Setiap pergi ke tempat baru, saya selalu bernafas lega kalau menemukan suatu logo yang familiar, misalnya kayak KFC, McD, Burger King, Starbucks. Rasanya seperti menemukan teman yang saya kenal di tempat asing. Paling tidak mengurangi perasaan ngeri saya terhadap uncertainty suatu tempat asing.
Ya. Saya selalu ngeri kalau mau pergi ke tempat yang baru. Biasanya semakin mendekati lokasi saya makin deg-deg-an, adrenalin rush gitu kayaknya, perasaan ngeri yang bercampur dengan excitement. Itulah yang saya rasakan di dalam kereta dari Sydney menuju Blue Mountain, pandangan saya memang terlempar ke luar jendela tapi pikiran saya berkecamuk di dalam. Kayak apa disana? Mau ngapain disana? Apa disana ada peta turis? Apakah saya bakal nyasar? Apakah uang yang saya bawa cukup? Apakah orang disana galak-galak terus saya bakal dijutekin?
Keluar dari Stasiun Katoomba saya mengamati kondisi sekitar. Tampaknya stasiun itu terletak di pusat pertokoan dan rumah makan yang mungil-mungil dan rapi. Di antara kios-kios itu saya melihat logo yang familiar, tulisan merah Hop On - Hop Off. Logo sebuah perusahaan bus pariwisata yang punya cabang dimana-dimana, saya pernah coba naik sekali waktu ke Kuala Lumpur. Setelah bernafas lega karena menemukan satu hal yang familiar, saya langsung menghampiri dan masuk ke dalam nya.
Di depan pintu masuk terbentang meja panjang yang lebih tinggi sedikit dari dada saya, seperti meja teller di bank. Mba-mba di belakang meja itu menyapa saya dengan ramah, saya menghampirinya dan langsung dijelaskan tentang rute tur yang ditempuh sama bus hop on hop off itu. Rute bus itu mengelilingi daerah pegunungan "biru", berhenti di sekitar 20-an spot yang tertera di peta. Spot itu macam-macam, ada titik tempat treking (ada petanya, jarak dan ada level kesulitannya juga), rumah makan, atraksi utamanya yang bernama echo point dimana ada 3 batu berjajar yang disebut Three Sisters, dan tempat wahana seru.
Kita gak harus turun disemua point yang tertera di peta itu, lagian gak akan cukup buat satu hari. Kita boleh pilih mau turun di tempat mana yang buat kita menarik dan kalau mau naik bus lagi kita tinggal cari point pemberhetian bus hop on hop off yang terdekat, bus akan lewat di jadwal-jadwal yang sudah di tentukan dan tertulis di buku panduannya. Di buku panduannya juga komplit, objek wisata apa aja yang bisa kita lihat seperti air terjun dan tempat lookout dengan pemandangan memukau ada di situ, lengkap dengan peta dan foto juga. Dari gak tau apa-apa dan nekat pergi ke Blue Mountain, melihat buku panduannya itu langsung tau semua. Komplit.
Saya langsung beli tiket terusan buat naik hop on hop off seharian keliling Blue Mountain dan tiket masuk wahana. Komplit.
Ketika saya lagi transaksi muncul dua orang turis amerika yang bareng sama saya di kereta, yang perempuan langsung ngomong, "eh disini juga," pake bahasa inggris tentunya. Saya nyengir sebentar dan langsung ngacir ke bus tingkat warna merah yang parkir di seberang jalan.
Pas saya naik, sopir bus nya -bapak gendut yang ramah, langsung menyapa dan nanya saya dari mana. Saya jawab dari Indonesia. Semua penumpang yang naik di tanya sama bapak sopir itu asalnya dari mana. Dua turis amerika masuk, ditanya. Sepasang turis yang sudah tua masuk, ditanya, mereka bilang dari Itali. Satu turis laki-laki masuk, ditanya, dia jawab dari India. Ketika bus mau berangkat pak supir menyapa seluruh penumpang dalam bus dengan cara mengucapkan "Howdy" dalam bahasa negaranya masing-masing - Indonesia, Amerika, Italia, India. Untuk Indonesia, pak supir bilang : "Apa Kabar? Selamat datang."
Mendekati point pemberhentian yang ada air terjun nya saya memutuskan turun. Sebelum saya turun Pak Supir sempat memberi petunjuk arah ke air terjunnya, katanya sih gak jauh tapi jalannya menurun tajam dan agak licin jadi dia bilang, "hati-hati," dalam bahasa Indonesia.
Udara semakin dingin menusuk waktu saya turun bus, saya mengeluarkan jaket dari daypack padahal saat itu saya sudah mengenakan sweater. Pakai baju lapis-lapis gitu juga masih terasa dingin banget buat saya. Tapi segera setelah saya melihat sekeliling saya yang indah banget, langsung lupa sama dingin. Jadi ada bangku kayu di bawah pohon yang menguning karena musim gugur, terus di bawahnya itu berserakan daun-daun kering yang berguguran - cantik bangeeetttt. Saya pun langsung foto-foto sendiri. Saat itu saya sendirian, bener-bener cuman saya dan alam ostrali musim gugur, bahagia.
Puas foto-foto kaki di antara daun-daun berserakan saya mengikuti tanda penunjuk arah menuju air terjun. Jalan setapaknya menurun dan berakhir mengecewakan karena ternyata air terjun nya jauh dan jalannya udah buntu. Jadi air terjun nya itu adanya di tebing seberang. Lagi iseng-iseng cobain fitur foto panorama di kamera saya, datanglah sepasang bule. Yang cewe pake baju dress terusan warna hitam yang lengannya pendek, sementara saya bajunya berlapis-lapis dan masih kedinginan tu cewe nyantai aja. Mereka senyum ke saya, dan saya ga mau membuang kesempatan itu untuk minta tolong salah satu dari mereka fotoin saya di depan air terjun. Ya beginilah nasib nya kalo pergi jalan-jalan sendiri, kalau mau foto musti tongsis - tolong sis.
Mba-mba bule tahan dingin itu menghitung, " one, two, cheese!" Tiba-tiba saya merasakan perih di bibir yang kering ketika saya berusaha menariknya untuk membentuk suatu lengkung di wajah yang bernama senyum. Senyuman pun berubah menjadi ringisan. Bibir kering saya pecah karena hawa dingin.
Meringis |
Setelah mengucapkan terima kasih saya kembali ke tempat pemberhetian bus untuk menunggu bus berikutnya. Tujuan selanjutnya adalah ke suatu tempat bernama Scenic World. Tiket terusan bus hop on hop off yang saya beli termasuk paket naik 3 macam wahana di Scenic World itu. Ada Scenic Cableway, Scenic Skyway dan Scenic Railway yang diantaranya ada Scenic Walkway.
Scenic Cableway, semacam gondola besar yang nyebrangin lembah |
Lantai nya kaca, view langsung ke jurang bikin merinding |
Scenic Railway, semacam roller coaster yang menukik |
Scenic View |
Keretanya Scenic Railway |
Scenic Walkway |
Scenic Skyway |
Dalemannya Scenic Skyway |
Bersama dua orang kawan baru di depan batu Three Sisters (3 batu di kiri belakang) |
Dua kawan baru saya memutuskan untuk mengakhiri perjalanan mereka di Three Sisters, sementara saya masih betah di Blue Mountain, jadi kita berpisah di bus - saya turun di salah satu tempat untuk trekking menghabiskan waktu hingga sore, mereka lanjut ke stasiun katoomba lagi.
Udara semakin dingin dan berkabut, saya merasakan rambut saya mulai lembab karena uap kabut yang mengandung air, tapi saya tetap bersemangat menyusuri jalan setapak yang sepi. Saya terus jalan sendiri melewati pohon-pohon yang daun-daunnya rimbun di kanan kiri saya, terus mendaki bukit yang di kiri kanan saya hanya ada batang-batang pohon gundul tanpa daun, meniti seruas jalan di pinggir tebing yang langsung berbatasan dengan jurang, duduk sebentar di bangku memandang ke lembah Blue Mountain yang ternyata ga biru-biru amat kalau dilihat dari dekat.
Selfie jalan2 sendirian di hutan |
Jalan setapaknya |
jalan di tepian tebing |
Disini tempat duduk sambil berkontemplas dengan alam *tsah |
Akhir jalur treking |
Model rumah di Blue Mountain |
Ujung jalur treking ini berakhir di komplek perumahan yang rumahnya dari kayu-kayu. Saya duduk di bangku shelter pemberhentian bus sambil mengkhayal gimana rasanya kalo tinggal di komplek rumah model kayak gitu. Tidak lama bus hop on hop off merah muncul, ketika pintu dibuka ternyata sopirnya pak gendut yang di bus pertama, dia langsung menyapa ramah sambil nanya mau kemana lagi. Saya jawab, mau ke stasiun. Di perjalanan pak sopir itu sempat cerita kalau dia dan istrinya baru saja pulang liburan dari Bali dan Jakarta, sempat pamer juga beberapa kalimat bahasa Indonesia yang dia bisa dengan aksen aussie nya. Lumayan bikin saya ngakak.