Selasa, 24 Mei 2011

Tiga Alay di Singapore

alay #1, alay#2 & alay #3
Pesawat Tiger Airways mendarat dengan mulus dan tepat waktu di Bandara International Changi, Singapore. Itinerary sudah dipersiapkan dengan matang beberapa hari sebelumnya dan sudah di print. Hotel sudah di booking. Pokoknya secara keseluruhan "rasanya" sih persiapan sudah matang.

Kekonyolan pertama sudah mulai terjadi pada saat mau cari alamat hostel kita. Hostel yang kita booking terletak di daerah Little India, menurut website nya kalau mau ke sana kita bisa naik MRT turun di Station Little India atau Fareer park. Tapi jalur MRT nya memutar dan kita harus ketemu interchange 3 kali.

Dengan sok tau nya saya alay #1 ber teori, kita bisa potong jalan dengan cara turun di terminal Lavender dan jalan kaki. Kalau di liat dari peta sih jaraknya sama, antara kita turun di Little India dan di Lavender. bedanya kalau turun di Lavender jalur MRT nya jadi ga muter sehingga waktunya pun lebih singkat.

Permasalahan utama nya adalah: Peta -nya ga di bawa.

Kami, ketiga alay, berbondong-bondong turun di terminal Lavender. Kemudian setelah mondar-mandir ga jelas tanpa peta di sekitar station Lavender (pada saat itu fasilitas roaming blackberry gratisan 3 hari dari provider yang kita gunakan belum berfungsi, jadi agak kebingungan juga download peta) akhirnya diputuskan untuk kembali naik MRT di station Lavender itu dan - kembali ke rencana semula, turun di  Station Little India.

Turun di Little India pun kita masih muter-muter hingga akhirnya menemukan Upper Weld Street, lokasi hostel yang kita booking. Setelah check-in dan menaruh bekpek, kita segera meluncur ke rumah makan India di seberang hostel. Rumah makannya kelihatannya rame, jadi kita memutuskan makan disitu. Soalnya kalo rame kan biasanya enak... betul bukan? 


Eh ternyata disana rame bukan pada makan, tapi rame sama orang-orang India yang pada nonton film India di televisi yang di gantung di tembok Rumah Makan itu. Kita tetap memesan makanan disitu, Nasi Biryani Ayam. Ketika pesanan keluar kita kaget bukan main karena bukan di sajikan di piring melainkan di baki dengan porsi buat makan sekeluarga.
Chicken Biryani di tampah
Dengan perut yang kekenyangan ketiga alay pun melanjutkan perjalanan. Rencana nya sih ke Esplanade, Merlion, kemudian ke Orchard. Tapi tiba-tiba ada perubahan rencana lagi, karena Joko alay #2 (alay yang paling tinggi) pengen ke Clarke Quay. Jadi planning nya pun  berubah menjadi: Esplanade - Merlion - Clarke Quay baru ke Orchard. 

Turun di Station MRT City Hall, Esplanade pun tampak di sebrang jalan. Kita menyebrang melalui underpass. Pas muncul,,,,,,,,,

,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,esplanade masih di seberang jalan.

Ternyata kita salah ambil belokan waktu di bawah underpass tadi. *tepok jidat*. Tapi saya mulai terbiasa dengan petualangan seru kedodolan ini.

Di atas jembatan menuju Merlion Park saya baru sadar kalau ada yang aneh. Patung Merlion nya tidak ada. Apa Patung Merlion sudah dipindah lokasi nya? atau lagi dipinjam? atau Patung nya ketiban duren terus retak jadi lagi di reparasi? ga jelas. Yang kelihatan dari jauh hanya semacam tembok warna merah di tempat yang seharusnya ada Patung Merlion.

Dimana Patung Merlion nya?
Namun sedikit ketidak nyamanan ini tidak membuat kami - ketiga alay, mundur dari rencana awal untuk foto-foto di Merlion Park. Walaupun akhirnya kita malah foto-foto di depan Fullerton One. Karena keasikan foto-foto (diri sendiri, bukan foto-foto view nya), tampaknya  kita kelamaan di Fullerton dan Esplanade.

Jam 8 lewat kita baru berangkat dari daerah itu menuju Clarke Quay. Ternyata di Clarke Quay juga kita keasikan  foto-foto jadi waktu nya kelewatan batas lagi, hingga akhirnya rencana ke Orchard diundur keesokan hari nya. Setelah rencana ke Bugis Junction gagal karena waktu nya terbuang pas kita nyasar cari Hostel, rencana ke Orchard road pun terpaksa di undur ke esokkan hari setelah kita pulang dari Universal Studio Singapore (USS).

Walaupun aktualnya, rencana ke Bugis Junction & Orchard tidak  terlaksana keesokan harinya dan tidak pernah terlaksana karena setelah pulang dari USS ada perubahan rencana lagi,,,,,,,

- ya beginilah kalau 3 alay LABIL bikin itinerary,,, jadinya ya,,,, LABIL -

,,,,,,,, pulang dari USS kita malah survei letak Stasiun Bus Lavender, Stasiun Bus yang menuju Malaka. Kemudian karena kelaparan parah kita  memutuskan kembali ke hostel, makan dan langsung tidur.

Clarke Quay, tempat nongkrong di pinggir sungai

Macem-macem cafe & resto yang hip di dalem Clarke Quay
Di perjalanan pulang ke hostel dari Clarke Quay, I'm craving for Murtabak (martabak telor). Secara penginapan kita itu letaknya di daerah Little India, jadi sebelum masuk ke hostel kita mampir di resto India lagi. Bukan resto India yang banyak bapak-bapak nonton film India dengan sangat menghayati-nya. Resto kali ini namanya Mubarak dan ternyata salah satu staff nya bisa bahasa melayu sedikit-sedikit dan setelah ngobrol-ngobrol ternyata dia pernah ke Jakarta. "Jakarta macet dimana-mana,,,,," katanya, ditambahin juga masalah motor yang kacau.

Rumah Makan India "Mubarak" di Little India

Murtabak daging

Keesokan pagi nya menjelang siang kita berangkat ke Universal Studio, naik MRT dari Little India ke Harbourfront. Dari situ kita nyambung naik Sentosa Express dari lantai 3 Vivo City Mall. Tapi tiba di USS kita harus kecewa lagi karena icon USS - yang bentuknya kayak bola dunia yang ada tulisan UNIVERSAL STUDIO - yang kalau orang ke sana hukumnya wajib foto di depan situ, di tutup juga sama papan.

Akhirnya terpaksa foto di depan papan yang nutupin patung USS-nya

eeeergh,,, ada apa sih ? kemaren ke Merlion, patung nya ditutup papan,,, ke USS patungnya di tutup papan juga. Menyebalkan,,,, saya mulai curiga kalau ada yang ga suka dengan rencana kami - 3 Alay, untuk narsis-narsis-an  sehingga rencana kami itu di sabotase dengan cara nutup-nutupin spot foto wajib turis di Singapore -_-"


Jumat, 20 Mei 2011

Made in China (Shop 'till you drop continued)

Setelah saya baca komen-komen di postingan saya sebelumnya : Shop 'till you drop, ternyata banyak juga nih yang punya bad habit shopping ga terkontrol pas lagi traveling. Jadi makin semangat untuk nulis postingan lain yang berhubungan sama shopping nih. 

Sama seperti penyakit "kaki gatel" saya yang turunan, selama ini saya berpikir kalo penyimpangan perilaku saya yang suka kalap mendadak  ketika shopping adalah genetis juga. Nyokap, kedua adik saya, bahkan bokap punya penyimpangan perilaku yang sama seperti saya. 

Mama Emma- nyokap saya, kalau seminggu ga pergi ke Mall bisa meriang. Adik saya yang pertama, bahkan bisa-bisanya khilaf shopping beli digital camera. Adik saya kedua - yang fans berat Justin Bieber, paling  kalap sama yang namanya sepatu. Karena itulah ketika merencanakan traveling keluarga, Papa Said memutuskan pergi ke Shanghai dan Hongkong. 
Misi Mama Emma saat itu adalah mencari Tas Branded Knock-off (palsu) buatan China. Di Jakarta  sih banyak barang semacam itu, harga nya masih selangit walaupun sudah setengah dari harga barang asli nya. Harga barang Knock-off nya pun bervariasi, berdasarkan kualitas nya. Menurut Mama Emma, yang kualitasnya paling mendekati aslinya di sebut dengan KW Super. Harga nya pun paling mahal. Barang ini rata-rata Made in China.

Ternyata barang tiruan berkualitas mirip aslinya ini sudah agak susah di jual bebas di daerah China sendiri. Menurut Miss. Sunny - guide kita di Shanghai, kalau ketahuan memproduksi barang tiruan bisa di tangkap. Jadi kita di bawa ke tempat khusus penjualan barang-barang knock-off yang tersembunyi. Tempatnya ada di semacam bangunan gedung, sepertinya itu stadium atau theater atau semacamnya. Kita langsung di giring ke lantai dua bangunan, ke sudut yang sangat sepi. Pintu menuju toko nya pun tersamar gitu, kalau sekilas mirip banget sama temboknya. Ternyata toko nya ada di balik tembok. Seru banget, kayak tempat transaksi tersembunyi di film-film mafia gitu.

Yang di pajang di etalase bagian luar ruangan adalah barang-barang tiruan yang kualitasnya lebih rendah. Harganya pun murah sekali. Barang tiruan ini cuman mirip model nya saja, tapi bahan-bahan yang digunakan adalah bahan-bahan yang lebih murah sehingga harga nya pun jauh lebih murah. 

Ketika Miss. Sunny menanyakan tiruan yang kualitasnya bagus, kita diajak masuk lagi ke dalam ruang rahasia di dalam ruang rahasia itu. pokoknya rahasia banget deh.  Nah disitu di pajang, tas- tas LV, Hermes, Dior dan Designer Brand lainnya yang dibuat dengan material yang sama persis dengan aslinya, leather nya asli, jahitannya rapi, bahkan detail-detail sama persis dengan aslinya. Harganya sudah pasti jauh lebih miring. Walaupun kalau di rupiahkan masih ada 7 digit, tapi jauuuuh lebih murah kalau beli KW Super di Jakarta.

Cara membeli nya, kita mengumpulkan tas-tas yang mau kita beli di meja. Kemudian kita tawar bukan per barang, tapi semuanya. Agak seru juga sih nawarnya. Saya dan mbak-mbak penjualnya menghabiskan hampir setengah jam untuk tawar-tawaran, padahal saya sendiri ga beli satu pun. Mama Emma yang sangat bahagia mendapatkan tas LV yang kulitnya bisa berubah warna kalau semakin lama dipakai dengan harga yang miring banget. Saya sendiri kurang ada chemistry sama tas-tas designer brand gitu, jadi buat saya lebih menarik kegiatan tawar-tawaran nya daripada beli tas nya.

Kita menghabiskan setengah hari di Nanjing Road, Shanghai. Daerah ini adalah pusat perbelanjaan tertua di Shanghai. Bangunan-bangunan ini setelah jamannya perang opium adalah British Settlement, lokasi nya tidak jauh dari The Bund. Setelah British tersingkir daerah ini mulai menjadi pusat pertokoan. Di awal abad ke-20 di bangun 8 Department Store pertama di Shanghai. Saat ini menurut info nya Miss. Sunny, terdapat lebih dari 600 toko, department store, restorant dan franchise di jalan dengan panjang kurang lebih 5 Km itu.

Bangunan jaman dulu masih di pertahankan

Suasana Nanjing Road yang selalu ramai pengunjung

Saya sebenarnya bukan orang yang fashionable apalagi fashionista (klo nista doang mungkin iya hehee). Kalau soal berbusana saya lebih suka yang casual-casual aja yang penting nyaman di pakai. Tapi kadang kalau lagi ada rejeki lebih seperti bonus dari kantor atau hibah dari bokap, saya kadang berperilaku normal seperti cewe-cewe sepantaran saya. Saya belanja MANGO, ZARA, Guess dan semacamnya. Tapi kalo dah beli biasanya suka sayang di pakai, jadi lebih sering nongkrong di lemari daripada di badan.


MANGO di Nanjing Road
Di Nanjing Road Shanghai, saya mencoba survei buat bandingin harga. Ternyata memang lebih murah sedikit, tapi karena lagi ada sale "further reduction" harganya jadi jauh bedanya. Jadilah penyakit kalap komplikasi dengan lupa ingatan saya kambuh. Di Hongkong bahkan penyakit saya menjadi semakin kronis. MANGO di Hongkong harga nya jauuuuh sama di Jakarta. Kalau di Jakarta cuman dapet dua lembar baju, di Hongkong dapet seplastik.
 
Saya dan adik saya yang pertama pun kalap di outlet Mango. Kita berdua berlari-lari kecil bolak-balik ruang ganti, sambil kadang membelalakan mata dan senyum-senyum sendiri. Bahagia banget deh pokoknya. Sementara itu adik saya yang bungsu kalap beli sepatu, dia pun sukses memborong 5 pasang sepatu diantaranya Nike & Adidas limited edition. Papa Said juga ga mau ketinggalan, pulang ke tanah air dengan memboyong tas LV yang di beli di outlet LV terbesar se Asia Tenggara yang ada di Hongkong.

Bener kan.... genetis -_-"

mejeng dulu sambil nunggu Papa Said Shopping

Senin, 16 Mei 2011

Shop 'till you drop

Siam Paragon waktu Malam
Jalan-jalan, khususnya buat orang Indonesia, ga akan berasa komplit kalo ga ada acara "shopping"-nya. Pasti ada deh diantara yang baca ini kalo pergi jalan-jalan, pas pulang tas nya beranak. Ya gimana ga mo nambah tas-nya kalo shopping nya bukan sekedar beli untuk diri sendiri, atau sekedar beli satu atau dua cenderamata buat kenang-kenangan..... lah ini sekalian beli oleh-oleh untuk bapak, ibu, kakek, nenek, adik, kakak, sodara-sodara sepupu, temen-temen kantor, tetangga se-kecamatan.

Kalau saya sendiri sih jarang yang sampe tas nya beranak. Bukan apa-apa, masalahnya kalau saya pergi pasti dengan budget terbatas. Malahan kadang ga ada budget buat shopping, apalagi buat beli oleh-oleh sekampung... heheee... Tapi sempet juga sih saya agak khilaf waktu pergi ke Ho Chi Minh - Vietnam. Perginya cuman bawa tas bekpek yang kempes. Pulangnya - Tas bekpek full sampe susah di tutup, malahan saya beli tas lagi buat menampung belanjaan... masalahnya disana tuh barang nya lucu-lucu dan murah-murah. Hihihiiii.....

Waktu ke Bangkok saya sudah antisipasi dengan tidak membawa tas bekpek, melainkan bawa koper. Yang waktu pergi isinya kosong melompong, cuman baju beberapa lembar doang. Jadi emang udah di niatin mau shopping-shopping heheee... tapi budget shopping ini tentunya ga saya masukin di budget keliling-keliling 3 hari di Bangkok. *curang hehee...Lagian juga saya mah ga banyak shopping nya, yang banyak tuh titipan adik & mama saya *denial*

Sengaja saya pilih waktu di Bangkok ada Hari Sabtu & Minggu nya, soalnya pasar Chatucak yang terkenal itu hanya buka pada dua hari tersebut. Setelah siangnya jalan-jalan di sekitar Ratanakosin, malamnya saya menyempatkan diri ke Ladies night market di Patpong. Pasar malem dadakan ini ada di trotoar-trotoar pinggir jalan. Barang-barangnya lucu-lucu; tas, baju-baju sampe pajangan... tapi rame banget, dan jalan nya cuman kayak gang gitu, orang-orang pada berdesakan. Saya jadi ga mood buat belanja, apalagi musti pake nawar-nawar. Akhirnya saya pulang, ga dapet apa-apa. Malahan di sepanjang liat-liat pasar malem itu yang ada malah ditawarin "Show aneh2" -___-" No Thanks deh, ga minat. 

Hari Sabtu pagi-pagi sekali saya berangkat naik MRT ke Chatuchak Market. Modelnya sih mirip Pasar Senen. Dan bukan hanya jual pakaian dan pernak-pernik saja, tapi di pasar ini juga jual hewan peliharaan dan perangkatnya, tumbuh-tumbuhan, benda-benda seni yang harganya selangit, bahan-bahan prakarya dan menjahit... dan entah apa lagi yang ada disana... semuanya tumplek-plek jadi satu pasar.

Pengamen

Chatuchak Market, crowded banget

Kalau yang suka ke ITC, pasti familiar deh sama barang-barang yang dijual disini... yang jenis pakaian; baju, tas, sendal gitu-gitu maksudnya bukan yang hewan peliharaan -_-". Bedanya di Chatuchak harga nya miring banget. Tapi musti di tawar sih. Jangan ragu buat nawar, orang-orang disini tuh ramah-ramah... ga akan marah-marah kalo barang nya ditawar. Ga kayak di vietnam, penjualnya galak-galak hahahaa....

Semakin siang pengunjung semakin banyak dan makin sesak, udara juga makin panas. Akhirnya saya putuskan untuk mengunjungi tempat shopping lain di Bangkok, yaitu daerah Pratunam. Disana ada yang nama Pattinum Fashion Mall, mirip ITC Kuningan gitu sih. Bangunannya dan baju-bajunya juga. Mungkin sumber nya sama kali ya. Tapi disini, ya yang namanya baju butik... lucu-lucu banget sih.. tapi harganya juga agak mahal, diatas seratus ribu rupiah. Karena habis dari Chatucak market yang murah-murah banget, masuk sini terus nanya harga nya diatas seratus ribu buat saya jadi mahaaaallll banget. Hahahaa....

Pratunam
Keluar dari Pattinum Fashion Mall, di emperan malah nemu  banyak barang-barang bagus dan murah. Daerah ini mengingatkan saya dengan pasar Melawai kalo di Jakarta. Karena asik shopping, ga berasa sudah sore dan belum makan. Lihat iklan foodcourt halal di depan Indra Square - bangunan pertokoan yang ada di daerah Pratunam juga, baru inget kalau saya lapar. 

Malamnya saya mampir ke Siam Square. Di daerah ini daerahnya Shopping Mall yang mewah-mewah. Tapi kalau malam di pinggiran jalannya - seberang Mall pas turun dari BTS Siam juga udah keliatan kog,  ada semacam pasar malam dadakan juga. Baju-baju yang dijual disini mirip kayak baju-baju yang ada di online shopping fb gitu. Tau kan? yang kayak baju-baju korea gitu. Di gantungan bajunya juga di cantelin foto-foto baju yang sama kayak foto yang dipajang di fb gitu. Andai saja badan saya langsing seperti model-model korea di foto-foto itu pasti saya akan banyak borong disini.

Pasar malam di Siam Square

Selasa, 10 Mei 2011

Petualangan Tiga Alay

Setelah pengalaman perdana bekpeking ke Singapore tahun 2009 silam, saya kembali lagi. Dulu Marina bay Sands masih dalam tahap konstruksi, sekarang sudah jadi dan ternyata aslinya bagus sekali. Bangunan mewah ini adalah salah satu pusat hiburan orang-orang kaya, di dalamnya ada Casino, hotel, theatre, museum, butik-butik, dan di atapnya yang berbentuk perahu itu ada kolam renang nya. Keren banget kan tuh.

Sekarang sih saya hanya mampu memandang dari kejauhan. Tapi saya yakin suatu saat nanti saya akan nginep di resortnya yang konon rate paling murahnya 3,5 juta - 4 juta  (nanti kalo dah jadi orang kaya maksudnya wkwkwkwk..)

Marina Bay Sands menjelang malam
Sebenernya kalau untuk tujuan berwisata, buat saya Singapura kurang menarik. Soalnya disana yang ada cuman gedung-gedung, mall, cafe-cafe tempat nongkrong.... yang di Jakarta juga ada. Apalagi disana segala serba mahal dan suasananya nya serasa nothing-personal-it's-just-business style. Saya cuman penasaran pengen ke Universal Studio Singapore.

Berangkat hari Jum'at dan pulang hari Senin, hari Sabtu-nya khusus hari bersenang-senang seharian di Universal Studio. Yah walopun sempet basah kuyup kayak ayam kecebur kali tapi overall it was fun. Terus ngapain donk hari Minggu nya? keliling-keliling Singapura mah ga asik and it's so lame. Akhirnya muncul ide untuk PP ke Melaka di malaysia. Emang sih kedengarannya agak nekat. Apalagi perjalanan darat Singapura - Melaka tuh 4 jam, belom termasuk antri di imigrasinya..... tapi hasilnya adalah petualangan yang lumayan seru penuh kedodolan.

Saya menyebut perjalanan kali ini - yang lebih banyak acara foto-foto nya daripada jalan-jalannya- dengan judul "petualangan 3 alay"...... Tunggu postingan nya yaaaaaah.... ;)
AL4y #1

AL4y #2

AL4y #3

Kamis, 05 Mei 2011

Cruising Chao Praya

Agak-agaknya "cruising" sungai mulai jadi rutinitas travelling saya. Berawal dari Cruising sungai Saigon di Vietnam, kemudian Cruising sungai Huang Pu di Shanghai - China, eeeeehhhh... dilalah waktu ke Bangkok kemarin saya juga "cruising"di Chao Praya - sungai paling ngetop di Thailand.

Chao Praya adalah sungai yang terlebar di Thailand dan dekat dengan laut. Jadi di jaman dahulu kala sungai Chao Praya menjadi jalur perdagangan internasional ke negara Siam ini. Saat ini sungai yang terbentang di sisi kota Bangkok ini di jadikan salah satu alternatif transportasi di kota yang macetnya ga jauh beda dari di Jakarta.

Kita bisa naik Express Boat menyusuri sepanjang sungai atau bisa juga kalau cuman mau numpang nyebrang aja. "Cuman nyebrang" itu contohnya seperti waktu saya di Rattanakosin trus mau nyebrang ke Wat Arun. Itu naik Ferry, bayarnya 3 bath sekali jalan. Kita bayar di loket sebelum masuk ke kapal.

Situasi di dalam Kapal Ferry utk nyebrang Chao Praya

Penampakan kapal Ferry untuk nyebrang sungai
Kalau naik Express Boat, bayarnya variatif sih, jarak paling jauh 14 bath. Express boat ini berhenti di tiap dermaga yang jaraknya juga ga jauh-jauh amat. Jadi kita bisa pilih dermaga yang paling dekat atau berada di tempat tujuan kita, setelah itu bisa jalan kaki atau naik tuk-tuk ke lokasi yang kita tuju. seperti waktu saya ke Vimanmek Mansion.  Nah kalau ini kita naik dulu ke kapal, trus nanti ada kenek nya gitu yang keliling minta-minta-in bayaran. kita tinggal sebut dermaga tujuan kita nanti dikasih karcis. yah kayak naik bus kota di Jakarta aja gitu.

Express Boat utk menyusuri sungai, Lebih besaaaaarrrr.... isinya juga lebih banyak
Naik express boat memang ga kena macet, tapi nunggu kapalnya dateng itu agak lama.... kurang lebih setiap 15 menit kapalnya lewat ke tiap dermaga. Kalau ga lagi buru-buru emang enak sih nunggu di dermaga nya juga. Di setiap dermaga ada semacam warung yang jual makanan & minuman. Trus kita juga bisa duduk-duduk sambil liatin burung-burung yang pada menclok atau ikan-ikan sungai yang gemuk-gemuk di bawah dermaga. Bahkan kalau mau ngasih  makan ikan dan burung ada yang jual khusus makanan burung & ikan untuk di kasih ke binatang-binatang itu.

Dermaga Tha Thien di daerah Rattanakosin

Dermaga Thewet di daerah Dusit
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...