknya dekat tapi tanjakan nya itu bisa bikin betis kondean.
Saya dan Chacha sampai disana sudah malam, tempatnya luas banget tapi sepi, kata resepsionis nya akhir pekan ini sepi karena hanya 4 kamar yang terisi dari belasan kamar yang ada. Desain arsitekturnya tradisional jawa yang didominasi kayu-kayu ukiran, kesan rustic gitu, kalau malem-malem sepi ya berasa juga merindingnya. Apalagi ternyata saya dan Chacha dapet kamar yang luasnya bisa salto 3 kali dari ujung ke ujungnya. Furniture nya juga jaman dulu gitu gaya-gaya antik begitu.
Tapi ketika keesokan pagi saya bangun dan keluar kamar, baru tampak keindahan penginapan yang kita tempati itu. Karena pengunjung nya sedikit, pagi itu sarapan dipesan langsung, bukan model prasmanan yang bisa pilih gitu. Setiap orang boleh pilih lebih dari satu, saya pesan roti dan bubur kacang hijau tapi masih juga ditawarin nasi goreng. Mungkin muka saya kelihatan lapar karena sebelum sarapan morning run dulu naik turun tanjakan.
Ternyata hotelnya juga ada semacam ballroom yang bisa disewa untuk acara kawinan, tidak besar tapi dekornya bagus. Benar-benar sesuai namanya, Joglo.
Saya suka dekor kamarnya |
Bangun pagi liatnya begini |
Suka perosotannnya - bukan tangga langsung tapi langsung dari undakan batu |
Dari atas ke bawah |
Rumah Makan, tempat sarapan |
View jalan menuju Dago Pakar |
Lookout view - Bandung dari atas |
Tanaman merambatnya cantik |
Hotel Puri Pangeran - Jogjakarta
Rencana saya ke Jogja baru-baru kemarin bisa dibilang dadakan, saya pesen tiket kereta dan booking hotel 3 hari sebelum berangkat. Saya pergi sendiri, janjian sama kawan saya Dayu Ary ketemuan di Jogja, tapi dia pergi sama suaminya jadi itu artinya kan saya ga bisa share bayar kamar hotel. Karena itulah salah satu pertimbangan saya booking hotel adalah yang tidak mahal tapi tidak jauh dari Malioboro karena saya pikir di sekitar area itulah Dayu Ary dan suaminya akan memilih penginapan.
Salah satu kawan saya merekomendasikan hotel yang namanya unik banget 'Rumah Mertua', kalau saya liat di internet sih bagus banget, sayangnya lokasinya jauh dari Malioboro dan walaupun tidak begitu mahal untuk ukuran hotel di Jogja tetap saja tidak masuk budget saya. Satu lagi rekomendasi dari Tante Debz, hotel yang dia tinggalin waktu ke liburan ke Jogja beberapa bulan lalu 'Sagan Huis', tarifnya masuk budget saya tapi lokasinya masih lumayan jauh sih dari Malioboro.
Kemudian cari-cari di internet dapet hotel yang bernama 'Hotel Puri Pangeran', setelah di google liat rekomendasi dan review di blog-blog, entah kenapa saya jadi tertarik. Padahal sebenarnya reviewnya juga biasa aja sih, ga ada yang spesial gitu dari hotel ini. Dari lokasi sebenarnya lumayan jauh dari Malioboro, mungkin sama jaraknya dengan jarak Hotel Pop yang saya nginep terakhir sama Chacha ke Malioboro karena pas saya sampai disana tarif naik becak dari hotel Puri Pangeran ke Malioboro sama dengan tarif becak dari Hotel Pop ke Malioboro.
Di kereta mendekati stasiun Tugu Jogja saya SMS Dayu Ary, memberi kabar kalau saya tiba sebentar lagi. Dayu Ary membalas dengan memberi tahu kalau dia sudah sampai di hotel nya di jalan Mesjid daerah Pakualaman. Sebelumnya saya dan dia tidak saling memberitahu mau menginap di mana. Ternyata dia juga booking Hotel Puri Pangeran. Ga tau itu kebetulan, takdir, atau memang cara pikir saya sama kayak Dayu Ary.
Saya suka hotelnya, halamannya bagus dan kamar saya di lantai bawah ada terasnya dan langsung menghadap taman. Kamarnya juga bersih, staff nya baik-baik, ramah dan helpful sekali. Staff yang mengantar saya ke kamar bahkan menolak ketika saya nyodorin tip, langsung ngacir aja gitu sambil nyengir-nyengir. Sukurlah, saya pun langsung ngantongin uang itu lagi, lumayan buat jajan.
Sarapannya juga enak walaupun pilihannya tidak banyak. Sambil diiringi pria yang nyanyi Jawa sambil metik kecapi. Walaupun ditulis disitu sarapan mulai pukul 6 - 9 pagi, tapi ketika senin subuh saya mau check out sebelum jam 6 saya disuruh sarapan dulu. "Sarapan aja dulu, mba. nanti kami siapkan minuman dan roti, tapi maaf nasi nya belum matang."
Depannya kamar saya, pendopo tempat sarapan dan taman yang rapi |