Jumat, 30 September 2011

Basah Kuyup di USS

Beberapa hari lalu saya dapet e-mail dari seseorang, kita sebut aja namanya Mawar (bukan nama sebenarnya). Si Mawar nanya, "ngapain aja di USS?," karena kebetulan dia berencana mau ke Universal Studio Singapore juga.

Saya jawab ke Mawar, coba aja search di google website-nya USS, disitu kan ada tuh info komplit mengenai permainan di USS. Kalo tanya SAYA sih, malu jawabnya. 

Mau foto di depan monumen bola dunia USS - yang merupakan hal wajib dilakuin klo kesana, gagal karena ditutup papan renovasi.


Naik Rollercoaster indoor, pas keluar ada foto candid memalukan persis kayak foto candid di Hongkong yang memperlihatkan ketakutan ke-ekspresif-an saya.

Ada satu lagi yang lebih mengerikan, saya BASAH KUYUP di Universal Studio.

Entah ini semacam kutukan, tidak pernah belajar dari kesalahan masa lalu atau emang kebetulan sial. Waktu ke Disneyland Hong Kong saya juga BASAH KUYUP di tengah terik matahari. Saya pernah cerita sedikit mengenai hal ini dulu. Tapi akan saya ulang sedikit kali aja ada yang belom pernah baca.

Jadi ceritanya pas pawai, saya dan adik-adik dengan gagah berani mengambil barisan paling depan bersama dengan anak-anak kecil yang membawa payung.

Tanpa kita duga-duga ternyata pawai nya nyemprot-nyemprotin air ke penonton. Pertama-pertama sih lucu-lucu gitu. Pinokio keluar bawa pistol air, cipriiit cipriiiit. Terus ada bunga-bunga-an yang menari-nari dan ada watercan yang semprot-semprot-in air, cipraaat cipraaat.

Lama-lama pawai semakin brutal. Ada semacam mobil penyembur air dengan Mickie Mouse melambai-lambai diatasnya. Mirip kayak mobil pemadam kebakaran. Saya dan adik-adik berniat kabur, kita berbalik badan tapi di belakang kita gerombolan orang rapat sekali dan tidak bisa di tembus. Kita pun panik. Sementara mobil pembawa air bah itu semakin mendekat. 

Akhirnya spontan kita menyebar, merunduk, dan mencari perlindungan di balik payung anak-anak kecil di sebelah-sebelah kita. Tetap saja BASAH -____________-"

Nah, waktu saya ke USS terulang lagi kejadian basah kuyup karena bodoh di salah satu attraction (wahana) dalam Jurassic Park. Attraction ini semacam arung jeram gitu dengan dinosaurus-dinosaurus murka di samping-samping kita. Sebelum mengantri kita harus menitipkan tas di semacam loker yang tarif nya 4 SGD perjam. Alay 1, Alay 2 dan Alay 3 berusaha berhemat dengan hanya menggunakan satu loker buat bertiga. Di dalam situlah kita menaruh semua barang bawaan kita.

Cerita yang di paragraf atas itu harus benar-benar di pahami. Khususnya di kalimat yang terakhir itu. Soalnya ini berkaitan banget sama cerita selanjutnya. Oke?

Coba dibaca sekali lagi.

Sudah ngerti kan? yak... sekarang kita lanjut.

Permainan itu antrinya puanjang banget. Di depannya itu estimasi waktu ngantrinya 70 menit. Kita pun mengantri dengan polos nya, tanpa membawa apa-apa. No bag, no camera, no cellphone, nothing. Hanya baju di badan (dan sunglasses pastinya - supaya tetap eksis).

Setengah jalan antrian kita baru mulai merasakan ada yang aneh karena orang-orang lain pada bawa tas. Lebih aneh lagi pas liat orang-orang yang nenteng semacam plastik yang belakangan baru kita ketahui adalah ponco (semacam jas hujan). Kita pun mulai gelisah dan ga pede. Galau dan bimbang campur aduk menjadi satu. Kalau kita ninggalin antrian buat cari jas ujan dulu nanti kita musti antri dari belakang lagi. On the other side, kita tiba-tiba terserang rasa takut basah yang lebih dashyat dari sebelumnya.

Sementara para alay masih labil, posisi antrian semakin maju. Jeng...jeng.... tiba-tiba di pojokan berdiri lah sepasang mesin penjual Ponco Plastik. Tapi itu kan harus beliiiii... kita harus masukin koin ke dalemnya... baru bisa dapetin itu ponco plastik, sedangkan semua barang-barang kita kan ada di dalem LOKER. Huhuhuuu... bagaimanaaaa iniiiiii ????

Alay 1, Alay 2 dan Alay 3 pun semakin galau.

Kegalauan pun mencapai puncaknya berganti dengan kepasrahan maksimal. Que sera..sera.. What will be.. will be.. *alunan biola mendayu-dayu sebagai bekgron musik*

Tibalah giliran kita masuk ke dalam boat bulat berwarna kuning, bersama dengan sekeluarga orang India. Ibunya yang berukuran Triple XXL duduk persis di depan alay 1 (saya). Itu boat bulat yang harusnya muter-muter posisi nya kena riak-riak jadi ga muter karena keberatan sama tu ibu-ibu. D*mn, mana posisi saya menghadap belakang, jadi kayak jalan mundur terus gitu. Bleeeegh -____-"

Nah ini nih klimaksnya. Kita sampai ke dalam sebuah terowongan gelap, trus masuk kayak semacam ruangan, yang tertutup pas kita di dalam. Suasana sunyi senyap. Tiba-tiba saya merasakan permukaan air di bawah boat semain lama semakin tinggi, boat terangkat perlahan. Kita semua tegang, dont have any idea mau diapain.

O'ow... Saya lihat-lihatan sama Alay #3. Trus Alay #3 mengalihkan pandangan buat lihat-lihatan sama alay #2. Saya pun mencari target lain buat lihat-lihatan, dan pandangan saya bertemu dengan ibu-ibu India triple XXL yang pas di hadapan saya itu.

Secercah cahaya matahari masuk, ada semacam pintu yang terbuka. Pintunya pas di belakang saya, jadi saya ga gitu ngerti detailnya bagaimana. Tiba-tiba saya merasakan boat dihempas kan seperti air cucian kotor yang di lontarkan dari ember. Bersamaan dengan itu saya merasakan guyuran air persis di atas kepala, seolah-seolah kayak saya sedang mandi di kali, kepleset, kejungkir ke belakang, trus diguyur gayung raksasa segede tangki air merk Penguin ukuran 650 Liter dari atas.

Seketika itu juga saya menyadari kalau saya BASAH KUYUP.

Di pinggir pintu keluar, saya dan alay #2 dengan mengenaskannya sibuk memeras pakaian kita yang basah dibasan. Ada ibu-ibu lewat, dia tampak sangat kering, mungkin karena pakai Ponco Plastik. Ibu-ibu itu menertawai kita yang basah kuyup di pojokan sambil geleng-geleng kepala dengan tatapan antara kasian dan terhibur gitu. Kita berdua pun hanya bisa menghunuskan pandangan setajam silet ke punggung ibu-ibu itu.

Kita pun bergegas berjalan ke arah loker, meninggalkan jejak-jejak air yang masih menetes dari baju kita yang basah. Ternyata kesialan kita belum berakhir. Loker kita terkunci karena sudah lewat dari 60 menit. hiks! Untuk membukanya kita harus memasukan 4 SGD lagi. Tapi bagaimana mungkin? Tas, dompet dan semua uang kita kan ada di dalem loker.

Nyaris aja kita  bertiga nangis meraung-raung karena semua barang kita telah di rebut oleh loker sialan itu dan dia hanya menyisakan baju basah di badan kita masing-masing (dan sunglasses basah tentunya). Sebelum itu terjadi, saya merogoh kantong saya dan menemukan recehan. Tapi recehan saya itu kurang dari 2 SGD... masih kurang banyaaaaak.. huhuhuuu....

AHA! ide pun datang. Alternatif 1: kita pinjem uang dari orang lain, nanti setelah loker kita kebuka langsung deh kita balikin. Kalo Alternatif 1 ga sukses karena ga ada yang mau minjemin receh ke tiga orang culunn yang basah kuyup, saya punya Alternatif 2: ngamen sampe kekumpul recehan buat buka loker.

Alay #2 mencari target, buat dipinjemin duit. Pilihan pun tertuju kepada petugas USS, seorang mbak-mbak imut yang menggemaskan. Mbak-mbak itu pun menolong kita membuka loker dengan kartu nya. Terima kasih Tuhan telah kau kirim kepada kami seorang penolong dalam wujud mbak-mbak petugas USS yang imut nan lucu. Setelah kita mendapatkan kembali barang-barang bawaan kita, dan setelah mengganti hutang 4 SGD, kita pun langsung mengabadikan kekuyupan yang menyedihkan tersebut.

Muka-muka celepuk kuyup
Atas - bawah, Luar - dalem, bassssaaaaahhhh.......

Sabtu, 17 September 2011

Tuk-Tuk Mr. Marley

Kalau di Jawa ada delman, di Sulawesi ada Bentor nah di Kamboja dan Thailand ada yang namanya Tuktuk. Kendaraan ini semacam delman tapi bukan ditarik kuda, melainkan ditarik motor. 

Pertama kali saya naik Tuk-tuk di Kamboja, tepatnya di kota Pnom Phen waktu perjalanan HCMC-PP bersama Cipu & Mba Vonny. Yang berkesan buat saya justru adalah si pengemudi Tuktuk yang memperkenalkan dirinya sebagai Marley. Bukan Bob Marley, tapi So Marley.
 
Takdir membawa saya, Cipu & Mba Vonny bertemu dengan So Marley di malam hari dibawah hujan rintik-rintik saat kita bertiga baru saja menempuh perjalanan 7 jam dari Ho Chi Minh dengan Bus Capitol. Sebelum Bus sampai di tempat pemberhentian terakhir, Cipu menanyakan alamat hostel yang telah kita booking ke pegawai Bus Capitol yang kemudian mengenalkan kita kepada So Marley, si supir Tuktuk. 


Pegawai Capitol (baju biru) mengantar kita bertiga naik ke tuktuk So Marley
Naik Tuktuk pertama kali, foto duluuuuu
Entah karena ada suatu chemistry diantara kita atau memang karena So Marley jenis orang yang gampang akrab sama orang asing, baru ketemu aja rasanya kita kayak long lost friend yang udah lama kenal gitu. Tanpa ragu-ragu So Marley pun ikut bergaya di depan kamera ketika kita berfoto di atas tuktuk nya. Hal ini membuktikan bahwa "narsis" bukan hanya mewabah di Indonesia.

Yang membuat kita sangat merasa lega karena So Marley bahasa Inggris nya canggih banget. Walopun logatnya medok-medok trus pake kuah gitu tapi lumayanlah. Dibandingin HCMC, yang sama supir taksi aja bisa ga nyambung karena beda bahasanya. Sampe-sampe Cipu nyaris dibuat mewek gara-gara sebuah City Hall.

Sepanjang perjalanan Mr. Marley terus berceloteh dengan bahasa Inggris nya yang dakdukdakduk penuh keceriaan, padahal waktu itu udah malem banget, tapi semangat nya Mr. Marley ga ikut terbenam sama matahari deh kayaknya *tsah bahasa gueeee*. Apa sih yang di celotehin? 

Ya mengenai objek-objek wisata yang ada di Pnom Phen dan sekitarnya. Malahan di Tuktuk nya di tempel tuh daftar objek-objek wisata yang ada di kota itu berikut nomor HP nya So Marley. Barulah saya ngerti kalo supir Tuktuk di sana itu merangkap jadi Tour Guide juga. Malahan menurut So Marley, para supir tuktuk dan pedagang-pedagang di sana di kasih pelatihan bahasa Inggris gratis sama pemerintahnya untuk memajukan sektor pariwisata gitu.


Daftar menu objek wisata

Setelah melalui perjalanan yang cukup mengerikan dan berkali-kali lolos ukuran senti dari tabrakan karena So Marly cerita-cerita sambil nengok-nengok ke kita-kita (yang ada di belakang), akhirnya sampe juga dengan slamet ke hostel. Terkena rayuan maut Mr. Marley, akhirnya kita bertiga sepakat untuk menggunakan jasa tuktuk nya mengantarkan kita keliling ke tempat-tempat wisata di Pnom Phen. Dia pun berjanji menjemput kita jam 8 Pagi keesokan harinya,

See you tomorrow Mr. Marley

Keesokan hari nya So Marley datang tepat waktu, sebelum jam 8 dia udah nongkrong di depan hostel kita. Seharian dia antar kita keliling-keliling ke Wat Pnom, Royal Palace, Russian Market dan mengantar kita lagi ke hostel sore harinya. Bahkan dia juga yang menjemput kita lagi pagi hari nya dan mengantar kita ke pool Bus Capitol untuk kembali ke HCMC.

Seru juga sih sewa tuktuk seharian buat keliling gitu, malahan saya recommended banget cara ini. Lebih Praktis. Apalagi kalo dapet supir tuktuk yang lucu kayak Mr. Marley, denger dia ngomong aja kita udah ngakak-ngakak. Yang paling bikin saya ga bisa lupa sama Mr. Marley ya karena keramahan nya dan perhatiannya. Pokoknya dia tanggung jawab banget deh, ga ngebiarin kita-kita sampe nyasar. Selalu ngejelasin tentang lokasi pintu masuk dan pintu keluar, dan setia nongkrong di setiap pintu exit nungguin penumpangnya. 

Pesan moral yang bisa saya ambil adalah, pekerjaan apapun kalo di lakukan dengan penuh dedikasi sehingga bisa memuaskan pelanggan, selalu bisa menimbulkan kesan yang mendalam. AHA!

See you again Mr. Marley

Minggu, 11 September 2011

Lebaran Keliling Kampung

Menepati janji saya di postingan terdahulu mengenai Mudik Lebaran, kali ini saya akan cerita mengenai tradisi Hari Kedua Idul Fitri di daerah Kampung Arab nya Menado.

Pagi-pagi sekali di hari kedua Lebaran, semua laki-laki yang ada di daerah Kampung Arab - yang tua dan yang muda, berkumpul untuk bersama-sama mendatangi setiap rumah yang ada di Kampung Arab. Mau itu rumah yang besar dan mewah maupun rumah gubuk yang kecil di dalem gang, semuanya harus kebagian di datengin.

Kepala rombongan nya adalah Pak Imam Mesjid Kampung Arab situ.  Pak Imam akan memimpin doa di setiap rumah, kemudian para tamu akan menyalami tuan rumah nya dan mencicipi hidangan yang disediakan. Setiap tahunnya Pak Gubernur Manado yang non-muslim pun ikut serta bersama rombongan ikut menyambangi rumah-rumah disitu. Nah keliatan kan toleransi beragama nya kuat banget disini.

Sementara bapak-bapak nya keliling (tawaf) ke rumah-rumah tetangganya, ibu-ibu nya di rumah masing-masing sibuk mempersiapkan rumah dan hidangan untuk tamu-tamunya. Konon setiap tahun nya ada beberapa rumah yang hidangannya selalu sama dan menjadi khas nya. Misalnya, ada orang yang tinggal di Kampung Arab tapi sebenarnya dia dari Gorontalo, nah pas acara ini di rumahnya di sediakan Binte Miluhuta (semacam sop jagung khas Gorontalo). 

Rumah yang setiap tahunnya kebagian di kunjungi awal-awal menyediakan sarapan pagi berupa Tinutuan. Kalau tuan rumahnya kebetulan orang kaya, hidangan nya juga mewah. Seperti misalnya salah satu warga di situ yang anggota DPRD, tahun ini beliau menyediakan hidangan berupa nasi bulu (nasi ketan yang di bakar dalam bambu) dan Gulai Kambing.

Giliran rumah yang dikunjungi sore-sore biasanya mereka menyediakan buah-buahan dan minuman segar. Ada yang menyiapkan rujak dan gohu (semacam asinan irisan pepaya muda yang pedas dan kriuk-kriuk). Menurut Om saya, di daerah Kampung Arab itu ada lebih dari seratus rumah. Kebayang ga tuh kalo di setiap rumah icip-icip makanan berarti dalam sehari makan 100 kali lebih. Ya tapi sebanding sih sama kalori yang dibakar buat jalan kaki seharian dan salaman-salaman.

Saudara-saudara dekat saya - adik-adik Papa Said, yang bermukim di Kampung Arab total nya ada 3 rumah. Kalau sodara jauh sih banyak. Bahkan sodara yang baru saat itu ketemu juga ternyata banyak >_<

Dupa Aromatherapy
Papa Said dari pagi udah heboh pengen ikutan tawaf sama Bapak-Bapak. Saya & adik, juga pengen dong ngerasain hebohnya acara tersebut dengan pura-pura jadi tuan rumah. Kita pun memilih rumah Om & Tante yang kebagian di kunjungi agak pagi, lokasi nya pun strategis karena berada tepat di depan Mesjid Kampung Arab.

Rumah nya pun unik banget. Rumah panggung kayu gitu, usianya sudah lebih dari seabad. Jangan-jangan tu rumah di bangunnya barengan sama Museum Fatahilah hihihiii.... Tapi kayu-kayu jaman dulu itu awet banget loh. Terbukti kondisi rumah tersebut hingga saat ini masih kokoh berdiri dan ga ada kayu nya yang digerogotin rayap. Mungkin sangking kerasnya tu kayu rayap yang berusaha gigit giginya langsung pada ompong,  jadi rayap-rayap yang lain langsung pada kabur.

Menurut perkiraan Tante saya, rumahnya akan kebagian di kunjungi sekitar jam 10-an. Which means, jam segitu orang-orang pasti lagi sakau-sakaunya sama kopi. Secara jam-jam segitu kan jamnya coffee break. Jadi Tante saya menyediakan Kopi Jahe dan cemilannya berupa biji-biji-an. Bukan biji-biji-an as in makanan burung, tapi itu istilah orang sana buat snack semacam kacang-kacangan dan keripik-keripik.

Kopi Jahe dan Biji-bijian
Sebelum pukul 10 ternyata Om saya sudah datang dan mengabarkan kalau rombongan sudah dekat dan posisi nya sudah ada di rumah sebelah. Tante & Om, adik, sepupu dan Papa Said bersiap-siap menyambut tamu. Sementara gerombolan orang-orang yang keliatan mirip iring-iringan demo mulai berkerumun di muka rumah.

Kerumunan rombongan tawaf

Tuan rumah menunggu tamu
Kejadian nya sangat cepat, dalam hitungan menit saja rumah yang tadi nya rapi jali mendadak jungkir balik persis kayak di serbu angin tornado.

Menit ke-1:

Pak Imam memimpin rombongan memasuki rumah
Menit ke-2 dan ke-3
Pak Imam memasuki rumah dan mengambil posisi duduk
Menit ke-4  dan ke-5

Pembacaan Do'a

5 Menit selanjutnya........

Salaman

Salaman
Salaman... dan salaman.... sampe pusing. Ketika badai Bapak-Bapak itu mereda, kita baru sadar kondisi rumah yang sudah kacau balau. Gelas-gelas kopi jahe sudah pada kosong jungkir balik dimana-mana, biji-bijian berjatuhan di lantai, tutup toples yang satu entah kemana, dan abu dari dupa bertebaran di atas karpet karena ketendang.

Pokoknya saat itu termasuk dalam 10 menit terheboh dalam hidup saya. Seru abis hahahaaa......

Kamis, 08 September 2011

Ceritanya Mila on CHIC Magazine



Ayoooo dibeli dibeli majalahnya wkwkwkwkk *jualan*
Notes: Makasih buat Aulia yang udah ngasih tau yaaaaah.....

Selasa, 06 September 2011

Mudik Lebaran

Huwaaaaah.... baru  kali ini ngerasain yang namanya mudik lebaran. Badan capek kayak mau rontok tapi hepi. Acara lebaran tahun ini bener-bener full,  meriah dan heboh. Tahun-tahun yang lalu saya and The Said yang lainnya biasanya selalu lebaran di Jakarta. Hari pertama Sholat Ied trus ke rumah Eyang. Hari kedua biasanya terima tamu di rumah, malem nya ke rumah tante. Hari ketiga biasanya ke rumah tante yang di Bogor. Ya kurang lebih begitu lah rutinitas setiap tahunnya. Nah, kali ini kita semua berangkat ke Sulawesi Utara buat lebaranan disana.

Banyak yang protes, kenapa saya mudik ke Manado? secara diliat dari depan, belakang, samping kiri dan kanan ga ada potongan orang sana yang kebanyakan mirip-mirip orang Filipina. Ya sebenarnya memang baru 4 generasi keluarga Papa Said menetap di daerah utaranya pulau Sulawesi itu. Bokap nya kakek saya dulu itu ceritanya dateng dari Arab buat dagang. Kakek saya aja masih kelahiran Hadramut, kemudian nikah sama orang Tondano yang asal-usulnya masih keturunan orang Jawa.
Foto Kakek Badar waktu msh muda
Bokap sendiri, Papa Said, waktu muda nya merantau ke Bandung buat kuliah. Ketemu sama Nyokap yang keturunan Sunda tapi udah lahir dan gede di Jakarta. Nah selanjutnya jadilah saya, yang anehnya malah sering dikira orang India *bener-bener ga nyambung* -_-"

Aslinya Bokap kelahiran Bolangitan (lihat di peta kalo ga pernah denger nama daerahnya), kemudian waktu bokap masih kecil sekeluarga pindah ke daerah Kotamobagu (lihat di peta kalo ga pernah denger namanya). Kakek dan Nenek saya hingga akhir hayat nya menetap di Kotamobagu, makanya kalau ke Sulawesi mesti singgah di kota ini untuk ziarah ke makam Kakek & Nenek. Jaraknya sekitar 3,5 - 4 jam dari Manado.

Seringnya sih kalau ke Sulawesi kita lebih lama di Manado, karena sodara-sodara bokap udah pada menetap di Manado. Kebetulan Kakek juga punya rumah di daerah Kampung  Arab, jadi kalo main ke sana pool kita di rumah Kakek itu. Lebaran kemarin juga kita Sholat Ied di Kampung Arab. Habis Sholat Ied rame-rame keliling kampung. Seru banget. Lebaran hari kedua malahan lebih seru lagi, nanti saya akan posting khusus mengenai tradisi lebaran hari kedua di daerah Kampung Arab itu. 
Cousins

Selanjutnya, keluarga besar Bokap yang ada di Manado sebanyak 22 orang terdiri dari para Om, para Tante, dan sepupu-sepupu konvoi ke Kotamobagu untuk mengunjungi keluarga yang tinggal disana. Sekalian ziarah ke makam Kakek & Nenek.

with aunties at Kotamobagu

Ziarah Makam Kakek, Nenek & Buyut
Yang bikin berat perjalanan selama mudik kemarin, karena di setiap rumah yang dikunjungi wajib makan, jadi satu hari itu bisa-bisa 10 kali makan.... celana sempit huhuhuuuu... 

Sampai sekarang saya masih belum punya nyali buat Silaturahmi ke timbangan...

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...