Selasa, 21 September 2010

iiiih kog sama sih?

Ketika saya sedang berusaha memahami kenapa di Shanghai tidak ada Es Shanghai, Cap cay, Kwetiau dan Puyunghai, saya malah menemukan Onde-Onde.

iiiih kog sama sih? padahal saya pikir itu makanan asli Indo. Emang ada bedanya siy.. klo di Indo kan isi nya kacang hijau, klo ini isinya kacang merah, tapi rasanya sama. Kulitnya juga lebih tebel dari onde-onde Indo, tapi sama-sama di selimutin sama wijen.


Oke..Oke.. saya ini kan ceritanya turis kere, jadi wajar lah klo ndeso. Bisa jalan-jalan keluar negri aja baru-baru ini doang. Trus disaat orang-orang udah pada keliling Eropa, saya masih yang deket-deket dulu sesuai kemampuan financial* wkwkwkkk... Yah..maklum aja klo kadang suka norak ketika menemukan sesuatu yang sama kayak di tanah air.

Seperti ketika saya ikut tur ke tempat persembunyian vietkong hanya untuk mendapati bahwa modal para vietkong itu untuk mengusir tentara Amerika yang mau menguasai daerahnya adalah Singkong Rebus. Begitu melihat penampakan Singkong, spontan saya langsung berucap... "iiiiih... kog sama sih?"





Seringkali sama nya karena di sama-sama-in dan sengaja dicari-cari supaya sama, kayak postingan saya sebelum ini soal cerita kodok & hujan. Contoh lain yang lebih tidak berkelas, sewaktu melihat nama jalan "Pasteur" di Ho Chi Minh City - Vietnam, saya serta merta teringat nama jalan serupa di kota Bandung.... iiiiih... kog sama sih? Langsung aja saya poto tu plang nama jalan buat bukti ketika saya kembali ke tanah air, bahwasanya di luar negeri sono ada jalan pasteur juga.

Tidak selalu sih yang sama itu sengaja di cari-cari dan disama-samakan. Malahan seringnya "hal itu" tiba-tiba aja muncul secara tidak sengaja, tidak terkira dan mengejutkan.

Misalnya waktu saya sedang berkeliling Pnom Phen dengan Tuk Tuk Mr. Marley, tiba-tiba di pinggir jalan saya melihat tenda di depan rumah. Komplit dengan hiasan-hiasan dan tandan pisang di depan jalan masuk nya, persis kayak tenda hajatan nikah nya orang Jawa. Bedanya tenda mereka lebih warna-warni.

Masih di Pnom Phen, ketika saya, cipu dan Mba Vony sedang menunggu bus ke Vietnam, tanpa sengaja saya membaca iklan Tukang Pijit Tuna Netra di tembok.
iiiiih... kog sama sih?

Apakah hal ini hanya terjadi kepada saya saja? Apakah ada seseorang di luar sana yang sama seperti saya? Adakah diantara kalian yang m'baca postingan ini kemudian kepikiran "iiiiih... kog sama sih?" *lebay*


Senin, 20 September 2010

China Town in China

Ga pa pa deh GAGAL mencicipi Es Shanghai di Shanghai karena ternyata Es Shanghai bukan berasal dari Shanghai melainkan asli hanya ada di Indo (jangan tanya saya kenapa bisa begitu -_-").

Setidaknya saya BERHASIL mengunjungi China Town di China. Perbedaannya dengan China Town di negara lain adalah disini tulisan nya Mandarin semua dan semua orang disini berbahasa Mandarin *doh*. Selebihnya kira-kira sama seperti China Town di negara lain.

China Town ini di dominasi oleh pertokoan-pertokoan, mayoritas menjual suvenir khas China dan makanan. Tuh... sama kan kayak China Town yang lain.

Di dalam China Town di Shanghai ini terdapat contoh Rumah orang kaya di China jaman dulu, namanya Yu Garden. Menurut Ms. Sunny (guide kita di Shanghai), Yu ini artinya semacam kebahagiaan, jadi rumah ini dinamakan Yu karena diharapkan akan memberi kebahagiaan bagi penghuninya. Tapi rumah ini sudah tidak ada penghuni nya lagi, orang kaya pemilik rumah ini sudah menjadikan rumah keluarganya menjadi semacam museum.

Tipikal dari kebudayaan China yang filosofis banget, setiap bagian dari rumah punya filosofi nya sendiri. Dari mulai tata letak perabotan, letak pintu dan jendela, Jembatan yang berbentuk zig zag, batu giok di halaman, Sepasang Pohon yang berumur ratusan tahun, hingga jumlah ikan di kolam merupakan simbol-simbol yang mengandung harapan dari si pemilik rumah. Kalo mo tau masing-masing artinya silahkan beli buku Feng Shui.

Buat saya sangat menarik sekali, karena sebagai seseorang yang dengan intelegensi tinggi saya sangat menyenangi hal-hal yang berbau filosofi *pembaca dilarang mual*

Yang paling menarik perhatian saya justru tembok nya. Di atas tembok rumahnya bertengger seekor naga yang panjang nya sekeliling rumah itu dan memagarinya. Naga itu ceritanya sebagai pelindung dari segala yang jahat-jahat dan membawa kemakmuran karena menurut Ms. Sunny, hujan itu di turunkan oleh Naga.

Jadi menurut legenda di sana, hujan berasal dari ludah nya naga. Di dalam mulut naga ada mutiara yang menyebabkan Naga itu tidak bisa mengatup mulut nya sehinga ludah-ludah bercucuran dari mulut nya sehingga hujan turun ke bumi dan tanaman menjadi subur. Tapi ketika saya sedang mengamati naga di tembok itu, kog saya melihat ada patung kodok di bawah si naga itu sedang menjulurkan lidah.

Ternyata, si kodok itu adalah penyeimbang. Yah mirip konsep Yin & Yang....

Hujan itu kan asalnya dari ludah Naga karena tidak bisa mengatup mulutnya, tapi kalau terus terusan hujan kan bisa menyebabkan musibah juga, misalnya badai dan banjir. Karena itu lah ada sang kodok. Si kodok itu makanannya adalah ludah Naga, secara tidak langsung yang dia makan air hujan. Jadi si kodok memakan sebagian air hujan itu agar tidak berlebihan di bumi yang akhirnya malah mengakibatkan malapetaka.

Hebat yah... bisa-bisa aja kepikiran soal kodok itu. Jadi inget kata Papa Said, kalo di kampung nya kodok-kodok pada ribut berarti tandanya mau hujan. mungkin waktu jaman dulu nenek moyang kita sempat mengalami asimilasi cerita legenda kali ya? heheheee


Rabu, 15 September 2010

When Nature Calls

Dengan semakin berkembangnya jaman, maka kebutuhan Primer manusia bertambah dari Sandang, Pangan, Papan menjadi Sandang, Pangan, Papan, Toilet, dan Henpon. *ngarang*

Malahan mustinya Toilet tuh kebutuhan primer yang nomor satu, secara kalo Sandang, Pangan, Papan bisa ditahan tapi klo kebutuhan kita akan toilet merupakan kebutuhan mendesak yang sulit ditahan.

Dengan semakin berkurangnya hutan-hutan, kebon-kebon dan pepohonan. Ditambah sungai-sungai dan kali-kali yang semakin tercemar, orang-orang mulai beralih ke toilet untuk melampiaskan hasratnya *makin ngarang* Pun, di beberapa tempat khususnya di daerah yang masih tradisional, tradisi memenuhi panggilan alam di ALAM masih di pertahankan dan dilestarikan.

Toilet disebut dalam berbagai bahasa. Di bahasa Indonesia sendiri ada macam-macam sebutan untuk toilet: kamar kecil, WC, kakus dsb. Belum lagi sebutannya dalam bahasa daerah. Itu aja baru di Indonesia, belum di Luar Indonesia. Di Malaysia yang bahasanya deket-deket dari Indonesia aja "toilet" disebut Tandas Awam... jauh kan?!

Belajar dari pengalaman saya di Vietnam, dimana jarang ada orang mengerti bahasa Inggris, sejak itu kalau pergi kemana-mana saya selalu sedia catatan kecil yang bertuliskan 'Toilet' dalam bahasa lokal. Jadi ketika 'alam memanggil' kita tinggal kasih liat catatan kecil itu.
Malahan hal pertama yang saya lakukan kalau ketemu orang lokal yang bisa bahasa inggris adalah meminta orang tersebut menuliskan bahasa lokal 'Toilet' di secarik kertas tersebut.



Toilet juga terdapat dalam berbagai bentuk. Ada yang terletak di Pom Bensin, rumah makan, rumah penduduk, bahkan di pinggir jalan
. Waktu ke Shanghai saya akhirnya menemukan toilet canggih yang sebelumnya pernah saya baca di buku Naked Traveler, yakni Toilet yang bisa nge-flush sendiri ketika kita buka pintu nya. Waktu itu saya sedang menggunakan fasilitas toilet umum di Shanghai Expo ketika mendapati tulisan Automatic Flush, saya langsung teringat tulisan Mbak Trinity tentang toilet yang bisa nge-flush sendiri.... dan bergumam dalam hati.... woooooh... beneran canggiiiiiih.

Toilet yang bisa nge-flush sendiri memang sepertinya belum ada di Indonesia, tapi kalau toilet dalam kontainer di indonesia juga ada loh. Toilet dalam kontainer ini biasa di temukan di tempat-tempat rekreasi umum yang berada di outdoor seperti di Monas dan stadion Senayan. So, buat kamu-kamu yang ingin merasakan sensasi ber-toilet yang "BEDA" silahkan langsung mengunjungi toilet kontainer yang terdekat dari rumah kamu.

Senin, 06 September 2010

Ca Phe Deeech

Di pagi pertama terbangun di Vietnam, sembari menunggu giliran mandi dan jam sarapan di hostel saya sengaja berjalan-jalan di daerah sekitar Hostel Mini Saigon untuk mengamati kegiatan kota Saigon.


Ketika akan kembali ke Hostel, saya terpaku oleh gerobak minuman yang parkir di depan pintu masuk hostel. Disebelah gerobak itu ada meja dan kursi-kursi plastik pendek . Para lelaki dengan range umur dari anak muda hingga kakek-kakek, tampak sedang menikmati minuman masing-masing. Saya pun tergiur dengan segelas minuman yang mirip kopi susu pke es, apalagi di pagi itu matahari Ho Chi Minh sudah terik.

Bermodal nekad, saya memberanikan diri memesan minuman tersebut. Si Ibu Barista yang manis dan imut-imut, tidak mengerti bahasa inggris jadi saya pesan kopi susu nya sambil nunjuk gelas nya orang. Untung si ibu nya ngerti, ga lama minuman itu pun terhidang.

Kopi hitam pekat tapi encer dengan wangi yang semerbak. Di tambah es yang mengapung dan susu kental manis yang mengendap di dasar gelas yang berembun-embun... *glek*. Ketika di aduk warna nya langsung berubah kecoklatan dan segera saya menyeruput nya. SLURP! dan saya pun langsung Jatuh Cinta di seruputan pertama. Rasanya benar-benar unik dan bikin ketagihan.



Dari si ibu barista itu saya belajar bahwa, minuman ini namanya ca phe (dibaca kafe), pke es batu jadi ca phe da (dibaca kafe da dengan akhiran ng yang samar-samar)
 


Hari kedua, saya langsung menuju gerobak kopi vietnam itu dengan mata belekan. Setelah memesan minuman yang sama, saya duduk disamping pemuda vietnam dan senyum-senyum. Ketika kopi saya datang, si pemuda vietnam itu senyum-senyum sambil membantu mengaduk-ngaduk minuman saya, Hmmm.. Oke,,, *saya pikir* mungkin ini adalah tanda persahabatan dengan bahasa isyarat. Tidak berapa lama kami pun ngobrol-ngobrol, saya dengan bahasa inggris dan dia dengan bahasa vietnam, ditambah dengan bantuan bahasa isyarat.

Penemuan saya tentang minuman nikmat dan menyegarkan ini segera saya sampaikan kepada rekan seperjalanan, Cipu dan Mba Vony yang akhirnya ketularan ketagihan juga. Di sepanjang sisa perjalanan, kalau kita nemu gerobak minuman langsung histeris dan segera memesan ca phe. 

  
Begitu pula ketika kita ikut tur ke Cu Chi Tunnel, di tengah perjalanan menuju Cu Chi kita di singgahkan di sebuah kafe di pinggir Saigon River. Begitu disodorin menu, alamak.... menunya bahasa Vietnam dan pelayannya tidak bisa bahasa inggris. Tapi dengan modal nekad dan sok tau (seperti biasa) saya memesan yang tertulis di menu sebagai " ca phe da".

Si Pelayan pun manggut-manggut. Sejenak tidak yakin, saya pun menggambarkan gelas ada isi air dan kotak-kotak es batu yang mengapung plus sedotan. Si pelayan pun mengangguk semakin semangat menandakan pesanan kita tuh bener. Tapi kog perasaan kita masih kurang yakin.... sembari deg-deg-an nunggu pesanan kita muncul. Saya tetap merasa... pasti ada yang tidak beres ini.

Dan.... ternyata benar saja. Si pelayan datang muncul membawakan Es Kopi Tanpa Susu. Dan kemungkin besar tanpa gula juga karena pahit nya minta ampoooon.... Namun kita tak putus asa, demi untuk mendapatkan susu di Es kopi kita, saya pun kembali menggambar, menambahkan lapisan susu mengendap di gambar es kopi saya yang tadi. Namun tampaknya si Pelayan itu tidak mengerti.

Akhirnya si pelayan masuk ke dalam restorannya, dan datang kembali membawa dua orang temannya. Yes,, pasti dia membawa bala bantuan temannya yang bisa bahasa inggris. Tapi sayang sekali saudara-saudara,,, ternyata tidak seperti yang kita harapkan. Tiga-tiganya tetap tidak bisa berbahasa inggris. Dan setengah frustasi kami berusaha menggunakan berbagai macam cara, gambar susu, gambar kaleng susu, gambar sapi,,,, bahasa isyarat,,, sampai-sampai mba vonny sudah memperagakannya sambil jungkir balik, mereka tetap tidak mengerti kalau yang kita minta itu adalah SUSU.


Ketika kita sudah hampir putus asa dan terpaksa menghabiskan es kopi tanpa susu (dan tanpa gula) tersebut, pertolongan datang. Thanks GOD.


Rupanya rekan se-tur kita, adalah seorang wanita keturunan vietnam yang lama tinggal di Eropa. Dia pun yang menolong menyelesaikan masalah SUSU kita, dan dari dia lah kita belajar bahwa bahasa vietnam nya susu adalah SUA. Jadi Es Kopi Susu = Ca Phe Sua Da.... masaoloooooh... Ca Phe deeeech....


Terlepas dari masalah miskomunikasi, ca phe sua da itu benar-benar telah memikat hati ku. Di jakarta banyak yang jual kopi vietnam, di beberapa kafe dan rumah makan vietnam, tapi belum pernah saya nemu yang rasanya dan wangi nya persis Ca Phe Sua Da di vietnam. hiks!


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...