Kamis, 22 September 2016

Race Pertama, HM Pertama, Medali Finisher Pertama di Bali Marathon

Sebelumnya saya tidak pernah punya rencana mau lari sampai 20 km, awalnya saya rutin lari supaya fit dan tujuannya untuk mengurangi berat badan berlebih supaya punya stamina yang prima untuk travelling. Saya cuma pingin bisa snorkeling lama dan mengejar ikan nemo tanpa kehabisan nafas atau kecapekan di tengah jalan. Saya juga pingin kuat trekking di alam, manjat-manjat batu, mendaki jalan curam dan berjalan kaki berjam-jam tanpa merasa cepat lelah. Traveling di daerah perkotaan juga perlu stamina kuat untuk banyak jalan, kalau tidak cepat lelah akan semakin banyak tempat yang bisa dikunjungi. 

Sebenarnya saya bisa lari hingga lebih dari 5 km itu tidak sengaja. Selama 1,5 tahun mentok lari paling jauh 5km, pada suatu saat saya merasa masih kuat lanjut. Lanjutlah saya jadi 6 km. Lalu beberapa waktu lagi tiba-tiba saya sudah lari 8 km. Menjelang ulang tahun ke 33 saya punya ide mau genapin jarak lari saya jadi 10km. Lalu seperti yang sudah saya ceritakan di postingan yang lalu, momen spontan mendaftar race Half Marathon. 

Efektifnya saya hanya latihan selama 2 bulan, karena sebulan sebelumnya adalah bulan puasa dan jadwal lari saya acak-acakan. Target saya kali ini pokoknya hanya mau finish 21 km. Dua minggu sebelum race saya trial lari dengan jarak 21 km di jalur Car Free Day, cuma kuat lari sampai 13 km setelah itu kombinasi jalan dan lari. 

Saya beli air mineral ketika 8 km, kemudian beli pocari di 13 km, setelah itu masih beli minum air mineral 1 botol lagi di km 16. Badan saya sudah basah kuyup di km 16, gerah banget rasanya mau lepas baju. Matahari juga mulai panas karena sudah lewat jam 8 pagi. Tapi saya masih terus lari – jalan cepat – lari hingga sampai juga 21 km. Butuh waktu 3 jam 15 menit untuk saya menyelesaikannya di CFD. Konon kata orang-orang jalur di Bali Maraton lebih menantang karena tanjakannya dasyat. 

Punggung dan pundak saya pegal sejak km 16, saya juga bingung, lari kan pakai kaki kenapa pundak yang pegal yah. Mungkin karena gerakan ayunan tangan ketika lari. Kaki saya pegal juga, tapi untungnya tidak ada bagian yang nyeri. Keesokan harinya saya kira jalan bakal jalan seperti robot karena pegal, ternyata enggak loh. Syukurlah. Padahal sudah sedia counterpain di samping tempat tidur. 

Ketika mandi badan saya perih-perih, di punggung, lingkaran dada diatas perut dan bagian perut. Ternyata kulit saya luka lecet dibagian yang bergesekan sama baju. Garis sport bra dan garis karet celana pendek. Ternyata bukan hanya saya, omith dan nico juga mengalami hal sama kalau long run. 

Trial 21 km CFD itu adalah Half Marathon pertama saya seumur hidup. Satu minggu sebelum lomba namanya Taper week, gak ada long run. Jadi siap – tidak siap pas tanggal 28 harus lari 21 km sampai finish. Waktu itu saya mikirnya kalau bisa finish kurang dari 3 jam yang bagus banget kalau tidak ya tidak apa-apa, gak ambisius. 

Hari H, saya bangun jam 2.30 dini hari. Cuci muka, gosok gigi, gak perlu mandi karena nanti kan keringetan lagi, minum milo satu kotak sambil pakai sepatu. Jam 3 tepat sopir taksi yang sudah janjian mau antar saya ke Gianyar telpon mengabari kalau sudah di depan hotel. Saya pun langsung berangkat. 

Hotel saya di Sanur ternyata tidak jauh dari lokasi lomba, tidak sampai 15 menit sudah sampai. Waktu saya tiba di lokasi belum begitu ramai karena bus-bus shuttle belum datang. Saya langsung ke penitipan tas untuk titip tas saya yang berisi baju ganti kemudian antri toilet. Jam 5.00 peserta Full Marathon sudah start. Peserta Half Marathon dipanggil untuk mulai bersiap-siap di garis start, saya santai saja jalan. 

Sampai di garis start kaget banget karena sudah tampak seperti lautan manusia. Karena takut terinjak-injak saya lebih baik di belakang saja. Jam 5.30 start untuk lari Half Marathon. Ketika aba-aba start massa mulai bergerak maju tapi gak bisa lari, karena sesak banget sama manusia. Saya cuma bisa jalan, itu juga nyaris desak-desakan. Beberapa saat baru kerumunan mulai longgar, saya mulai bisa lari dan pelan-pelan mulai melewati pelari yang lebih lambat. 

Saya melihat segerombolan pelari yang sepertinya pacenya sama dengan saya, saya ikut lari dibelakang mereka beberapa waktu tapi kog rasanya terlalu lambat. Saya bergerak maju lagi melewati mereka, setelah lewat water station pertama saya lihat dua orang cewek lari barengan, sepertinya cocok pacenya dengan saya. Saya ikut lari dibelakang mereka, ternyata memang pas, tidak terlalu lambat tapi juga tidak sampai ngos-ngosan. 

Lewat km 6 jalur lari belok ke kiri dan tanjakannya mulai terlihat menukik dasyat. Ketika saya baru belok, pelari full marathon dari Kenya sudah melewati saya padahal buat mereka itu sudah nyaris setengah jalan menuju finish, sementara itu baru sekitar satu jam sejak full maraton (42km) start. Saya tidak sempat lihat muka-muka pelari Kenya itu, hanya merasakan anginnya berhembus di sebelah saya. 

Walaupun tanjakannya minta ampun tapi ketika mulai memasuki kawasan ini mulai menarik karena penduduk di sepanjang jalan menyambut dan memberi semangat. Malahan ada anak-anak yang pakai baju penari Bali. Saya jadi banyak foto-foto. Selain itu pemandangan sekitar juga bagus, larinya di sebelah sawah, terus ada siluet gunung di kejauhan. Indah nian. Sekitar km 9 atau 10 dua cewek yang saya ikutin mulai melambat. Saya juga sudah tidak kuat lari setelah lewat water station di km 9. Orang-orang di depan saya banyak yang minta kantong es ke mobil medic disitu untuk mengompres kaki dan lutut. Saya terpaksa jalan mendaki tanjakan hingga jalan mulai datar dan sudah kuat lari lagi. Dua cewe yang saya ikuti masih jalan ketika saya memutuskan lari lagi. Saya melanjutkan dengan lari-jalan-lari-jalan. 

Sekitar km 16 saya ketemu teman saya, Astrid, sempat ngobrol sambil jalan beberapa saat kemudian saya lanjut lari. Lewat km 19 Astrid mendahului saya, saat itu saya lagi lari tapi tertatih-tatih. Ketika mau sampai di km 20 saya whatsapp Tince untuk mengabari kalau saya sudah dekat, setelah itu saya coba mengerahkan sisa tenaga saya untuk berlari. Headset di telinga yang memutar playlist yang selama ini menemani saya latihan saya lepas. Pokoknya saya hanya terus melangkah menuju gerbang finish. Saya berlari melewati pelari-pelari lain. Mendekati finish gak lupa memutar arah topi saya jadi kalau difoto muka saya terlihat. Saya finish 3 jam 13 menit, sementara teman-teman saya yang lain standarnya bisa finish 2 jam hingga 2,5 jam. Bodo amat, yang penting finishnya tetap bergaya. 


Mendekati garis finish

Finish 


Kamis, 15 September 2016

Menanam Jagung [Failed]

Tidak semua tanaman yang saya coba tanam langsung berhasil. Beberapa ada yang gagal. Ada yang gagal dari sejak ditanam, bijinya tidak berkecambah, seperti biji seledri dan beberapa jenis bunga-bungaan. Ada yang sudah berhasil berkecambah, tapi beberapa hari setelahnya layu sebelum sempat besar, biasanya sih tanaman yang saya sudah tahu tumbuhnya di tempat dingin tapi saya iseng coba-coba tanam karena benih sayur yang saya beli kan paketan, nah di dalam paket itu dicampur juga ada sayuran tempat dingin seperti kol dan brokoli. 

Dalam hal menanam jagung, saya tidak mengira kalau ternyata susah juga. Karena saya lihat orang tanam jagung dimana-mana, kayaknya tinggal lempar biji saja langsung tumbuh. Saya tidak tanam biji jagung langsung di tanah, karena takut bijinya dimakan tikus atau hanyut kena air hujan, jadi awalnya biji jagung saya semai di wadah gelas plastik. Tidak sampai 3 hari semua biji jagung yang saya tanam berkecambah, kemudian gelas-gelas plastik itu saya letakan di tempat yang kena sinar matahari langsung. 

Setelah tanaman jagung di wadah plastik cukup besar, kira-kira umur 6 minggu, dipindahkan ke tanah. Karena kandang tanaman saya tempatnya terbatas jadi tidak bisa tanam banyak. Di Plot Plan bulan agustus, saya memang sudah alokasikan tempat di kandang tanaman untuk jagung, yang ternyata hanya cukup untuk 4 tanaman saja. Yah untuk eksperimen coba-coba 4 juga sudah cukup, kalau ternyata percobaan pertama sukses, berikutnya saya akan cari tempat di kebun papa said yang tidak terpakai untuk tanam lebih banyak jagung.

Beberapa hari setelah dipindahkan ke tanah tanaman-tanaman jagung tersebut menunjukan prospek yang bagus, mereka cepat sekali tumbuh besar dan tinggi. Kurang dari satu bulan jagung-jagung itu tingginya sudah lebih besar dari saya. Keempat jagung yang ditanam di kandang tanaman tingginya tidak sama besar, karena ada tragedi yang terjadi selang 2 minggu sejak jagung-jagung itu saya pindah ke kandang tanaman. Salah satu ayam Papa Said berhasil terbang dan masuk ke kandang tanaman kemudian memporak-porandakan tanaman yang ada disitu, mencerabut kacang panjang, mengoyak-ngoyak pohon terong dan 2 batang tanaman jagung saya patah. Jagung yang patah segera saya ganti dengan cadangan jagung yang masih ada di wadah gelas plastik. 

Bersamaan dengan makin tingginya tanaman jagung, dibagian pucuk tanaman tumbuh bunga serbuk sari yang nantinya akan berjatuhan membuahi bunga betina (putik) yang ada di pangkal-pangkal daun yang kemudian akan tumbuh jadi jagung. Hingga saat itu jagung-jagung saya masih tampak bagus dan sehat. 

Datanglah musim hujan. Tiba-tiba jadi banyak capung berterbangan di kebun, entah darimana. Selain capung, ternyata hujan membuat banyak hewan-hewan kecil yang hidup di tanah jadi segar. Belalang, ulat bulu, lalat, semacam rayap yang hidup ditanah tiba-tiba juga jadi banyak. Tadinya saya senang ketika musim hujan datang, karena itu artinya mengurangi pekerjaan saya menyiram tanaman. Ternyata itu mimpi buruk.

Hujan dan kurang sinar matahari mengakibatkan tanaman terong saya kena penyakit sehingga daun-daunnya membusuk, saya terpaksa mencabutnya. Black aphids (kutu) kembali menyerang tanaman kacang panjang yang saya tanam dekat tanaman jagung mengikuti prinsip three sisters. Bunga-bunga marigold yang ditanam sebagai companion planting jadi berantakan dan lusuh karena terus-terusan tergenang air. Tanah di kebun saya memang masih dominan tanah merah, jadi kalau hujan terus-terusan jadi jenuh dan air akan menggenang. Yang paling parah adalah, pasukan belalang memakan daun bunga matahari dan daun jagung.

Daun tanaman jagung jadi compang-camping karena gigitan belalang-belalang ganas. Saat itu mulai terlihat ada bongkol yang tumbuh di ketiak daun. Ternyata hujan juga mengakibatkan serbuk sari yang ada di puncak tanaman jadi lengket sehingga tidak bisa menyerbuki putik dengan sempurna. Ketika saya petik jagung di bulan Mei, ukurannya kecil dan biji-biji jagungnya tidak rapi tumbuhnya. Tapi ketika dimakan rasanya manis sekali.

Tanaman jagung usia 2 bulan

Bongkol jagung yang masih kecil, tanaman jagungnya juga sebagai penyangga kacang panjang disebelahnya

Tanaman jagung adalah tanaman monokotil yang mati setelah berbuah, batangnya lambat laun akan berubah warna jadi coklat dan mengering. 2 tanaman jagung yang ditanam belakangan sebagai pengganti jagung yang dirusak ayam bahkan tidak sempat berbuah sempurna, ada bongkol tapi masih kecil sekali, tapi karena umurnya sudah lebih dari 3 bulan tetap mati. 

Karena akhir-akhir ini sudah tidak terlalu sering hujan saya akan coba lagi tanam jagung. Mudah-mudahan kali ini berhasil. Oia, sekarang saya akan sering share di instastory perkembangan tanaman -tanaman yang saya tanam, follow IG @milasaid yah. 


Minggu, 04 September 2016

Birthday Trip

Kalau mau jujur saya adalah orang yang lost in life, alias nyasar di dalam ruang waktu kehidupan ini. Kalau ditanya apa yang saya lihat dalam hidup saya 5 tahun ke depan, atau bahkan satu tahun ke depan, jawabannya : saya gak tau. Yang saya tahu pokoknya sekarang hanya ingin membuat setiap tahun yang saya jalani memorable, wherever it may leads.

Dipostingan sebelumnya saya sempat bilang awal saya mulai semua ini dan pada akhirnya bikin saya sadar bahwa hal yang terpenting dalam hidup adalah menikmati dan mensyukuri apa yang kita punya sekarang. Kita gak akan pernah bisa kabur dari rasa sedih atau kecewa atau emosi negatif lainnya, tapi selama kita masih bisa bahagia dan tertawa, just do it. Habisin kuota kita untuk bahagia hari ini juga karena gak bisa di akumulasi buat besok-besok.

Karena itu saya ingin selalu melakukan hal yang belum pernah saya lakukan, yang membuat saya selalu mengingat saat itu dan ketika mengingatnya saya akan berpikir: "wooww.. gw ga nyangka gw bakal ngelakuin hal itu." Backpacking solo, cari komodo, mendaki Rinjani, melintas batas negara ke Timor Leste adalah beberapa hal yang memorable buat saya karena butuh kekuatan to push my self off my limit untuk melakukan semua itu. Tahun ini saya coba untuk ikut race half marathon pertama dalam hidup saya, kebetulan waktunya bertepatan dengan ulang tahun.

Awalnya saya daftar race bareng sama Nico, tapi di akhir-akhir Nico malah tidak jadi berangkat. Justru di saat-saat terakhir salah satu teman yang saya kenal dari Plurk dan blog, Mita atau yang lebih dikenal dengan Omith, malah memutuskan mau ikut race. Omith tergolong hebat banget sih, saya salut. Buat dia hanya butuh waktu kurang dari 3 bulan untuk persiapan half marathon, sementara saya butuh waktu lebih dari 3 tahun hingga akhirnya memberanikan diri untuk lari sejauh 21 km. 

Ya tapi kalau bukan gara-gara dijerumusin nico sih kayaknya saya sampai sekarang juga belum akan pernah ikut race dan belum akan sampai lari lebih dari 10 km. Martin yang selalu kompetitifan sama Nico juga ikut Bali Marathon, dia ambil Full Marathon dan berhasil finish. Salut juga sih saya, karena medannya itu berbukit-bukit, saya aja yang cuma lari jarak setengahnya sempat menyesal di tengah jalan. Soal lari nanti saya ceritakan komplit di postingan khusus ya.

Liburan yang bertepatan dengan ulang tahun kemarin tidak hanya khusus untuk lari, saya juga sempat main-main di pantai sanur sama Tince, yang pernah jadi partner jalan-jalan ke Dieng cari innerpeace waktu itu. Sebelum acara race saya sudah di Bali. Hari Jum'at saya, Omith dan satu kawannya ambil race pack ke Westin Resort di Nusa Dua. Malamnya saya, Omith, Tince dan Rio makan di Massimo Pizza di Jl. Danau Tamblingan, Sanur. 

ambil race pack
Sebenarnya saya tidak sengaja menemukan resto itu. Malam sebelumnya lewat situ lihat antrian orang beli gellato ramai di depannya, lalu saya tergiur sama wangi pizza yang lagi dipanggang di dapur yang letaknya juga di depan restoran itu. Keesokan harinya saya ajak kawan-kawan saya makan pizza disitu. Baru tahu setelah posting di socmed ada beberapa kawan saya yang komen, ternyata Massimo Pizza itu terkenal banget, terutama Gellato-nya. Tapi makanannya yang lain juga enak semua. Saya suka.

Waktu kita lagi order Omith sempat menyinggung-nyinggung soal ulang tahun, mba-mba yang catat orderan kita dengar dan sempat tanya siapa yang ulang tahun terus semuanya nunjuk saya. Waktu itu mba nya kesannya cool aja. 

Selanjutnya kami makan seperti biasa, dapat starter gorengan bentuk bola yang kenyal seperti cilok rasa keju yang digoreng. Pizza yang kami pesan, dipesan oleh Tince yang doyan banget sama quatro-apalah-pizza-cuma-dia-yang-bisa-ngomongnya-karena-pernah-lama-tinggal-di-Itali, pokoknya artinya pizza yang toppingnya 4 macam keju. Pizza nya enak, crustnya tipis tapi gak keras, gurih dan pinggirnya renyah. Selain itu Tince juga pesan calamari, sementara saya dan Omith yang lagi carbo loading pesan pasta bollognaise juga. Bollognaisenya enak, dagingnya banyak dan saus tomatnya ada chunks tomatnya. 

Selesai makan saya minta bill, tapi lama banget keluarnya. Kawan saya mulai gelisah pingin cepat-cepat pulang. Saya panggil lagi salah satu waiter untuk minta bill, kemudian muncul billnya dan saya langsung kasih kartu kredit. Tapi masih lama lagi diprosesnya sampai kawan saya hampir cek ke kasir. Tiba-tiba lampu padam satu per satu dan suasana jadi gelap. Para pengunjung yang lagi makan langsung berhenti dan suasana jadi sepi. Sepi dan gelap. Kami semeja juga sempat bingung dan mikir kalau mati lampu. 

Tiba-tiba mba-mba waiters yang ada disitu pada nyanyi lagu Happy Birthday. Dari dalam dapur muncul mba yang catet orderan kami membawa mangkok kecil yang atasnya ada payung kecil dan lilin. Mba itu jalan menjauh dari meja kami, jadi saya juga sempat cari-cari siapa yang ulang tahun. Ternyata setelah berputar mba-nya menghampiri saya dan meletakan mangkok kecil berisi 4 scoop gelato di depan saya. Sementara waiters yang lain tiba-tiba mendekat dan mengerubungi, muka saya langsung panas rasanya. Terharu banget. Ini salah satu momen ulang tahun yang gak akan saya lupa, mengejutkan soalnya.

surprise dari mba Massimo Pizza yang cukup bikin kaget
Satu hari sebelum race saya sempat pemanasan morning run di pantai Sanur, ditemani Tince. Terus kami berdua menyaksikan matahari terbit dan berenang-renang di pantai Sudamala, Sanur. Bagian pantai yang ini cenderung lebih sepi, jadi lebih enak untuk leyeh-leyeh. Waktu lagi berenang saya tiba-tiba teringat kamera underwater saya yang rusak, "coba kamera gw gak rusak, asik nih bisa foto-foto." kata saya ke Tince.

Tiba-tiba tince terpaku, kemudian mukanya seperti mengingat sesuatu,"eh kamera gw kan bisa dipake underwater."

Yihaaa... kami pun sukses foto-foto gaya model, gaya mengapung dan gaya duyung.

nunggu sunrise di Pantai Sudamala, Sanur sama Tince
Setelah race, saya dan Tince kembali ke Sanur untuk jalan-jalan, kali ini ke kawasan Pantai Sindhu yang lagi ramai karena ada acara Sanur Festival. Saya sempat tidur siang sebentar karena di hari itu bangun jam 2 pagi untuk siap-siap race. Bangun tidur siang saya kelaparan, baru ingat kalau sebelum dan sesudah race hanya makan roti sobek sari roti dan minum susu kotak. Saya dan Tince makan seafood di Pantai Sindhu, ikan dan cumi bakar yang enak banget mungkin karena ada faktor kelaperan. 

Setelah itu kami berdua duduk-duduk santai di tempat nongkrong lucu disitu, namanya Sanur Beach Groove, semacam food court tapi ada area berumput yang bisa dipakai duduk-duduk ala piknik. Tince beli dessert brownies yang diatasnya ada es krim vanila yang dikasih hiasan bunga-bunga mungil lucu warna biru. Malamnya kami sempat lihat pawai ogoh-ogoh dalam rangka penutupan Sanur Festival.

Ala Piknik di rumput sore-sore di Sanur Beach Groove

Rencana saya untuk liburan kali ini selain ikut Bali Marathon, saya juga pingin ke Nusa Penida lihat Angel's Billabong yang lagi trend di Instagram. Billabong itu adalah ujung dari sungai yang bertemu lautan, bisa dibilang jalan buntu nya sungai - the end of the road. Ternyata the end of the road gak mesti sendu dan sedih kayak lagunya boys II men (ketauan umur udah tua deh), jalan buntu yang ini cantik sekali. Nanti saya juga akan posting khusus tentang Nusa Penida. 

Karena tidak bisa nyetir motor sendiri jadi saya sewa ojek disana. Bli ojek, kita sebut saja namanya I Wayan Berto. Mas Berto itu sebenarnya nama yang diberikan oleh Tince ketika lihat foto selfie saya berdua dia, Mas berto = mas mas bertato. Mukanya memang tampak garang tapi orangnya periang, insiatifnya untuk jadi fotografer dan pengarah gaya tinggi banget. Waktu lagi foto saya di Bukit Kelingking tiba-tiba dia tanya, "Mba, ada keturunan Itali ya?" 

ehem.. ehem.. saya langsung keselek, untung gak kepleset dari atas tebing. Langsung ingat kejadian 3 hari sebelumnya, pasti gara-gara abis makan pizza topping 4 keju sama pasta langsung terlihat aura-aura Italia.

Angel's Billabong, Billabong itu ujung sungai yang ketemu laut, Angel-nya yang baju biru

Fotografer dan pengarah gaya saya di nusa penida, I Wayan Berto
Rejeki anak soleh yang lagi ulang tahun, hari terakhir di Bali saya ditraktir Mak Beng dan diantar sampai ke airport. Pas banget, memang di hari sebelumnya saya sempat kepikiran kepingin makan Mak Beng lagi sebelum pulang karena suka banget sama sup ikannya. Waktu itu dibilang mau diajak makan di tempat yang banyak didatengin artis, emosi saya standar-standar aja. Tapi ketika mobil belok ke arah mak beng saya langsung senang, yaayyy.... emang kalo rejeki gak akan kemana-mana. 

Mak Beng..paforit pisan..slurup

Akhir kata, wabillahi taufiq wal hidayah, travel live light, don't overthink because it's not worth the time you wasted, run, make art, create, swim in the ocean, swim in the rain, makes mistakes, learn, love fiercely, forgive quickly, let go of what doesn't make you happy, grow. 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...