Jumat, 28 Desember 2012

Monkey Forest Ubud

Menurut kepercayaan Hindu, monyet adalah salah satu hewan yang di hormati karena dipercaya bisa menjaga Pura dari kekuatan jahat. Karena itu di beberapa Pura besar di Bali banyak terdapat monyet-monyet yang tinggal di sekitarnya. Monyet di Monkey Forest Ubud juga gitu, mereka menjaga Pura Dalem Agung Padangtegal yang terdapat di sini.

Mahluk-mahluk kecil ini memang relatif lebih pintar dibanding hewan-hewan lain, tapi sifat usil nya memang suka kadang nyebelin. Kawan saya Dayu Ary bilang, konon kelakuan monyet ke seseorang itu merupakan cerminan dari kelakuan orang tersebut. Dayu cerita dia pernah lihat ada monyet usil yang mengambil dompet orang, membukanya, kemudian melempar-lempar lembaran uang seratus ribuan yang ada di dalamnya sampai bertebaran dimana-mana. "Ya, kira-kira aja deh apa yang dilakukan orang itu di kehidupan aslinya,"kata Dayu.

Waktu saya kayaking di Krabi, saya lihat monyet Thailand meluncur dari pepohonan yang menggantung di sisi Lagoon menuju Kayak turis asing, menukik tajam dan dengan lincah melompat kembali memanjat tebing dalam sekejap mata. Ketika monyet itu duduk di atas tebing baru kelihatan apa yang dia ambil dari Kayak turis asing itu - sebotol Coca Cola. Dengan santai nya si monyet itu membuka tutup botol nya kemudian menenggak isinya hingga tandas. Spontan semua turis di dalam lagoon yang menyaksikan peristiwa itu tertawa terbahak-bahak.

Figur monyet sebagai superhero juga muncul dalam cerita legenda Hindu Ramayana bernama Hanoman. Waktu Shinta diculik Rahwana, Hanoman dan pasukan monyetnya membantu Rama menyerang kerajaan Rahwana dan membebaskan Shinta. Tapi tetep walaupun heroik, sifatnya kayak monyet gitu - pecicilan dan usil. 

Monyet-monyet di Monkey Forest Ubud ini banyak banget, kayaknya seumur hidup baru kali ini saya lihat monyet sebanyak itu. Beberapa lagi berkejaran di atas dahan-dahan pohon, sebagian hanya duduk di atas tembok menyaksikan turis-turis yang lalu lalang, ada juga yang berusaha menarik perhatian turis yang bawa pisang berharap di kasih.

Entrance Monkey Forest Ubud

Main di pohon

Diantara monyet-monyet

Liat yang tengah lagi pura-pura pingsan, minta pisang

Sarapan

Suasananya adem & rustic, pantesan aja monyet2 betah

Diantara Patung monyet

Pura dalem Agung Padangtegal
Nah klo pasangan ini ga tau deh beli k*nd*m dimana :')))

Minggu, 23 Desember 2012

Pencarian Innerpeace Berlanjut

Adakalanya suatu rencana perjalanan yang dirancang sangat mulia dan spektakuler harus bisa diterima dengan lapang dada sebagai perjalanan yang biasa (pake) aja. Ketika merencanakan trip pencarian innerpeace kali ini tema yang diusung oleh saya dan Chacha adalah "Sunrise di Borobudur, Sunset di Ratu Boko".

Kenyataan tak seindah untaian judul dari tema pencarian innerpeace kita, kurang riset menyebabkan kita melewatkan sunrise di Borobudur dan salah perhitungan musim membuat kita tidak berhasil menyaksikan sunset di Ratu Boko karena terlalu mendung. 

Setelah Bali, lokasi pencarian innerpeace yang kita pilih selanjutnya adalah diantara bangunan batu megah berumur ratusan tahun yang diciptakan atas dasar spiritualisme. Untuk itulah kita bertolak ke Jogjakarta, satu hari penuh kita rencanakan untuk mengunjungi candi-candi yang ada di sekitar daerah istimewa tersebut. 


Jum'at sore, pulang kantor, saya dan Chacha berdiri di pinggir trotoar dengan kemeja batik dan tas backpack, menunggu taksi. Hujan baru selesai mengguyur Jakarta, yang membut kita terancam bakal sulit dapat taksi. Awan hitam masih menggelayut pekat di langit jam 5 itu, semakin membuat perasaan was-was ketika 15 menit berlalu tapi kita belum juga mendapatkan taksi. Tiba-tiba sebuah taksi warna putih Express melipir dihadapan kita.

"Ke Stasiun Gambir, Pak," Kata Chacha ke supir taksi waktu itu, seorang pria paruh baya berpostur kecil yang kemudian berusaha menjalin sebuah percapakan ke saya dan Chacha yang kemudian gagal dan mengering.

Sebenarnya di lubuk sanubari saya yang paling dalam yang terbiasa jalan-jalan dengan budget ketat merasa kurang puas dengan biaya yang harus saya keluarkan untuk sebuah tiket Argo Lawu sebesar 375 ribu rupiah. Tapi karena sekarang kereta Bisnis sudah tidak bisa naik dari Jatinegara dan harus dari stasiun Senen, terpaksa kita beli kereta eksekutif yang naik dari stasiun Gambir. Kita khawatir ga akan survive di Stasiun Senen di jam pulang kantor akhir minggu.

Sebelum pukul 5 subuh saya dan Chacha sudah tiba di stasiun Tugu Jogjakarta, sempat gosok gigi, bedakan, ngopi baru kita keluar stasiun menyusuri jalan Malioboro dengan tujuan sarapan pecel di depan pasar Beringharjo. Ternyata kita sampai disana masih sepi, para pedagang baru mulai siap-siap merapikan dagangannya jadi kita menunggu sambil duduk memandang jalan Malioboro yang masih sepi pagi itu.
Pagi-pagi di Malioboro, belom mandi seharian
Jogja dan wisata kuliner nya memang selalu menjadi bencana bagi para insan yang berdiet, termasuk saya. Demi trip ini terpaksa niat diet saya ditangguhkan dulu untuk sementara dan entah kapan mulainya. Hari pertama di kota gudeg ini, masih pakai kostum kantoran dan terakhir mandi adalah pagi hari kemarinnya, saya telah melahap pecel berkembang turi dengan side dish nya yang melipah ruah dihadapan saya. Saya pun kalap mengunyah tempe goreng, telur puyuh dan udang.

Sebut saya ketinggalan jaman, tapi waktu saya ke Jogja kemarin itu pertama kali saya makan hidangan yang bernama Brongkos dan ternyata enak banget. Brongkos yang saya cicipi di Warung Handayani Alkid, info yang saya dapat dari follow akun twitter nya mas arie parikesit. Pertama kali juga saya makan yang namanya oseng-oseng mercon yang bikin belingsatan kalang kabut kepedesan sampai nangis-nangis kayak ditabokin preman pasar. Bibir rasanya kebal dan kuping terasa budeg, sangking pedesnya. Tapi dengan penuh susah payah habis juga.

Pecel di depan Pasar Beringharjo

Nasi Brongkos, modelnya begini

Ekspresi makan oseng-oseng mercon, diambil secara candid oleh Chacha -_-"

Di depan saya seorang pria kekar, tinggi dan besar. Berkulit gelap, mengenakan kaos hitam, pokoknya sekilas ngeri deh penampakannya. Gahar. Eh pas makan oseng-oseng mercon itu, ga lama dia bercucuran air mata dan megap-megap. Tissue berantakan dihadapannya. Tapi dia tetap meneruskan makannya, walaupun setiap suapan nasi dan oseng-oseng diselingi sama isapan rokok kretek. Dashyat.

Keseruan yang lain di trip ini adalah saya akhirnya bertemu sama Anno dan Morishige, salah dua dari tukang blusuk favorit saya yang tinggal di jogja. Anno yang punya blog teamtouring.net, suka ga jelas naik motor menyasarkan diri ke tempat-tempat keren dan eksotis yang jarang dijamah manusia dan bikin ngiri setengah mampus. Morishige bernama asli Fuji, sang jejaka petualang dari morishige.wordpress.com yang tulisannya berkesan pemikir serius yang puitis dan filosofis padahal aslinya humoris. Lucunya walaupun tinggal satu kota dan kuliah di universitas yang sama mereka baru kali itu juga ketemuan.

Awalnya kita janjian di Km Nol, malem minggu jam 8. Tapi cuaca tidak kondusif saat itu, hujan mengguyur Jogja sejak sore hari hingga tempat janjian terpaksa pindah ke Angkringan Wijilan. Saya dan Chacha tiba lebih dulu di lokasi naik becak dari Malioboro. Untuk memastikan saya ada di tempat yang benar dan ga nyasar (si anno tau banget nih kelemahan saya yang satu ini), Anno minta di bbm foto lokasinya hadeeeeh. Tak lama Anno muncul, di susul oleh Morishige. Kita ngobrol hingga dini hari dan membuat saya rindu masa muda huhuhuuu...hiks!

Foto yang meyakinkan anno klo saya ada di tempat yang benar (1)

Foto yang meyakinkan anno klo saya ada di tempat yang benar (2)

Yah.. jadi begitulah kisah pencarian innerpeace episode kali ini yang terpaksa harus menemui kegagalan dalam mengusung tema awal, tapi tetap seru karena didukung oleh makanan enak dan kawan-kawan yang asik.

Morishige, saya dan Anno

Next from ceritanyamila di Jogja, trip seharian keliling candi ;)

Rabu, 12 Desember 2012

Tampaksiring - Gunung Kawi dan Tirta Empul

Kurang dari satu jam dari daerah Ubud, menyusuri jalan pegunungan yang rimbun dan sejuk diselingi dengan pemandangan hamparan sawah di kiri-kanan ada suatu daerah bernama Tampaksiring. Tidak seperti di daerah pantai-pantai Bali yang padat turis, daerah ini relatif sepi turis tapi ada 2 tempat menarik yang bisa dikunjungi: Pura Gunung Kawi dan tempat pemandian Tirta Empul.

Asal kata dari nama Tampaksiring pun memiliki legendanya sendiri. Jadi ceritanya ada seorang raja yang sakti tapi sifatnya jelek banget, sangking sombongnya dia menganggap dirinya dewa dan menyuruh rakyatnya untuk menyembah dirinya. Batara Indra (dewa yang asli) pun marah dan mengirim balatentara untuk menangkap dan menghukumnya. Untuk mengelabui balatentara itu sang Raja jalan dengan cara memiringkan telapak kakinya, nah jadilah daerah itu dinamakan Tampaksiring yang artinya telapak yang miring.

Sudah capek-capek jalan miring-miring, tetap saja sang Raja tertangkap. Karena sebel, sang Raja jahat itu menciptakan mata air beracun dan berhasil meracuni sebagian balatentara. Untuk menolong anak buahnya Batara Indra menciptakan mata air yang bisa menawar racun itu, yang kemudian terkenal dengan nama Tirta Empul. Hingga sekarang air yang berasal dari mata air ini dipercaya bisa menyembuhkan segala macam penyakit fisik dan penyakit hati juga. Bahkan menurut bapak tua yang berprofesi sebagai tukang foto instant untuk para turis yang berkunjung ke Tirta Empul merangkap guide, air ini bisa menghilangkan pengaruh sihir jahat (black magic).

Hingga saat ini sumber mata air Tirta Empul masih digunakan, bahkan dibangun sebuah tempat pemandian yang bagus banget. Di tempat pemandian Tirta Empul ada 3 buah kolam, 1 yang besar dan 2 yang kecil. Ada beberapa pancuran di sisi kolam berderet mengucurkan air langsung dari sumber mata airnya. Cara mandi di pancuran nya harus berurutan mulai dari pancuran di kolam besar yang paling kiri, terus ke kanan. Tapi tidak semua, ada beberapa pancuran yang musti di lewati.

Kolam pemandian pertama, yang paling besar

deretan pancuran

Pemandian Tirta Empul

Masih di daerah Tampaksiring ada kompleks pura yang dibangun untuk menghormati Raja Bali bernama Anak Wungsu yang memerintah di abad ke-10. Anak Wungsu adalah putra paling  kecil dari Raja Udayana. Kakak laki-lakinya yang satu adalah Airlangga, yang kemudian menaklukan daerah Jawa Timur dan membangun kerajaannya sendiri. Kakak laki-lakinya satu lagi bernama Dharmawangsa, yang sempat melanjutkan ayahnya memerintah selama beberapa tahun sebelum digantikan oleh Anak Wungsu.

Kompleks ini dinamakan Gunung Kawi. Untuk mencapai nya kita harus mengenakan kain panjang (kalau lagi pakai baju pendek) dan tali pinggangnya yang dipinjamkan di pintu masuk, menelusuri ratusan anak tangga yang terbentang di antara sawah dan kios-kios yang menjual cinderamata diiringi seruan ibu-ibu yang sedang merajut memanggil kita untuk mengunjungi kiosnya dan memercikan air suci yang disediakan di depan gerbang kompleks sebelum memasukinya ke diri kita.

Di sebelah kanan pintu masuk, terdapat 4 buah ukiran candi, tampak belum selesai dikerjakan. Pura nya sendiri terletak di seberang sungai, melewati jembatan dari pintu masuk kompleks. Sungai ini katanya mengalir dari sumber mata air Tirta Empul. Masuk ke dalam Pura nya ada gua-gua untuk meditasi, semuanya dari batu. 5 buah candi lagi terdapat di sebelah Pura itu, konon salah satu nya dipersembahkan untuk Raja Anak Wungsu dan yang lainnya adalah untuk keluarganya. Katanya ada satu lagi candi yang terletak agak jauh, melewati sawah-sawah tapi saya tidak ketemu candi yang itu.

Suasana disini terasa banget damai, tenang, sejuk diantara bangunan batu berwarna abu-abu yang usianya berabad-abad dan bentangan sawah berwarna hijau. Salah satu tempat yang tepat untuk menemukan innerpeace.

Empat buah ukiran Candi yang terletak di sebelah pintu masuk

Gerbang Pura

Gua Meditasi

Pancuran air di tempat pertapaan

Semuanya dari Batu

5 Candi yang dipersembahkan untuk Raja Anak Wungsu dan keluarganya
 

Sabtu, 01 Desember 2012

How I Met Leni

Menjelang keberangkatan saya ke benua kangguru, saya memberi kabar ke teman saya yang sudah beberapa tahun ini tinggal di Melbourne. Setelah selesai S1 arsitektur di salah satu universitas di Bandung, dia melanjutkan studi ke Melbourne dan bekerja di sana hingga sekarang. Namanya Diena.

Sekitar jam 5 sore waktu Melbourne saya tiba di stasiun Southern Cross sesuai instruksi dari Diena bahwa akan ada housemate nya yang menjemput saya, namanya Leni. Sementara Diena pulang dari kantor jam 5 akan langsung menuju apartment-nya dan nanti kita bertemu disana. Tak lupa Diena juga meng-sms nomor handphone Leni supaya kita mudah berhubungan.

Pernah ga sih kalian ketemu orang yang belum kenal, yang menjemput di stasiun, kemudian mengajak minum kopi di café, membelikan buah anggur yang katanya enak banget, dan masakin makan malam bulgogi di apartmentnya. Pastinya langka banget ada mahluk begini yang hidup didunia dan itulah Leni.

Saya janjian sama Leni di depan Hungry Jack di stasiun Southern Cross. Hungry Jack adalah restoran fast food yang logonya, menunya dan rasanya sama persis seperti Burger King. Di Australia namanya beda karena ceritanya waktu Burger King dulunya mau buka franchise di Australia ternyata sudah ada restoran di Adelaide yang namanya Burger King, akhirnya untuk franchise Burger King yang ada di Australia khusus namanya jadi Hungry Jack.

Ternyata stasiun itu luas sekali dan ada dua restoran fastfood itu di satu stasiun ini, jadi saya dan Leni saling tunggu-tungguan di depan Hungry Jack yang berbeda. Setelah bolak balik telepon-teleponan akhirnya kita ketemu di depan kios toko bunga di depan pintu masuk stasiun. Dari jauh sudah kelihatan perempuan mungil yang lincah ini melambai-lambai dengan cengiran lebar.

"Kalo toko bunga aku pasti tau, soalnya aku part time di flower shop," celotehnya dengan ceria sambil membawa saya ke cafe favoritnya di Southern Cross terminal. "Diena baru pulang jam 5 dari kantor palingan baru sampe jam 6 gitu, kita ngopi dulu aja."

Ngopi sore bersama Leni
Setelah ngopi-ngopi sambil ngobrol, dalam perjalanan ke apartmentnya Leni mengajak mampir di supermarket. Canggih banget ternyata supermarket itu. Tidak ada penjaga kasirnya, jadi kita yang scan-scan sendiri barcode belanjaan kita di mesin kasir, masukin sendiri ke tas belanjaan, dan bayar sendiri ke mesin itu. Nanti mesin itu akan mengeluarkan kembalian sesuai dengan nominal belanja kita. Disini kejujuran orang-orang benar-benar diuji nih. Saya pun dengan norak memotret-motret Leni yang sedang mengoperasikan mesin kasir itu.

Kasir nya self service
Ternyata apartement Leni dan Diena dekat sekali dengan stasiun itu, hanya berjalan kaki sekitar 10 menit sudah sampai di depan gedung apartmentnya. Malam itu menu makan malam saya adalah Bulgogi yang lezat hasil masakan Leni. Hmmm…It was nice to meet Leni.

Dimasakin Bulgogi

Makan malam hasil racikan Leni
Leni ini juga teman kuliahnya Cipu, ternyata Melbourne ini hanya selebar daun kelor yang berisi orang-orang baik hati. Pikir saya sembari mengunyah dessert saya malam itu, anggur mulus berwarna kehitaman yang garing dan manis luar biasa kressss….

Senin, 26 November 2012

Rama Phala Resort and Spa

Jarang-jarang nih saya liburan menginap di Resort & Spa, sangking jarangnya saya sampai-sampai sudah tidak ingat kapan ya pernah menginap di hotel macam begini. Kecuali kalau urusan kerjaan yang dibayarin sama kantor, biasanya kalau liburan saya mesti cari hotel yang "terjangkau",  itu kata halusnya dari murah. Soalnya kalau buat saya hotel itu cuman buat tidur aja, kalau liburan kan lebih banyak menghabiskan aktivitasnya di luar.

Liburan dalam rangka mencari innerpeace ke Bali beberapa waktu lalu itu adalah pengecualian. Saya pikir ya ga ada salahnya sekali-sekali memanjakan diri waktu liburan dengan menginap di resort. Kebetulan searching di salah satu web booking hotel lagi ada promo di Resort & Spa Rama Phala ini. Pas liat keterangan lokasi nya di Jl. Hanoman, Pengosekan yang dekat dengan Monkey Forest dan restoran Bebek Bengil langsung saya booking.

Kamarnya luas dan nyaman, di antara taman yang artistik. Di depan kamar saya ada kolam dan pancuran air, jadi kalau malam hari duduk di teras bisa dengar bunyi gemericik air berpadu dengan bunyi kodok dan jangkrik. Manisnya ketika masuk kamar saya menemukan surat selamat datang yang ditujukan untuk saya, soalnya ada nama saya disitu. Surat itu diletakkan di atas tempat tidur, ditaburi bunga-bunga, simpel sih tapi rasanya seneng banget di suratin secara personal gitu. 




Rama Phala Resort & Spa termasuk hotel yang masih baru di daerah Ubud, menurut salah satu staff  nya baru satu tahunan. Lokasi nya tidak terlalu ramai tapi cukup strategis, di sekitarnya banyak terdapat restoran, salah satunya Bebek Bengil. Banyak juga resto-resto lucu di pinggir-pinggir jalannya asik buat nongkrong sore-sore, salah satunya  Kebun Bistro. Tidak jauh di seberang hotel ada supermarket dan ATM macam-macam bank. Dari Ubud saya ke Kuta  naik bus Perama yang ada di sebelah hotel. Kalau ke Pasar Seni Ubud memang agak jauh, jalan santai bisa 20 - 30 menit. Tapi di Rama Phala ada free shuttle yang mengantar dan menjemput ke daerah Pasar Seni, di waktu yang di tentukan.

Di kamar mandi nya, selain ada bath tub ada shower yang atap nya terbuka. Jadi kita bisa showeran di bawah cahaya matahari pagi atau showeran di bawah gemerlap bintang. Tapi sayangnya air di sini warnanya agak kekuningan dan bau besi, menurut staff nya itu karena air nya menggunakan air tanah, walaupun sudah di filter beberapa kali tetap saja tidak bisa menghilangkan keruh nya. Tapi menurut hotel air nya aman, asal tidak di konsumsi.

Showeran dibawah bintang

Minggu, 25 November 2012

Kalo kata Rossa, gagal move on

Rasanya sudah sejuta tahun yang lalu terakhir aku kesini, ya waktu sama kamu. Aku masih ingat jelas semua yang kamu bilang, ketika kita menunggu jam penerbangan kita sambil makan siang di KFC depan bandara. Beberapa jam sebelum kita berpisah, Aku pulang ke kota aku dan kamu pulang ke kota kamu.

Sudah tak terhitung entah berapa kali dan berapa banyak bandara yang mempertemukan dan memisahkan kita, tapi kali ini berbeda. Momen itu pasti akan datang, aku tahu. Hanya saja saat itu aku tidak siap. Aku tak pernah akan siap.

Kamu bilang ke aku tentang beratnya kehidupan di tempat asalmu dan betapa kamu akan merasa terkekang. kamu bilang akan merindukan kebebasan dan kehidupan kamu yang ini. Dalam hati aku berharap kamu juga bilang akan merindukan aku, tapi itu tak pernah tercetus dari mulutmu. 

Hingga menit-menit sebelum keberangkatanmu, di depan counter check-in kita duduk berdampingan, tak juga kata2 yang kuharap itu keluar dari mulutmu. Kamu hanya diam, memandang kosong ke depan. Aku pun terlalu hancur untuk bicara, rasanya seperti hilang arah dalam kegelapan, tersesat diantara sosok2 bayangan yang hilir mudik di depanku. 

Ruang ini seperti kehilangan dimensinya, suara riuh percakapan dan roda trolly beradu dengan lantai terdengar sangat jauh dan sangat samar. Tapi aku bisa merasakan rangkulan tanganmu yang sangat erat, terlalu erat hingga lenganku sakit ditempat jari2mu mencengkramnya.

Suara pengumuman dari pengeras suara memanggilmu untuk segera masuk ruang tunggu. Suara pengumuman dari pengeras suara itu mencerabut benih harapan yang kutanam hingga ke akar2nya. Kata2 terakhir mu adalah, "aku pulang ya."  

Aku hanya mengangguk. Terlalu pedih untuk berkata-kata.

Aku memandang punggungmu dan kepalamu yang tertunduk dan langkahmu yang terseret. Aku memandang kamu berbalik, menatap aku. Dalam beberapa detik aku berharap kamu akan balik arah dan kembali. Tapi kamu hanya tersenyum dan pergi. 

20 menit berikutnya rasanya waktu seperti berhenti. Bekas jari2 mu di lenganku masih terasa panas, seperti dadaku, seperti mataku. 

Sekarang aku duduk di tempat yang sama seperti 4 tahun lalu, menunggu penerbangan dengan tujuan sama seperti waktu itu. Rasanya seperti de ja vu. Aku merasa panas di tempat kamu rangkul aku erat dulu, seperti dadaku, seperti mataku dan seperti setetes air yang jatuh di punggung tanganku.

Jumat, 16 November 2012

Postingan dalam rangka Cuti Nasional

Pagi ini saya bangun tidur dan tiba2 memandang hidup ini seperti treadmill yang ga bisa di stop dan di atur kecepatannya. Treadmill itu pun hanya bisa berputar kedepan dan memaksa kaki untuk melangkah mengikuti putarannya. Seberapa besar pun keinginan kita untuk membuatnya berjalan mundur, benda itu tetap akan berputar maju.

Ada saat dimana rasanya terlalu lelah untuk melanjutkan dan ingin istirahat sejenak, tapi benda ini tidak dapat di stop walaupun kita berteriak dan menangis dan memohon, benda ini akan tetap menyeret kita untuk mengikuti putaran bannya. 

Ketika saya merasa amat sangat lelah, langkah saya terseok mengikuti laju putarannya, saya terjerembab dan treadmill itu masih saja berputar menyeret saya yang sudah babak belur hancur lebur. Saat itu saya memutuskan untuk berhenti melangkah, duduk disamping benda itu dan hanya memandangnya. Menonton ban karet hitamnnya yang terus berputar kedepan tanpa saya.

Entah sudah berapa lama saya duduk disampingnya, terlalu takut untuk mulai melangkah lagi diatasnya. Takut akan rasa lelah itu. Takut terjerembab lagi. Takut luka lagi. Bekas luka di sekujur tubuh saya ini adalah untuk selamanya, saya tahu.

Saya memandang treadmill itu lagi, yang tanpa ampun dan tak peduli dengan saya terus saja melaju. Mungkin sudah terlalu lama saya duduk disini. Mungkin sudah saatnya saya kembali berjalan diatas treadmill itu. Lebih kuat. Lebih berani.



Senin, 12 November 2012

Kisah Pencarian Innerpeace di Pantai Padang-Padang

Pencarian innerpeace di bawah kehangatan sinar matahari yang menyusup melalui celah-celah pohon kelapa, di terpa semilir angin laut yang sejuk dan suara ombak berpadu dengan kicauan burung tak akan lengkap tanpa berbagi gelak tawa ceria bersama teman-teman. Begitupula waktu saya dan Chacha ke Bali dalam rangka pencarian innerpeace, dua orang perempuan cantik turut menghiasi perjalanan kita.

Perempuan cantik pertama berasal dari Purwokerto dan ini adalah kali pertama Saya dan Chacha bertemu sama perempuan mungil yang dari status socmed nya sering banget melipir dari kantor. Kita kenal sama tante ini waktu kita sering mainan Plurk jaman dulu, walopun saya udah ga pernah buka-buka akun plurk saya tapi masih sering hubungan sama tante ini di socmed lain, namanya Tante Silvy atau lebih beken dengan sebutan Punky. Tante Punky dan si bujangnya yang lucu sudah tiba lebih dulu di Bali, jadi kita janjian di bandara Ngurah Rai. Baru deh kita culik si tante ke Ubud, makan Bebek Bengil. Nah ini edisi penculikan di lain hari lagi, di hari yang ini kita culik si tante ke Pantai Padang-Padang.

Tante Punky, Saya dan Chacha yang lagi ribet ama gadgetnya, difoto oleh si bujang Siba
Di pinggir jalan di depan Mall Benoa kita memungut satu lagi perempuan manis asli Bali. Well, dia ini memang keturunan Bali dengan nama dan wajah yang Bali banget, tapi kelakuannya sudah terkontaminasi karena lama tinggal di Ibukota. Walaupun begitu katanya dalam darahnya masih mengalir ke-Ida Ayu-an nya melalui bakatnya dalam menulis. Hmmm... ya harus saya akui dari dulu saya selalu terkagum-kagum sama tulisannya yang smart dan witty, dan eeeenggg... sarkastik. Coba aja liat blognya Kucinghitamjalanjalan

Saya sih manggil dia Dayu, tapi karena ini di Bali jadi tambahin Ary di belakangnya untuk membedakan dia dengan Dayu-Dayu yang lain. Dayu Ary teman sebangku saya waktu SMA dulu, dia biasa melalap buku novel 400 halaman dalam sehari. Jadi pagi-pagi pas jam pelajaran pertama dia mulai baca buku itu,  sore-sore di jam pelajaran terakhir pas saya mau siap-siap pulang dia sudah menyelesaikan novel itu. Mungkin kecepatan bacanya mencapai 15,000 kata per jam.

After college dia kembali ke Bali dan bekerja sebagai Wedding Planner, semacam perannya Jennifer Lopez di film gitu. Tapi untungnya pria idamannya bukan berasal dari salah satu kliennya walaupun cerita nya ga kalah dari film bergenre drama romantis manapun. Saya belajar satu hal dari kisah cinta nya Dayu Ary, bahwa jodoh itu datangnya bisa aja ga terduga-duga. Kemarin bisa aja jodoh kita itu tinggal di belahan dunia lain dan kita ga pernah tau tentang keberadaannya, eh mungkin aja loh besoknya tiba-tiba orang itu ada di depan mata kita and voila..love is in the air.  

Pada saat semua orang skeptis dan pesimis bahwa cowok itu ga akan datang (err.. itu gue ya day), Dayu tetap mengikuti kata hati nya dan tetap nunggu cowok itu and voila... she got the man. Mungkin memang benar, kita hanya harus belajar mendengarkan kata hati kita sendiri dan tetap percaya bahwa Yang Di Atas pasti punya kejutan yang manis dibalik segala cobaan yang kita lalui. Bener begitu bukan, Day? heheheheee.....

Pantai padang-padang terletak di jalan menuju ke Uluwatu. Lokasinya setelah pantai dreamland kalau kita ke arah Uluwatu. Untuk menuju ke Pantai ini kita menuruni tangga di antara celah batu karang yang ukurannya selebar orang kalau jalan maju. Jadi kalau papasan sama orang lain dari arah berlawanan jalannya musti miring kayak kepiting. 

Saya bisa sampai di Pantai ini berkat arahan dari wangsit nya Jeung Suzy, yang waktu itu bareng sama saya jalan-jalan naik angkot ke Bogor. Menurut Jeung Suzy, di pantai ini di hari kamis pas sunset saya akan menemukan jodoh saya berdiri di antara dua batu karang yang besar dengan perut kotak-kotak nya. Syaratnya saya harus memakai bikini Fink Puschia dan minta di pakaikan kuteks warna senada sama ibu-ibu yang namanya saya lupa. Tapi saya ingat harganya, Rp.25ribu. Sayangnya saya telat 2 hari datang ke pantai ini, saya datang pas hari Sabtu. Ya jodoh saya ternyata tepat waktu dan ga mau nunggu saya telat dikit, yasudah berarti ga jadi jodoh deh. Weee :p

Ternyata di Pantai ini sudah ramai juga, walaupun ga seramai Dreamland waktu terakhir kali saya dan Chacha kesana. Karena modelnya semacam teluk yang menjorok gitu jadi ga ada ombak disini, pinggir pantainya relatif tenang dengan rombongan ikan-ikan kecil yang hilir mudik diantara batu-batu karang di dasar nya. Ya tapi itu, karena banyak karang jadi susah main air nya, kaki saya aja jadi luka-luka tergores karang-karang. 

Karena rencana main air agak tehalang sama batu-batu karang,  jadi kita pilih tempat yang agak teduh di bawah bayangan batu karang, menghampar kain pantai. Sambil mengunyah sate lilit tuna yang dibawa Dayu Ary, kita duduk sambil mengamati cowok-cowok bule berkulit tanning dan perut kotak-kotak. We were happy, shared laughter and Sate Tuna, nothing and no one can stand in our way to enjoy our happiness there at Padang-Padang Beach (or anywhere else in this world). We rule our own happiness.
Don't You Wish Your Girlfriend is Hot Like Us - @tantedebz, 2012

Siba si bujang, Chacha, dan Dayu

Ga ngerti lagi ngapain

Wajah ceria dibawah matahari

Gaya ababil

Me & Dayu, tampang kita ga ada yg berobah sejak SMA dulu hihihii

Tante Pungky pst lagi liatin cowok sampe serius gitu

***

Giveaway saya kali ini sepi peminat hihihi. Yang ikut hanya ada 4 orang, Milo dari http://catatan-millati.blogspot.com/ , Yoswa dari http://yosstory.blogspot.com , Mitha dari http://juniarmita.blogspot.com dan Huda dari http://inthehoedz.blogspot.com/ . Ceritanya lucu-lucu dan saya acungin 4 jempol deh buat keberaniannya menguak aib sendiri. Tapi saya paling kasian sama Yoswa dan Huda jadi oleh-oleh Kopi Bali nya akan saya kirim untuk kalian. Selamat yah. Kalau mau tau ceritanya Yoswa dan Huda bisa langsung intip page ceritanyamila di http://facebook.com/ceritanyamila.



Kamis, 08 November 2012

Pura Jagatkarsa

Ini bukan postingan hasil perjalanan mencari innerpeace kemarin ke Bali walaupun judulnya tentang Pura. Postingan ini adalah hasil jalan-jalan terstruktur naik angkot charteran bersama para perempuan cantik di Bogor, tepatnya di sekitar kaki Gunung Salak. 

Waktu saya cerita ke teman saya yang orang Bali mengenai keberadaan Pura yang megah ini di suatu tempat beberapa kilometer dari kota Bogor saya malah di cemooh, "Mil, ternyata kamu ga gaul ya?" gitu katanya. Ternyata dia malah sudah pernah ke situ jauh sebelum saya dan jauh sebelum Rossa yang mengaku warga Bogor mengetahui ada Pura disitu. 

Menurut teman saya Pura itu dari jaman dahulu kala sebenarnya sudah ada, dipercaya tempat itu dulunya adalah tempat Prabu Siliwangi bertapa. Daerah Bogor memang dipercaya merupakan pusat dari Kerajaan Sunda, Pakuan Pajajaran yang salah satu rajanya yang terkenal adalah Prabu Siliwangi itu. Seperti di postingan sebelum ini tentang Cirebon, sebelum Sunan Gunung Jati datang kan Cirebon masuk wilayah Kerajaan Sunda juga dan mereka masih mengakui kebesaran Prabu Siliwangi hingga sekarang.

Kerajaan Sunda itu cakupan wilayahnya luas juga  ternyata, coba aja bayangin jaman dulu yang belum ada mobil, belum ada kereta api, berapa waktu yang dibutuhkan jalan kaki dari daerah Banten ke Cirebon coba? Orang-orang jaman dulu pasti betisnya seksi-seksi. 

Berakhirnya kejayaan Kerajaan ini adalah ketika Pakuan Pajajaran diserang oleh Sultan Banten, cucu nya Sunan Gunung Jati, bernama Maulana Yusuf. Dari istana Pajajaran, Sultan Banten memboyong bagian dari tahtanya raja itu dan hingga sekarang masih ada di Surosowan di Banten Lama. Benda itu adalah Watu Gilang. 

Yup! Watu Gilang yang itu, yang dipaksa untuk di potret oleh Pak Kuncen Surosowan berkumis lebat itu, yang sama sekali tidak menarik bagi saya dan Rossa. Betapa uniknya yah cerita sejarah saling berhubungan dan menjalin sebuah kisah yang kompleks tapi bertautan. Ibarat cerita telenovela tentang seorang bayi perempuan kaya yang ditukar sama bayi laki-laki miskin sehingga pas udah gede yang cewe jadi miskin dan yang cowo jadi kaya, trus mereka ketemu dan saling jatuh cinta, tapi ibu nya si cowo ga setuju padahal sebenarnya yang cewe miskin itu adalah anak kandungnya. Yah kira-kira begitu deh maksudnya, ngerti kan?

Ketika kita tiba disana sempat bingung karena lagi ramai ada acara perayaan Odalan, tapi setelah di pinjami tali pinggang dan di ciprat air suci kita diperbolehkan masuk ke pelataran Pura nya. Ngobrol-ngobrol sama salah satu bapak-bapak disana katanya baru-baru ini aja jalanan menuju Pura itu diaspal bagus, sebelumnya jalannya kecil dan masih jalan batu. Bapak itu sendiri sudah sejak beberapa tahun yang lalu sering mengunjungi Pura ini untuk beribadah dengan sepeda motor dari rumahnya di daerah Cinere di Jakarta.

Pura di kaki gunung

Foto bersama

Patung Ganesha

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...