Minggu, 27 Mei 2012

Capital of Coffee Culture Down Under

Kalau Manggar di Belitung Timur meng-klaim sebagai kota dengan 1000 warung kopi, Melbourne meng-klaim kotanya sebagai Capital of Coffee Culture Down Under, maksudnya 'down under' itu bagian dunia sebelah bawah bukan bawah kolong meja loh yaaaah, cateeet...

Sebagai mahluk yang tidak bisa hidup tanpa kopi seperti vampir tidak  bisa hidup tanpa darah, agenda nomor satu saya ke Melbourne tentu saja mencicipi kopi nya. 

Berbeda dengan warung kopi di Belitung yang lebih mengedepankan fungsi nya sebagai tempat bersosialisasi, warung kopi di Melbourne menomor satukan rasa kopi yang disuguhkannya. Kabarnya di kota ini Barista yang bisa membuat kopi bercita rasa tinggi, dibayar mahal secara profesional. 

Ketika ikut tur ke Great Ocean Road disana saya berkenalan dengan Elaine, gadis Irlandia yang imut dan manis. Dia cerita kalau temannya ada yang berprofesi sebagai barista di salah satu cafe di Melbourne, pokoknya kalau temannya itu lagi meracik kopi ga bisa di ajak ngomong, bener-bener fokus dan penuh konsentrasi tinggi ibarat lagi merancang suatu maha karya. 

"People here are really serious about their coffee," Elaine pun membuat kesimpulan. Di kota ini ada tur mengenai sejarah kopi di Australia dan keliling ke cafe-cafe ternama, tertua, dan terpopuler. Untuk para pecinta kopi di Melbourne ada komunitas Melbourne Coffee Review yang mereview cafe-cafe dan segala macam hal berkaitan dengan kopi. Bahkan sedemikian seriusnya coffee culture disana, diadakanlah Melbourne international coffee expo. Walaupun saya dan Elaine sepakat Caramel Latte di Starbuck itu idola kita, tapi disini gerai kopi franchise asal Amrik itu kalah saing sama cafe-cafe lokal yang secara taste lebih superior.

Konon asalnya kopi adalah dari Afrika, kemudian pertama kali di tanam secara komersil di Arab abad ke-15. Trend minum kopi baru mulai menyebar ke Eropa di abad ke-17. Di benua Australia kopi  baru masuk lebih dari seabad setelahnya, diperkenalkan oleh para imigran dari Yunani. Kemudian budaya ini diperkuat oleh masuknya imigran dari Italia ke Melbourne.

Perkebunan kopi pertama di Australia berada di daerah Queensland, tanaman kopi berjenis arabica berhasil di budi daya walaupun dengan Labor Cost yang sangat tinggi. Baru di tahun 1980-an perkebunan kopi di Australia menjadi economical ketika para petani kopi mulai menggunakan metode mechanical harvesting, jadi metik biji kopinya pake mesin gitu. Sekarang malah Australia termasuk salah satu negara peng-ekspor kopi.

Berjalan menyusuri kota Melbourne, hampir di tiap tikungan kita bisa menghirup aroma kopi yang khas menyeruak dari dalam kedai kopi. Seperti saya tergila-gila dengan Ca Phe Sua Da di Vietnam, di Australia saya terpikat dengan Coffee Mocha nya yang pekat dengan chocolate kental yang generous meleleh di atas busa susu yang gurih. 

Ada juga varian lain yang familiar seperti coffee latte dan cappuccino, tapi ada yang namanya baru kali itu saya kenal seperti, Long Black (kopi hitam encer, espresso ditambah air panas), Short Black (kopi hitam yang rada kental), Flat white (kopi susu biasa yang ga pake busa-busa-an), terus disini common banget minta ganti susu dengan soy milk (susu kedelai).

Di hari terakhir saya di Melbourne, saya menghabiskan pagi hari sarapan di Degraves Street, suatu lorong di dekat stasiun kereta Flinder  yang sepanjang jalannya berjejeran cafe-cafe dan meja-kursi berpayung di  muka cafe. Karena hari itu hari Sabtu jadi crowded banget disana, saya & Diena (salah satu korban yang jadi tumpangan hehehee) harus menunggu di waiting line hingga akhirnya dapat tempat di salah satu cafe mungil tapi berdekor cantik, bernuansa kayu, nyaman dan hangat dengan ruangan yang dipenuhi semerbak wangi kopi yang harum - Cafe Andiamo.


Degraves Street yang disisi seberang

Degraves Street, di ujung lorong itu Stasiun Flinder

daftar menu Cafe Andiamo

Coffee Mocha dengan coklat melimpah ruah

Rata-rata harga kopi di Melbourne berkisar 3 dollar hingga 4 dollar-an, ya kira-kira hampir 30ribu hingga 40 ribuan. Di Sydney lebih mahal beberapa sen. 

Saya dan Diena pernah minum kopi gratis. Jadi cerita nya, di suatu malam kita memutuskan nongkrong di cafe deket apartement nya Diena. Menurut si tuan rumah coffee mocha disini juara, maka dipesanlah dua minuman kopi itu ke mas-mas barista yang sedang sibuk di belakang mesin pembuat kopi.

Keasyikan mengobrol, kita ga sadar ternyata 20 menit sudah berlalu tapi pesanan kita belum datang kemudian Diena kembali ke mas-mas itu untuk mengingatkan pesanannya. Ternyata si mas-nya lupa. Ga lama dia tergopoh-gopoh mengantarkan pesanan coffee mocha kita dan mengembalikan uang yang telah kita bayar, katanya "I'm sorry I forgot, so this one is on me." Dengan kata lain, kita minum kopi gratis disitu karena ditraktir sama mas nya yang lupa bikinin pesanan kita. Benar-benar seorang Barista yang profesional.

Kopi Gratis

Senin, 21 Mei 2012

Kota Seribu Warung Kopi

Di ruang tunggu bandar udara H.A.S. Hanandjoeddin, ketika sedang menunggu pesawat yang akan mengantar saya kembali ke Jakarta,  saya tertegun melihat poster iklan pariwisata bertuliskan "Manggar, kota seribu warung kopi." Dua hari sebelumnya saya sempat dibawa ke salah satu kedai kopi di daerah itu dan tidak percaya kalau masih ada sembilan ratus sembilan puluh sembilan warung kopi lagi di daerah yang tampak sepi itu.

Manggar adalah nama daerah yang terletak di Belitung Timur, menurut wikipedia jumlah populasi nya approximately 35ribu-an jiwa. Apa benar ada 1000 warung kopi se kecamatan itu? Atau mungkin "seribu" itu hanya kiasan seperti candi sewu yang aslinya hanya terdiri dari 249 candi. Pokoknya "seribu" itu artinya "banyak". Dan banyaknya warung kopi di daerah ini telah diputuskan menjadi suatu identitas budaya dari daerah itu sehingga muncul tagline seperti diatas.

Rumpi cyiiiiin (pic by: Pagit)
 
Warung kopi yang terdapat di Manggar dan juga Belitung secara keseluruhan - layaknya warung kopi yang terdapat di sebagian daerah sumatera seperti Riau, kalau kita pesen kopi, yang keluar otomatis pasti kopi susu. Kalau mau pesen kopi hitam, namanya kopi O.

Bisnis warung kopi semacam ini ternyata sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda. Konon warung kopi tertua di Tanjung Pandan, Warung Kopi Ake, didirikan pada tahun 1922. Warung kopi ini sudah berdiri sejak 3 generasi, pertama didirikan oleh kakeknya Pak Ake dengan nama Warkop Senang.

Tampak muka Warung Kopi Ake

Pak Ake, yang punya warung

Sedang bersosialisasi

Pak Ake lagi sibuk meracik kopi
Kalau di daerah Riau, Belitung, Batam, Medan banyak terdapat warung kopi yang menawarkan menu kopi O dan teh O, di Jakarta banyak bertebaran coffee shop trendi yang menawarkan menu kopi berbahasa Italia seperti Espresso dan Cappuccino, dengan interior yang se-comfy mungkin dilengkapi dengan sofa empuk dan fasilitas internet gratis. Di Aceh budaya bersosialisasi di warung kopi adalah budaya yang dianggap serius. "Urusan bisnis sampai politik, semua bisa diselesaikan di kedai kopi," kata seorang kawan yang membawa saya mencicipi kopi Ulee Kareng di salah satu kedai di Banda Aceh. 

Warung kopi memang sudah menjadi bagian dari kebudayaan, bukan sekedar tempat untuk menikmati minuman berwarna hitam dengan aroma khas. Warung kopi, kedai, kopitiam, cafe, apa pun namanya adalah tempat bersosialisasi, tempat  bapak-bapak melobi rekan bisnisnya, tempat ibu-ibu arisan, tempat sepasang muda-mudi memadu kasih, tempat sekumpulan teman bercengkrama, tempat janjian untuk blind date dan bisa dijadikan daya tarik pariwisata suatu daerah juga. 

Rabu, 09 Mei 2012

Biar Miskin Asal Sombong

Kembali ke masa muda saya, ketika masih di bangku SMA. Guru PPKN saya, penampilannya klimis lebih mirip bankir daripada guru sekolah negeri. Beliau pernah berkisah, ayahnya mendambakannya menjadi seorang pengacara tapi beliau bercita-cita mau jadi atlit sepakbola, walaupun akhirnya entah bagaimana bisa jadi guru PPKN. 

Demi cita-cita nya jadi atlit sepakbola, uang les belajar yang diberi ayah nya digunakan untuk bayar latihan sepakbola di Lapangan Banteng. Hingga suatu hari kejahatannya terungkap, ayahnya menangkap basah pak guru saya itu sedang latihan sepakbola di Lapangan Banteng. Serta merta ayah nya menghampiri, menjewer dan menyeret nya di kuping hingga sampai di rumahnya.

Menurut ceritanya, ketika masih mahasiswa hanya dua benda yang di bawa olehnya, beberapa lembar kertas di gulung di saku belakang celana sebelah kiri dan sisir kecil gepeng di saku belakang celana sebelah kanan. Pak Iskandar namanya. 

Pak Iskandar punya suatu aura tertentu yang bisa menyihir murid-murid nya sewaktu dia berbicara di depan kelas. Suatu hari Pak Is - panggilan kesayangan para murid, bercerita tentang peristiwa bom bunuh diri yang dilakukan oleh teroris. Di antara kerumunan orang tiba-tiba bom meledak, darah muncrat kemana-mana, anggota tubuhnya mental - tangan kiri terlempar jauh ke kanan, kaki kanan terbang melayang ke kiri. Kemudian ada anjing datang *kucruk kucruk bunyinya* memungut serpihan jempol kaki nya. Murid-murid pun serempak menyahut, "bokiiiiiiissssss......". 

Yah, begitulah. Setiap cerita Pak Is selalu diakhiri dengan seruan "bokis" dari murid-muridnya. Tapi semua murid satu sekolahan jelas meng-idolakan nya.

Saya selalu ingat pesan Pak Iskandar yang hingga sekarang sudah saya jadikan pedoman hidup. "Biar miskin asal sombong," ucapnya seraya mengeluarkan sisir dari saku belakang celananya dan menyisir rambut belah sampingnya yang sudah rapih.

Motto hidup Biar Miskin Asal Sombong itulah yang berada di balik tindakan saya memajang status di fesbuk sebelum berangkat ke negara Kangguru, "Gimana mau travel light, charger gadget gw aja udah satu tas sendiri." Charger henpon, charger blackberry, charger iPad, charger camera. 

Kamera saya pun baru (sombong abeeeessss), saya beli 4 hari sebelum perjalanan ini. Kamera mungil yang bisa di celup-celup ke air dengan kualitas gambar yang tajam dan warna yang vivid. Dengan percaya diri saya membawa cadangan 2 memory card, masing-masing berkapasitas 8 Giga.

Saya dan kamera baru di Federation Square, diambil oleh kamera Cipu
Karena masih baru, kamera itu belum pernah saya charge sebelumnya. Hingga di hari pertama saya di Australia, di dalam Museum Melbourne baterai kamera itu pun mati total. Rencana perjalanan yang sudah disusun oleh Cipu di pagi hari langsung berantakan karena saya perlu men-charge kamera saya itu, sementara tas kecil yang berisi charger-charger saya tinggal di rumah Cipu. Jadi setelah membeli makan siang di resto jepang langganan Cipu, kita pun kembali ke Jones St.

Sesampainya di tujuan, saya segera mengeluarkan isi tas kecil saya yang berisi charger. Charger Blackberry. Charger henpon. Charger iPad. Adaptor -nya charger kamera. AC cable yang menghubungkan adaptor ke colokan listrik. Hhhmmm... sepertinya kog ada yang kurang yah.

Saya mengamati kembali kamera saya.  Adaptor -nya charger kamera. AC cable yang menghubungkan adaptor ke colokan listrik... ternyata ada yang kurang. Kabel data yang menghubungkan adaptor ke kameranya. D*mn! kenapa kamera sekecil ini mau nge-charge aja komponennya banyak amaaattt.... 

Memang mungkin benar apa kata Chacha adik saya, bahwa saya ini adalah traveler yang dikutuk. Di setiap perjalanan saya pasti ada aja kejadian dodol. Kali ini kedodolan bahkan sudah terjadi di setengah hari pertama saya di Ostrali. *nangis di pojokan*
lagi merenungi nasib di pinggir sungai Yara
Setelah Cipu mengobrak-abrik segala macam charger yang terdapat di rumahnya, dicobain satu-satu ke kamera saya dan tidak ada yang cocok satu pun, akhirnya kita memutuskan untuk membeli charger batere. Sore hari kita pun menyusuri Elizabeth Street, masuk ke dalam sebuah toko kamera yang tampak komplit. Cipu pun meng-amini dengan berkata,"ini toko kamera paling lengkap disini." 

Kita disambut oleh Bapak-bapak Bule yang ramah, "what can I do for you?" Kita pun menjelaskan mau cari charger batere kamera. Dengan sigap diketiknya nomor seri batere kamera ke dalam komputer. Ah, memang nasib saya sedang sial, " this one is the charger for your battery," katanya sembari menunjuk sebaris rangkaian huruf dan nomor-nomor dalam suatu tabel,"but unfortunately this one is very famous item," tabel dengan judul quantity di barisan itu menunjukan angka 0. Nol!. Habis! ga ada stock!

Saya sempat melirik harganya, 70 dollar meeeeen... kalo di Jakarta bisa dapet 4 biji.

Kemudian Bapak itu menawarkan berbagai macam solusi, tapi sayangnya semua itu tidak applicable untuk traveller yang hanya akan ada di kota itu kurang dari seminggu dan menderita penyakit keranjingan foto akut sedemikian sehingga dalam sehari bisa menghasilkan ratusan jepretan. Akhirnya dia merujuk kita ke agen utama merk kamera saya itu, lokasi tidak begitu jauh sih sepertinya.

Belum sampai di tempat yang di rujuk, pas di pojokan saya melihat sebuah toko kamera kecil. Sebenarnya bukan toko kamera sih, lebih tepatnya tempat cetak foto yang menjual aksesoris kamera. Bingo! ternyata tempat itu malah menjual barang yang saya cari-cari. Cuman barang KW yang istilah sono nye generic, tapi harganya juga masih luar binasa, 40 dollar saja - hampir setara dengan 400 rebu rupiah.

Ah kedodolan saya kali ini menguras kocek saya sebanyak 40 dollar. 40 dollar pengeluaran tak terduga, pengeluaran yang ga pernah ada di budget planning saya, 40 dollar yang bisa saya pake buat makan 2 hari di sana.

Tapi kembali ke azas hidup Biar Miskin Asal Sombong, dengan kamera baru dan charger generic seharga 40 dollar saya berhasil menghasilkan 1,300-an foto yang terekam dalam 2 keping memory card.

Minggu, 06 Mei 2012

Temu Blogger, Mizan, M.Assad, dan Pidibaiq

Di suatu sore yang random - mengikuti istilah Justin Bieber yang mendefinisikan suatu negara di Asia Tenggara dengan kata "random", ketika saya sedang berusaha mengusir kantuk dengan menghirup uap kopi ngebul di sebelah saya tiba-tiba lampu notifikasi Blackbery saya nyala kedip-kedip merah. Saya alihkan pandangan dari kotak-kotak Excel yang bikin mata sepet dan meraih gadget yang sudah jadi bagian hidup saya itu, berharap itu adalah komen dari pesbuk atau mention dari twitter.

Ternyata yang masuk adalah satu pesan di G-mail saya, dari Indah Julianti. 
 
Saya mengerenyit, hhhmmm nama yang tidak asing tapi siapa ya? Setelah saya buka e-mailnya, membaca  isinya dan memahami makna pesan yang tersurat di dalamnya, intinya Mba Indah mengajak saya untuk ikut dalam acara sillaturahmi para blogger yang di adakan oleh penerbit Mizan. Sebagai orang dengan kesadaran bergaul tinggi *hueeek* langsung saja saya iyakan segala kesempatan ketemu blogger-blogger lain. Menyusul undangan dari Penerbit Mizan tertangkap di inbox e-mail.

Keesokan hari nya message pesbuk saya tiba-tiba sibuk, ada 3 orang travel blogger lainnya yang ternyata di undang ke acara yang sama. Dilla, Rossa dan Indra Travelhollic Kita berempat pun sibuk menyusun planning untuk datang ke acara itu layaknya traveller yang bikin itinerary buat travelling ke eropa sebulan, padahal yah cuman mau ke Bandung doang sehari. Yah mungkin itu adalah naluri alamiah dari para traveller macam kita *cisss*
 
Singkat cerita, hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. 
 
Sabtu, 7 April 2012. Pukul 6 subuh, saya sudah duduk manis di kantor travel Jakarta - Bandung di daerah Jatiwaringin diantar oleh adik saya, Chacha. Sudah lama rasanya saya tidak naik travel ini, sudah beberapa tahun sejak saya meninggalkan kota dimana saya pernah numpang hidup selama 5 tahun, Bandung. 
 
Travel Jakarta-Bandung macam gini juga baru ada di tahun terakhir saya di Bandung. Setelah Toll Cipularang yang nyaris mirip sama proyek Candi Roro Jonggrang tiba-tiba sudah terbentang, baru mulai marak bermunculan jasa angkutan dengan rute Jakarta-Bandung dan sebaliknya melalui toll cipularang dengan waktu rata-rata hanya 2 jam saja. 

Kalau saya pikir-pikir lagi betapa banyak waktu saya yang terbuang di 4 tahun pertama saya, dimana saat itu transportasi yang umum digunakan adalah kereta dengan waktu tempuh 3,5 - 5 jam tergantung nasib. Kalau menggunakan mobil waktu tempuh nya bisa 3 - 5 jam tergantung kenekatan supir. Jadi kemajuan teknologi dan perkembangan jaman bisa menambah 1 - 2 jam di hidup kita untuk bisa digunakan mengerjakan hal yang lebih berguna selain duduk mati gaya di dalam kereta atau tidur di mobil selama menempuh perjalanan dari Ibu nya kota Indonesia ke Kembang nya kota Indonesia.
 
***
 
"Ke hotel Amarossa ya, Pak. Tapi sebelum nya jemput temen saya dulu di Travel yang depan Ciwalk," saya berujar kepada supir taksi Gemah Ripah. 
 
Karena waktunya yang mepet banget jadi saya dan Rossa - yang janjian ketemuan di kantor Travel di Bandung, terpaksa memutuskan untuk naik taksi saja. Kalau tidak dalam keadaan terpaksa, jangan pernah naik taksi di Bandung kecuali taksi nya warna biru muda. Pertama, si sopir biasanya tidak akan mau pasang argo. Kedua, si sopir biasanya tidak menyalakan AC. Saya berhasil memastikan si sopir pakai argo, tapi tetap harus pasrah menghirup udara apek dan sumpek di dalam mobil. Hanya semilir angin sejuk kota Bandung pagi hari lah yang menyelamatkan hidup saya, kalo enggak saya bisa mati lemas berdua Rossa dalam taksi yang bau kencing kecoak. 

Blogger selanjutnya, yang di angkut di seberang Mall Cihampelas Walk adalah Dilla, kita pernah kopdar sekali nonton wayang. Yah itu semata menandakan bahwa kita ini adalah blogger yang berbudaya, secara kopdar nya nonton wayang gitu loh hahahahaa... Foto-foto yang saya pakai di postingan ini punyanya Dilla, soalnya saya ga bawa kamera karena ngarepin di foto hihihihi...


Di dalam ruang acara, saya, Rossa dan Dilla berusaha menebak-nebak yang mana yang namanya Indra. Kami sempat tertipu foto profil FB nya yang rada botak, jadi yang kami cari spesifik adalah seorang pria muda berpotongan rambut cepak nyaris botak. Ternyata kami terkecoh, Indra muncul memperkenalkan diri dan dia berambut lebat. Mungkin rambutnya sudah tumbuh lagi atau mungkin itu wig, ya kita serahkan saja pada Indra sendiri untuk menjawabnya.

Kalau saya jalan ke luar negeri dan ada segerombol turis yang berisik dan heboh, nyaris bisa di pastikan kalau itu adalah gerombolan orang Indonesia. Tampaknya karakter tersebut tercermin juga didalam diri 4 pelancong asal Indonesia ini, meja kita kayaknya paling ribut diantara meja-meja lain yang di isi oleh para blogger-blogger berkelas dengan perilaku yang shopisticated, yang melemparkan pertanyaan cerdas di sesi tanya jawab dan berdiskusi dengan keseriusan dan kecerdasan tingkat tinggi. Sedangkan kita cuman ribut ga jelas sendiri, kayak anak-anak SD di acara ceramah Isra Mi'raj di musholla sekolah.

Bahkan seusai acara ke-4 traveler ca'ur ini tidak rela berpisah begitu saja tanpa ada dokumentasi. jadilah kita mengadakan sesi Foto Dadakan pakai gaya aneh bin ajaib, di Depan Lift Utama di Lobby Hotel Amarossa. Bo', kurang menarik perhatian apa lagi yaaaaa kitaaaa. 

salah satu foto aneh

Acara pertama temu blogger dengan tema "from blog  to best seller book" ini diisi oleh pengarang buku Notes from Qatar, M. Assad. Disitu dia bercerita gimana dari blog yang awalnya cuman iseng-iseng sampai akhirnya dia compile kemudian di kirimkan ke penerbit-penerbit dan ada salah satu yang tertarik untuk menerbitkannya. 

Setelah  makan siang acara dilanjutkan oleh idola saya, Pidibaiq. Kalau beliau ini kebalikannya, bikin buku dulu baru bikin blog. Walau belum punya satu pun bukunya, tapi saya ini penggemar berat celotehannya yang absurd di timeline twitter. Segala ucapannya adalah pencerahan jiwa *lebaayyy*. Dalam kesempatan ini Presiden The Panas Dalam itu menghimbau agar kita mendobrak segala hal yang berbau teknis dan berhubungan dengan sistematis, beliau bersabda bahwa kreatifitas itu tidak dibatasi oleh teknis. Kalau mau menulis yah tulis lah saja apa yang ada di pikiran tanpa harus terpaku sama batasan-batasan teknis. 

Setelah dibikin terngakak-ngakak oleh Ayah Pidibaiq, peserta dibawa takjub oleh alunan lagu yang dinyanyikannya sambil bermain gitar.  Diantaranya lagu syahdu tentang Kuntilanak dan lagu merdu tentang seekor anjing yang bernama Kucing (eh ato kebalik yah?!)

Saya bersama The Legend @pidibaiq
Saya baru tau kalau mau jadi penulis itu prosesnya hampir mirip sama melamar pekerjaan. Bedanya kalau melamar pekerjaan yang kita sebar di perusahaan-perusahaan adalah CV, kalau mau jadi penulis yang harus kita sebar adalah naskah kita ke penerbit-penerbit. Salah satunya adalah Mizan ini. Caranya? coba di intip di websitenya mizan: www.mizan.com.

Jadi, yang punya cita-cita jadi penulis, sekarang lah saat nya PeDe sama karya sendiri dan mulailah kirim ke penerbit-penerbit. You'll never know if you never try. Hhhmmm kalau saya mungkin mau coba bikin naskah mengenai kehidupan cinta saya yang penuh pengorbanan, pengkhianatan dan derai air mata. Siapa tau buku saya nanti di bikin film nya, diperankan oleh Nikita Willy sebagai saya. Mirip banget kaaaaan? kemudian saya pun bernyanyi ku akan menantiiii meski harus penantian panjaaaang *sambil kibas-kibas poni*

Selasa, 01 Mei 2012

Dua Pria Ajaib

Haiiiii semuaaa.. saya kembali dari musim gugur yang sendu setelah berhasil bertegur sapa secara langsung dengan para kang-guru. Saya juga telah mendaki dua gunung dan telah menyusuri east-coast benua Australia, dengan penuh perjuangan dan peluh berlinang -> Lebay Maksimal

Saya sangat amat beruntung karena begitu banyak teman-teman yang bersedia menyokong saya, menampung, memasak dan memberi makan saya, memanaskan electric blanket untuk saya di dinginnya malam musim gugur, selalu mensupport saya dikala malas mandi dan membantu mengabadikan foto-foto saya. Tanpa mereka, perjalanan ini kayaknya tidak mungkin terlaksana. *terharu* *lapingus* 

Sementara saya sedang berkelana dan menjadi fakir internet yang hanya mengharapkan tumpangan wifi gratisan di suatu rumah orang-orang asik di Jones Street - Melbourne, ternyata ada dua orang pria ajaib yang mem-featured saya di blog mereka. Guys, saya ga tau harus merasa tersanjung atau tersandung, yang jelas setelah kalian mempublish tentang diri ini di blog kalian setiap malam saya selalu dihantui mimpi buruk tentang jodoh saya yang semakin menjauh. 

Di dalam mimpi, saya melihat sesosok bayang-bayang gelap di antara kabut yang tebal berjalan menjauh. Sementara saya terus berteriak memanggil, " jodohkuuuu jangan kau pergi meninggalkan akuuu...," sementara di bekgron samar-samar saya mendengar lagu "jodohku" yang dinyanyikan Anang dan Ashanti berkumandang. Semakin lama bayangan itu semakin jauh meninggalkan saya dan akhirnya menghilang meninggalkan saya lost in the mists.

Sementara itu saya merasa Anang dan Ashanti membisikan sesuatu kepada saya, mengenai terkuaknya aib-aib saya di blog kedua pria ajaib yang saya kenal: Fai dan Cipu.

Di blog nya Fai - yang bernama lelaki aneh, dengan heading baru nya yang super aneh, yang dengan bangga dipamerin sama dia ketika kita kopdar untuk pertama kalinya di PIM semalam sebelum saya berangkat ke ostrali - saya dikecam bergaya amburadul. Apalagi yang bisa lebih aib daripada dibilang "bergaya berantakan" oleh seorang fashion designer sekelas Fai yang karyanya sudah muncul di majalah-majalah ibukota dan sudah menjadi langganan para selebritis papan atas Indonesia.

Kopdar pertama dengan Fai berhasil mencatat rekor waktu pertemuan paling lama, nyaris 7 jam dan sampai berpindah lokasi dua kali. Entah apa aja yang di omongin yah.. pokoknya seru banget walopun ngalor ngidul alias random banget. Kayaknya denger celotehannya Lelaki Aneh itu bisa mencerahkan jiwa yang sedang gundah gulana jyahahaha... *muntah*

Waktu menunjukan hampir pukul 9 malam, saya tiba-tiba teringat harus ke toko buku membeli titipan Cipu buat dibawa ke Ostrali. Dengan sangat berat hati obrolan seru bersama Fai harus di akhiri. Tapi sebelum berakhir ga afdol kalau ga ada dokumentasi nya, ntar pada bilang: NO PIC, HOAX.

Ah.. sialnya batere BB saya habis bis bis, begitu pula dengan BB nya Fai. Kita nyaris putus asa, gimana kita bisa fotoan kalo batere kita habis....? saya dan Fai terduduk lesu memandang meja, ketika tiba-tiba pandangan saya tertumbuk tablet baru saya. AHA! kenapa kita ga foto2 pke tablet aja? dong-dong amat yak. Dan hasilnya adalah... Tadaaaaa.....





Beralih ke Pria Ajaib nomor 2- Cipu, yang dengan cemerlangnya memajang foto saya lagi geret-geret koper di Manly Scenic Walk, diantara para bule yang lagi jogging. Saya jadi merasa semacam orang yang baru diusir dari rumah nya dengan segala gembolan dan jaket di teriknya matahari pinggir pantai. Memang saya sudah curiga ketika disana si Cipu dengan semangatnya foto-fotoin saya dari belakang, ternyata dia punya maksud mau memajang foto aneh itu di  blog nya huhuhuuu....

Padahal saya sendiri pas foto-foto sebisa mungkin nyumput-nyumputin tu koper, di belakang pohon, di antara semak-semak, di tutupin alang-alang - supaya ga keliatan, eh di fotonya cipu malah isinya foto saya & koper itu semua.

Cipu adalah orang yang menjemput saya di bandara Melbourne, berdua dengan housemate nya yang manis, baik hati, ceria, tapi perasaannya sangat sensitif dan mudah tersentuh. Namanya Mba Masni. Saya di sambut oleh pelukan hangat dari keduanya, sehingga sejenak ga berasa dinginnya angin malam Melbourne saat itu.

Di airport, dijemput layaknya orang baru pulang naik haji

 Tidak hanya menyambut dan menjemput saya, Cipu menghadiahi saya sebuah kartu Myki - kartu elektronik yang bisa dipakai untuk naik segala macam transportasi (trem, kereta, bus) di Melbourne selama seminggu. Cipu mengantar saya keliling melbourne, masakin makanan di rumah nya, nraktir Pho di restoran vietnam, ngajak jalan-jalan keliling fishing village bernama Williamstown, menjerumuskan saya ke dalam satu bus penuh anak alay ostrali yang teramat sangat berisik, mengajak saya turun di suatu tempat in the middle of nowhere dan mengakui bahwa kita telah tersesat karena salah naik bus.

Cipu juga lah yang telah mempengaruhi dan menghasut saya untuk pergi ke Blue Mountain, walaupun sebelumnya saya ga ada survei apa-apa mengenai Blue Mountain. Sementara itu Cipu sangat konsisten dengan pendapatnya bahwa Blue Mountain itu bagus bangeeettt dan saya harus kesana. Semua brosur yang saya ambil di pusat informasi, tidak ada satupun yang menuliskan informasi mengenai Blue Mountain. 

Saya ingat pernah baca tentang Blue Mountain itu di Lonely Planet, tapi karena ga niat kesana yang saya ingat hanya " Blue Mountain itu disebut blue mountain karena pegunungan tersebut terlihat biru karena banyak pohon eucalyptus nya". Itu lah satu-satu nya hal yang saya tahu tentang Blue Mountain. Cipu yang saya konfirmasi mengenai hal tersebut hanya berkata, " Hah? emangnya gitu? Yaudah pokoknya Bagusss.. lu pokoknya  harus kesana. disana bagus..."

Cipu pernah ke sana, dan dia bilang bahwa untuk menuju Blue Mountain harus naik kereta. Naik kereta nya sudah oke, masalahnya si Cipu lupa turun nya di stasiun apa. Yak! Saya benar-benar terjerumus ke lubang hitam yang pekat, ga tau harus turun dimana, ga tau disana ada apa aja, ga tau harus ngapain disana.... yang saya tau dari cipu hanyalah bahwa disana BAGUS! 

Singkat cerita, saya sampai juga disana dan beneran sih BAGUS BANGET. Tapi sepagian saya menggigil karena kena hujan rintik-rintik dan angin nya kencang dan dingiiiiiin banget kayak es. Saya sampai harus mengenakan jaket dua lapis, untung saya bawa jaket cadangan di daypack saya. walaupun sudah 2 lapis jaket tetep aja saya bushwalking sambil gemerutukan. Sangking anginnya super dingin, bibir saya pun jadi kering banget, meretak ketika saya berusaha tersenyum ketika mau di foto dan berdarah.  

Yah itulah dua pria ajaib yang saya kenal, Fai dan Cipu. Mereka sama-sama berasal dari Makasar, sama-sama seru, sama-sama rempong, sama-sama cerewet dan dua-dua nya sama-sama orang hebat. Proud to be your friend, guys :*

NB: Cipu & Fai, bayar gw karena telah muji-muji kalian !
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...