Waktu itu saya pernah ditanya sama salah satu teman saya,"mil, lo gak tanam bunga-bunga?"
Dan waktu itu saya menjawab, "Gw cuma tanam yang bisa dimakan."
Itu sebelum saya tahu kalau ada bunga-bunga yang bisa dimakan - edible flowers dan fakta bahwa mencampur tanaman bunga di antara tanaman sayur-sayuran dan buah-buahan juga penting untuk mengecoh serangga yang tidak diinginkan dan mengundang serangga yang penting untuk tanaman kita, misalnya kupu-kupu dan lebah yang membantu proses penyerbukan.
Bunga yang pertama saya tanam adalah Marigold. Saya membeli bibitnya online setelah membaca tentang companion planting, rencananya saya akan menyandingkan Marigold dengan tanaman tomat karena Marigold bikin lalat-lalat yang suka numpang bertelur di daun tomat males untuk mendekat karena baunya. Selain itu akar Marigold juga membantu membunuh nematoda-nematoda yang dapat merusak akar tanaman.
Marigold (kanan) berkecambah |
Saya mulai menanam benih Marigold bersamaan dengan menanam benih Terong Ungu, mereka pun berkecambah di waktu yang nyaris bersamaan, sekitar 3 - 4 hari sejak ditanam.
Dari hasil browsing lebih dalam tentang Marigold, saya mengetahui bahwa bunga ini bisa dimakan walaupun ada macam-macam pendapat yang bilang kalau marigold yang bisa dimakan itu dari jenis Calendula, sementara yang saya tanam ini nama latinnya Tagetes Patula biasanya hanya digunakan sebagai pengusir serangga. Tapi saya bertekad tetap mau coba makan kalau sudah berbunga untuk memastikan apakah bunga ini bisa dimakan atau tidak.
Selain Marigol masih banyak sekali edible flower yang populer seperti Pansy, Chamomile yang banyak digunakan untuk dibuat teh, juga Sunflower atau bunga matahari yang bijinya bisa diambil untuk jadi kuaci. Saya pun membeli bibit bunga-bunga lagi yang ada di daftar edible flower. Tapi dari sekian banyak benih bunga yang coba saya tanam di tahun 2015 tidak ada yang berkecambah lagi selain marigold itu.
Sementara kegagalan demi kegagalan saya lalui dengan berbagai macam benih bunga-bunga yang coba saya tanam, Marigold saya tumbuh subur dalam pot, bahkan hanya dengan perawatan yang minimal. Bunga ini tahan kering jadi saya hanya menyiramnya 2 hari sekali atau apabila permukaan tanah di pot tampak kering. Tiga setengah bulan kemudian Marigold mulai menampakan kuncupnya dan tak lama bunga mungil berwarna merah mekar dari kuncup tersebut.
Kuncup Marigold |
Bunga Marigold mekar |
Karena tanaman itu sudah semakin rimbun dan tampak sesak di potnya maka saya memutuskan memindahkan tanaman itu di tanah, di petak tanah kebun samping yang sudah dipagari dari serangan ayam. Tapi tak lama datang tukang kebun yang biasa dipanggil Papa Said setiap beberapa bulan sekali untuk merapikan rumput-rumpur liar. Semak Marigold saya dicabut sampai habis oleh tukang kebun itu karena dikira rumpur liar, mungkin karena bentuk daunnya yang kecil-kecil mirip rumput-rumputan yang sejenis putri malu. Tanaman marigold saya pun musnah tak berbekas.
Masih dengan hati hancur berantakan saya kembali membuka laman yang menjual bibit bunga online. Saya kembali membeli bibit marigold. Mulai dari nol lagi.
Saya membeli dua jenis Marigold berbeda, yang ternyata setelah berbunga coraknya berbeda dengan Marigold pertama yang berwarna merah. Marigold kedua yang saya tanam bunganya berwarna kuning. Sementara jenis satunya lagi bunganya juga berwarna kuning tapi ada garis jingga di tengah kelopak kuningnya.
Marigold kedua yang saya tanam |
Setelah dilihat-lihat sih, walaupun bunga ini masuk ke kategori edible flower, tapi karena ukuran bunganya yang kecil jadi gak berasa makannya. Kalau pun dipakai di masakan palingan cuma sebagai hiasan cantik yang bisa dimakan. Tapi saya sudah coba makan kelopak Marigold, cenderung tidak ada rasanya jadi bisa ditelan dan yang penting sehabis makan gak sakit perut atau keracunan. Warna kelopaknya yang vibran bisa dipakai untuk menambah warna di salad atau makanan lain.
Roti alpukat bertabur kelopak Marigold |