Belanda datang ke Sulawesi Utara di abad ke-17, bertemu dengan suku asli disana yang masih hidup di jaman yang kurang lebih sama seperti waktu suku itu pertama datang ke Sulawesi; 3 - 4 abad sebelum masehi. Sementara di abad ke-17 Eropa sudah ada di gerbang era Industrialisasi. Ada perbedaan jaman sekitar 20 abad.
Pada waktu first encounter dengan Belanda itu, suku asli disana adalah orang austronesia yang hidup dengan cara berburu dan mengumpulkan makanan. Mereka berburu dan memakan apa saja hewan yang mereka tangkap - Babi hutan, tikus, kelelawar, anjing. Tapi mereka sudah tidak tinggal di goa, keahlian mereka sudah lumayan advance jadi sudah bisa bikin tempat tinggal permanen, sudah pakai pakaian, punya kepercayaan, kegiatan religius, tari-tarian dan seni.
Suku asli yang berasal dari ras austronesia itu yang kini disebut dengan suku minahasa. Austronesia sendiri saat ini merupakan ras terbanyak yang tinggal di Indonesia. Sedangkan sebagian lagi adalah Melanesian, seperti orang maluku, papua, nusa tenggara.
Ratusan ribu tahun migrasi pre-historic human hidup nya di jalan, ya kalau dari hasil kesimpulan analisa saya yang sering ngawur sih sebenarnya hampir mirip sama kehidupan ibukota sekarang sih. Manusia Pre-historic dan Manusia Urban Modern sama-sama menghabiskan banyak waktu di jalanan demi untuk tetap hidup. Bedanya jaman pre historic mereka menghabiskan waktu di jalan untuk berburu dan mengumpulkan makanan, kalau jaman sekarang kita menghabiskan waktu di jalan menuju kantor, kerja, dapat uang, beli makanan.
Austronesia datang ke wilayah Indonesia pada arus migrasi kedua, ribuan tahun setelah arus migrasi pertama yang membawa Melanesian ke wilayah Indonesia. Pada saat itu migrasi manusia masih terjadi tapi sebagian kelompok mulai memutuskan untuk berhenti berkelana dan memilih menetap bersama tanaman dan hewan ternak yang dirawatnya untuk dimakan. Sebagian masih hidup dengan cara hunting & gathering atau gabungan dari kedua gaya hidup itu.
Dari China ada sekelompok orang yang tinggal dekat laut, punya kemampuan mengarungi lautan dengan perahu - bisa disebut nelayan jaman pre-historic, bermigrasi ke Taiwan, membentuk satu ras bernama Austronesia. Dari Taiwan mulai migrasi besar-besaran Austronesia ke Philippine hingga menyebrang lagi ke Sulawesi, Kalimantan, Jawa.
Sebelum kedatangan Belanda, Austronesia yang migrasi dari pilipina itu hidup damai di pedalaman Sulawesi, tidak tersentuh budaya luar yang terus berkembang. Tidak seperti Jawa dan Sumatera, daerah ini terisolasi, tidak terjangkau arus perdagangan jalur sutra dan tidak terekspos dengan kebudayaan India yang mulai mempengaruhi kebudayaan di Sumatera dan Jawa sejak sekitar awal masehi.
Kepercayaan jaman batu untuk mengubur orang meninggal dalam batu yang disebut Waruga masih dilakukan oleh masyarakat hingga abad 17 itu. Waruga berbentuk batu kotak dengan atap diatasnya, mirip bentuk rumah dengan ukiran-ukiran artistik menghiasinya. Ukiran jumlah manusia yang ada di luar kubur batunya katanya menandakan jumlah orang yang dikubur didalamnya. Ukiran kubur batu juga menandakan profesi orang yang dikubur didalamnya.
Sampai ketika muncul wabah kolera dan tipus, Belanda melarang suku minahasa mengubur di dalam batu karena dianggap jenasah dalam batu itu yang menyebarkan wabah. Padahal penyebaran virus penyakit seperti itu yang membahayakan penduduk lokal di jaman itu biasanya karena dibawa oleh bangsa Eropa. Saya jadi inget buku Gun, Germs and Steel - tiga hal yang membuat Eropa jadi bangsa yang maju dan menghancurkan bangsa-bangsa lain pada jaman itu.
Yang sudah terlanjur dikubur di dalam Waruga juga tulang belulangnya di pindahkan dan dikubur di dalam tanah, jadi Waruga yang saya kunjungi di daerah Airmadidi waktu itu kosong. Belanda juga datang dengan misionaris yang merubah kepercayaan menjadi Kristen, sehingga orang mati kemudian dikubur dalam peti di bawah tanah mengikuti kepercayaan Kristiani.
Kompleks kuburan Megalitikum ini lumayan terawat, tapi sepi seperti….. ya, kuburan. Letaknya menyempil di antara perumahan penduduk yang padat. Sebenarnya tidak jauh dari pusat kota Manado, hanya sekitar setengah jam tapi tidak ada penunjuk dari jalan besar menuju lokasi ini. Bahkan di lokasi nya sendiri sangat minim penjelasan tentang Waruga itu sendiri.
Berbeda dengan kubur batu nya suku Toraja yang juga ada di pedalaman Sulawesi yang hingga sekarang masih ramai dikunjungi karena suku nya sendiri masih menjalani tradisi nenek moyangnya. Jadi tidak hanya kubur batu nya, tapi budaya dan way of life suatu kelompok orang yang berbeda yang membuat orang tertarik - eksotis, katanya. Sementara peninggalan megalitikum Waruga ini hanya merupakan puing dari suku yang kehidupannya sudah move on, yang lagi menunggu untuk diakui eksistensinya oleh Unesco sebagai warisan budaya dunia.
Kompleks kuburan Megalitikum ini lumayan terawat, tapi sepi seperti….. ya, kuburan. Letaknya menyempil di antara perumahan penduduk yang padat. Sebenarnya tidak jauh dari pusat kota Manado, hanya sekitar setengah jam tapi tidak ada penunjuk dari jalan besar menuju lokasi ini. Bahkan di lokasi nya sendiri sangat minim penjelasan tentang Waruga itu sendiri.
Berbeda dengan kubur batu nya suku Toraja yang juga ada di pedalaman Sulawesi yang hingga sekarang masih ramai dikunjungi karena suku nya sendiri masih menjalani tradisi nenek moyangnya. Jadi tidak hanya kubur batu nya, tapi budaya dan way of life suatu kelompok orang yang berbeda yang membuat orang tertarik - eksotis, katanya. Sementara peninggalan megalitikum Waruga ini hanya merupakan puing dari suku yang kehidupannya sudah move on, yang lagi menunggu untuk diakui eksistensinya oleh Unesco sebagai warisan budaya dunia.
Tidak hanya dalam hal agama dan mengubur orang meninggal, kedatangan Belanda saat itu membuat kehidupan suku asli berubah, kebudayaan dan gaya hidup mereka serta merta menyesuaikan diri dengan gaya hidup manusia modern Eropa, meloncat 20 abad. Bahkan di pesta pernikahan Minahasa pengantin menggunakan gaun dress putih seperti budaya eropa dan pria nya menggunakan tuxedo, sekarang hal itu dianggap kebudayaan masyarakat sana. Belanda juga mempengaruhi dari segi bahasa dan makanan seperti cookies dan tart.