Jumat, 24 Februari 2012

Saya juga berani gantung-gantungan

Lupakan mimik ketakutan saya waktu naik jetcoaster di Hong Kong Disneyland. Lupakan kalau saya ga berani naik Battlestar Galactica di Universal Studio Singapore. Lupakan juga kalau saya ga berani naik wahana Tornado di Dufan. Video ini membuktikan bahwasanya saya adalah perempuan yang pemberani, cantik, tidak sombong, tidak boros tapi masih single (sekalian promosi)


Kalau terdengar jeritan melengking dan membahana pas di bagian Flying Fox, itu bukan saya tapi si Chacha. Kalo buat saya ga serem-serem amat kog, cisss... cuman segitu aja (pdhal kenyataannya dengkul sampe lemes gemeteran).

Setelah mencoba Flying Fox yang pertama itu, kami pun memutuskan mencoba Flying Fox yang lebih tinggi, lebih panjang dan lebih menantang. 

Flying Fox melintas sawah

Entah kenapa saya ngerasa keren pol-pol-an *kibas poni*

Minggu, 19 Februari 2012

Belitung, habis tambang sepah dibuang

Minivan yang mengantar rombongan wisata membelok ke suatu daerah yang gersang dengan tanah berwarna keputihan, mirip sama lokasi tambang kapur. Katanya daerah tandus ini bekas tambang kaolin. Saya salah satu penumpang di dalam minivan itu, seketika terkesima dengan pemandangan yang saya lihat di luar jendela. 

Danau yang airnya berwarna biru pastel, berpadu dengan warna tanah nya yang keputihan. Nyaris kelihatan kayak lukisan krayon, bukan kayak kenyataan. Tapi apa benar ini suatu keindahan? saya melihat satu ironi dibalik ini semua *dengan gaya bicara setajam ssssiiileet*

Kaolin, adalah nama barang tambang yang pertamanya digunakan untuk campuran di keramik China. Tapi kemudian penggunaannya berkembang jadi banyak digunakan untuk campuran cat, digunakan di industri karet, sampai kosmetik. Belitung adalah salah satu pulau yang di dalam tanahnya terkandung bahan ini. 

Seperti bahan-bahan tambang lain pada umumnya, misalnya batu bara, kaolin biasanya terdapat dibawah lapisan tanah. Biasanya tanah paling atas itu tanah biasa  tempat dimana tanaman-tanaman  dan hewan-hewan hidup. Untuk mendapatkan mineral tertentu yang terkandung di dalam tanahnya, tanaman-tanaman yang tumbuh diatas nya dimusnahkan, lapisan tanah yang posisi nya diatas di keruk, kemudian baru bahan tambang nya yang di keruk hingga menimbulkan bolongan raksasa di tanah.

Nah biasanya dalam melakukan open mining kayak gini, setelah selesai ditambang harusnya di bekas tambang tersebut dilakukan reklamasi untuk mengembalikan ekosistem alam. Tapi bekas tambang kaolin di belitung ini sepertinya di terlantarkan gitu aja.

Ibarat peribahasa "habis tambang sepah dibuang", kira-kira begitulah nasib si Pulau Belitung ini.

Begitu banyak nya kawah-kawah bekas danau kaolin di Pulau Belitung, dilihat dari atas pesawat membuat saya miris. Bagus sih melihat warna-warna yang dipantulkan oleh air yang bercampur dengan kaolin ketika kena sinar matahari, tapi bersamaan dengan itu sedih melihat sebagian pulau itu bolong-bolong kayak semacam dimakan sama mahluk buas.

Penambangan Timah juga dilakukan dengan cara open mining dengan issue pengrusakan lingkungan yang sampai sekarang juga masih belum tertanggulangi. Belanda lah yang pertama menemukan keberadaan timah terkandung di dalam pulau ini, di abad ke-18. Waktu itu pas banget lagi booming industrialisasi di Eropa dan pas banget sama perang dunia I. Timah diperlukan banget buat bikin peralatan industri dan senjata-senjata perang gitu. Karena itu juga pulau ini sempat jadi rebutan antara Inggris dan Belanda.

Belanda dulu datang ke pulau ini karena ambisi nya mau menguasai perdagangan lada sedunia. Kemudian ditemukanlah timah di pulau ini. Selanjutnya pemerintah Belanda membuat satu perusahaan khusus untuk me-manage tambang timah ini. Pernah dengar BHP Billiton? perusahan tambang multinational gitu. Coba klik website nya disini : www.bhpbilliton.com

BHP Billiton adalah hasil merger dari dua perusahaan tambang besar si BHP dan si Billiton. Si Billiton ini asalnya adalah perusahaan Belanda tersebut. Namanya Billiton Maatschapij diambil dari nama pulau Belitong, Billiton adalah cara orang bule mem-pronountiate nya. Perlu bukti? coba klik disini : Billiton Chronology.

Apakah dengan banyaknya mineral bernilai tinggi terkandung di dalam pulau nya menjadikan Belitung pulau yang mewah? Boro-boro. Kalo pas jaman penjajahan dulu mungkin saya masih bisa maklum, tapi ternyata setelah Indonesia merdeka dan penambangan Timah diambil alih oleh perusahaan negara, keadaan masih belum banyak berubah bagi Belitung.

Sayang banget kalau keindahan alam yang ada jadi terkontaminasi atau bahkan rusak karena kita mengambil kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dengan cara yang  tidak bertanggung jawab.



Sementara itu di telinga saya masih saja terngiang-ngiang diskusi di suatu rapat mengenai investasi tambang kapur. "demand (permintaan) kapur di Indonesia ini banyak sekali sampai kita harus impor, padahal di Indonesia ini masih banyak gunung-gunung kapur yang belum di eksploitasi. Biaya investasi nya kecil, tapi margin keuntungannya besar." Dan seketika itu saya membayangkan seluruh gunung-gunung kapur di Indonesia habis di kerukin sampai rata. Sumpah, itu horror banget. Air tercemar, erosi, longsor.

Apakah kemajuan Industri harus selalu ada di kutub yang berlawanan dengan sustainability lingkungan alam?

Senin, 13 Februari 2012

Phuket FantaSea (bukan sy)

Sebelum berangkat ke Phuket, saya semangat banget mau liat pertunjukan yang namanya Phuket FantaSea (bukan sy, as in fantasy). Pertunjukan ini ada di dalam buku "Roughguide to Thailand" di halaman 346 (komplit banget yak?) sebagai pertunjukan yang wajib di tonton kalau kita ke Phuket, selain Simon Cabaret Show yang isinya ladyboy-ladyboy menor yang udah susah dibedain sama cewe asli.

Phuket FantaSea dan Simon Cabaret ini tiketnya tersedia di travel-travel agent yang tersebar di seluruh Phuket. Beda lagi waktu saya ke Bangkok. Niat nya mau shopping yang lucu-lucu dan murah meriah di Patpong night market, eh sepanjang jalan malah di sodorin dvd-dvd bajakan sesama jenis yang cover nya vulgar abis. Ada juga yang tiba-tiba  nyamperin trus nyodorin semacam daftar menu. Kata temen saya itu daftar menu buat menyaksikan macem-macem jenis Tiger Show, pertunjukan sex live gitu. Jaaaah... tidak terima kasih deh, meningan ga usah daripada nanti malah pengen *loh*

Sudah..sudah.. lupakan soal Tiger Show di Bangkok dan kita kembali fokus ke Phuket FantaSea. Melalui gambar hitam-putih di buku panduan perjalanan setebal 1800 halaman dan seberat 1,5 kilogram itu, saya mendapat kesan bahwa Phuket FantaSea ini semacam pertunjukan sirkus binatang-binatang. Soalnya foto itu menampilkan beberapa ekor gajah sedang bahu membahu *literally*, dua kaki depan nya bertumpu ke teman di depannya sedemikian sehingga membentuk suatu formasi gajah berdiri.... bukan gajah duduk kayak merk sarung itu. 

Imajinasi saya pun meliar membayangkan ada harimau yang melompati lingkaran api. Saya juga ngebayangin macem-macem akrobat kayak di sirkus yang sering saya liat di tivi-tivi. Saya pun memutuskan harus melihat pertunjukan itu.

Tapi ketika sampai di Phuket tiba-tiba saya bimbang, seperti biasa kelabilan datang melanda. Mengingat harga tiket pertunjukannya yang mahal, 1500 bath atau Rp.450 rebu, kog rasanya sayang banget yah. Meningan uang segitu saya pake buat ambil paket lain, malahan bisa lebih murah. Tapi sialnya di travel yang kita kunjungin bisa pake credit card, akhirnya walaupun penuh dengan keraguan saya, chacha dan joko tetap membeli tiket pertunjukan itu. 

Kita pun terkena rayuan  maut travel akhirnya sekalian membeli paket makan malam buffet di Golden Kinaree, yang konon merupakan restoran buffet dengan kapasitas terluas dan menu makanan paling bervariasi se-asia. Ditambah lagi sama fasilitas antar-jemput dari hotel ke lokasi nya yang katanya jauh dari Phuket Town dan susah transportasi umumnya, total nya kita nambah 500 Bath lagi. There goes 2000 Bath untuk menonton pertunjukan Phuket FantaSea.

Kita dijemput jam 5 tepat di hotel kita oleh orang berseragam aneh. Dijadwal yang kita dapat dari travel, makan malam mulai tersedia sejak pukul 6 sore dan pertunjukan nya sendiri baru dimulai jam 9. Sebelum jam 6 kita sudah tiba di pintu gerbang Phuket FantaSea dan disambut oleh mbak-mbak berpakaian tradisional Thailand yang sangat bersemangat dengan senyuman mengembang dan langsung digiring ke tempat penukaran tiket. Tanda terima dari travel di tukar dengan tiket asli yang ada nomor tempat duduk nya.

Mobil Jemputan Phuket FantaSea

Tiket

Taman di pintu masuk yang memutar theme song Phuket FantaSea
Dari sebelum memasuki pintu gerbang area Phuket FantaSea otak saya sudah keracunan sama theme song nya. Asli itu lagu nya cepet banget nempel dan menggerayangi otak saya. Bahkan setelah 3 hari baru saya  berhasil menghilangkan dengung nya di kepala saya. Tapi saya tahu lagu  itu ga pernah pergi dari otak saya, buktinya pas saya milih-milih foto buat postingan ini lagu itu terbayang kembali. Malahan sembari nulis postingan ini nih lagu itu terngiang-ngiang terus. 

Nyebelin.

Beberapa saat sebelum kita di jemput oleh jemputan ungu nan unyu di hotel, Joko mendapat kabar bahwa kedua temannya Aga dan Seto yang sempat saya singgung di postingan sebelum ini juga mendapatkan tiket Phuket FantaSea. Yang bikin nyesek adalah mereka berhasil mendapatkan tiket komplit + golden seat dengan harga hanya 1800 Bath. Saya, Chacha & Joko yang sirik setengah mampus mulai membuat spekulasi-spekulasi yang bisa menenangkan hati kita sendiri, seperti misalnya:

"Mungkin mereka dapet lebih murah karena belinya udah sore, jadi daripada ga kejual akhirnya banting  harga gitu."

Ketika waktu sudah menunjukan pukul 7 dan mereka belum muncul, "Ooooh.. pantesan aja mereka beli nya murah, di anterin nya terlambat." 

Ketika di ruang makan kita tidak melihat keberadaan mereka, " ooooh.. mungkin mereka makannya di bedain, kan bayarnya lebih murah."

Sampe pas di dalem teater nya, ketika kita melihat mereka dapet posisi duduk di paling depan bagian tengah panggung, which is gold seat, kita sempet bete ga bisa cari-cari kejelekannya. Ternyata pertunjukan akrobatik trapeze itu pas banget diatas tempat duduk gold seat, komen sinis pun keluar "ooooooh... pantesan gold seat dapet murah, soalnya resiko ketiban pemain trapeze tuh."

Pokoknya ga terima banget deh kalo ada orang yang nasibnya lebih baik.

Ternyata Phuket FantaSea itu bukan cuman sekedar pertunjukan saja, tapi di dalam kompleks nya yang luas itu banyak toko-toko souvenir. Bangunannya unik-unik, harga barang yang dijual di dalamnya juga mahal-mahal. 

White Tiger yang keliatan bosan abis

Toko Souvenir

Ini juga toko souvenir

Kalo ini cafe

Logo tempat makannya

Restorannya yang mewah


Ada kecemasan tersendiri sesaat sebelum masuk ke Golden Kinnaree. 

Saya tiba-tiba kepikiran,"Eh Cha, tadi sama mba di travel dibilangin ga kalo dapet minum ?" Soalnya kalo makan buffet di restoran atau hotel gitu ada beberapa tempat yang tidak menyediakan minum, jadi minum nya musti beli dan biasanya harga nya mahal.

"Wah ga nanya tadi. Yaudah kalo gitu ntar kalo ga dapet minum cari makanan yang ada kuah-kuah nya aja supaya ga usah beli minum."

Sampe di dalem kita agak lega karena ternyata disediakan air es di gelas.

Tapi kecemasan saya belum usai, " eh Cha, ini minum nya cuman segini ? dikit amat.. kalo gitu musti hemat-hemat nih."

Biar seret tetep eksis
Chacha pun berteori," jangan-jangan kita dikasih minum cuman dikit ini taktik supaya kita beli minuman dari sini," sambil nunjukin daftar menu minuman yang dipajang di meja kita.

Setelah berjuang menghemat air minum, sampe seret-seret makannya. Ternyata setelah makanan saya habis semua datang mbak-mbak yang tiba-tiba nuangin air es lagi sampe penuh ke gelas saya yang nyaris kosong. Owalaaaaah.. refill toh. Kenapa ga bilang dari tadi toh mbak... ????

Nyebelin.

Lebih nyebelin lagi karena setelah diamati lebih teliti ternyata tersedia juga teh dan  kopi di dalam termos-termos di pojokan meja buffet. Mungkin alasan kita tidak menyadari keberadaannya dari awal karena kedodolan yang terjadi waktu kita pertama ngambil makanan.

Masuk ke ruang makan pertama yang kita lakukan adalah nyamperin Mba penerima tamu dan nanya dimana lokasi makanan halal. Dengan yakin si mbak bilang halal food di bagian F, sebelah kiri. Kita pun menuju ke arah yang ditunjuk nya, pas sampe kog rada aneh karena menu pertama yang saya liat aja judulnya udah Fried Rice Crispy Pork, sebelahan sama nasi putih. 

Merasa ragu saya mendekati mbak-mbak lain yang lagi sibukl me refill makanan di meja buffet. 

"Excuse me, Where is halal food section?"

Si mbak itu malah nunjuk lagi ke meja hidangan buffet yang ada Fried Rice Crispy Pork itu. Kayaknya dia ga ngerti maksud saya.. hiks! Dengan pasrah, karena merasa telah mengeluarkan 300 Bath buat bayar makanan buffet ini akhirnya kita tetap ngambil makanan di meja tersebut. Tentu saja ga ngambil menu yang ada tulisan pork nya, nasi putih, ayam goreng tepung dan sayur-sayuran. Boro-boro mau cari makanan berkuah.

Saya baru menemukan lokasi halal food section yang bersertifikat pas saya keliling cari dessert buah-buahan. Di kejauhan saya melihat ibu-ibu berwajah timur tengah berkerudung lagi ngambil makanan di pojokan. Baru deh saya liat keterangannya "Halal Food". Pas saya deketin di temboknya dipajang sertifikat halal. Weeeh..... 

Nyebelin.

Selesai makan kita siap-siap di depan gedung teater nya untuk menyaksikan pertunjukan Phuket FantaSea. Ternyata nonton ini ga boleh bawa kamera, musti di titip di tempat penitipan. Mohon maaf saya juga ga bisa cerita itu pertunjukan nya tentang apa karena saya juga ga ngerti. Asli ga jelas blasss... 

Yang jelas jauh banget dari pertunjukan sirkus yang saya bayangin sebelumnya. Ini cuman orang-orang nari-nari pake baju Thailand. Trus tiba-tiba dipotong sama pertunjukan trapeze yang ga nyambung sama ceritanya. Trus orang nari-nari, kambing lari-lari di panggung, disusul sama ayam lari-larian. Eh dipotong sama pertunjukan sulap modern yang sesuai sama konteks tari-tariannya yang tradisional.

Tapi paling enggak ada juga sih barisan formasi gajah yang berdiri bahu-membahu kayak yang saya liat di foto itu. Setelah selesai atraksi berdiri itu, gajah-gajah tersebut saling bergandengan ekor berkeliling panggung kemudian berdiri menyebar di panggung itu. Pas itu, mungkin karena gugup naik kepanggung dan ga tahan sama mules nya, salah satu gajah memutuskan untuk pup diatas panggung. Euuuuh... Bukan cara yang baik menghibur orang di atas panggung.


Saya pikir cuman saya yang bodoh," Cha, jadi inti ceritanya apa?"


"Ga ngerti juga gw, kak."


Pingsan.



Selasa, 07 Februari 2012

Turis Gaul

If you reject the food, ignore the customs, fear the religion and avoid the people, you might better stay at home. - James A. Michener

Di semua perjalanan traveling saya, baik itu dalam rangka bisnis maupun dalam rangka leisure, saya selalu berusaha mencari keunikan dan ciri khas dari daerah yang saya kunjungi. Mulai dari hal simpel seperti mencoba makanan lokal sampai kadang juga pengen tau kebiasaan orang lokal yang aneh-aneh (buat saya).

Kalau ada peribahasa "never talk to stranger", hal itu susah banget saya jalanin. Secara saya ini orangnya suka ngobrol dan kepo abis, apalagi kalau nemu orang yang saya anggap unik. Dulu waktu saya masih kuliah, di kampus saya ada orang gila yang suka keliling-keliling di kampus, namanya Donna. Pokoknya tu orang gila terkenal banget (gilanya). Kalau kebetulan saya lagi nongkrong di kampus, si Donna ini suka  nyamperin saya karena selalu saya ajak ngobrol. 

Ga nyambung juga sih, secara dia orang gila. Dan kemungkinan besar orang yang liat mungkin menganggap saya ini juga gila karena bergaul sama orang gila. Bahkan waktu saya ga sengaja papasan sama Dona di luar area kampus, dia ternyata masih ngenalin saya loh.... ga percaya? tanya saja sama saksi hidup nya si Chacha, adik saya.

Kebiasaan cepet nyambung kalau ngobrol sama orang (yang waras juga loooh) ini terbawa waktu saya traveling. Sering kog saya posting di blog ini mengenai orang-orang unik yang saya temui di perjalanan. Malam pertama saya di Phuket, saya kenalan sama taxi Driver yang namanya ga bisa saya ingat karena susah banget. 

Jadi ceritanya waktu itu setelah adik saya baru tiba di Phuket (ceritanya lengkapnya klik disini), sembari menunggu dia menyimpan barang-barang nya di kamar hotel, saya menunggu di halaman. Tiba-tiba ada bapak-bapak tua nyamperin, ngajak saya ngomong bahasa Thai. Saya langsung ketawa sambil bilang, "No Thai." pfuh... udah berkali-kali saya di salah sangka-in sebagai penduduk lokal.

Chacha dan saya, do we look like Thai? O_o
Di terminal bus Krabi, waktu saya mau beli tiket bus. Di loket saya cuman ngomong ke ibu-ibu yang jaga loket,"Phuket," dengan cara pengucapan akhiran 'et' jadi 'ed' mengikuti cara orang lokal. Eh ibu itu malah ngomong panjang pke bahasa Thai, "phangensjhiauehaksnlakn". 

Saya hanya jawab, "hah?".

"phangeakhatkjskjenakjdh."

"hah?"

kemudian saya sadar, oh dia mungkin nyebutin harga nya. Langsung saya sodorkan uang selembar 500 bath. Trus si ibu itu baru sadar kalau saya tidak mengerti.

"No Thai?", tanya nya.

saya geleng-geleng.

"hekjalksljdioajkendjabhsjgdiajelalopaskdjajh...thai", kata si ibu itu sambil ngambilin kembalian uang saya. Dengan bahasa kalbu saya menangkap kira-kira omongannya itu,"saya pikir kamu orang Thai."

Eniwei, kembali ke bapak-bapak taxi driver di Phuket itu. Setelah dia yakin kalau saya bukan orang Thai, dia mulai bicara dengan bahasa Inggris yang agak broken-broken gitu. Dia cerita di belakang hotel lagi ada bazaar murah. Terus saya tanya tempat makan  muslim yang dekat, murah tapi enak. dan dia memberi beberapa alternatif. Waktu adik saya selesai taruh barang di kamar, saya beranjak dari tempat duduk saya sambil bilang terima kasih, "kop kurn ka". 

"ooo.. you speak Thai?"

"Nit noi," jawab saya sambil membuat gerakan isyarat dengan jempol dan jari telunjuk menandakan 'sedikit', itu satu kosakata Thai yang saya pick-up di Krabi waktu ngobrol sama orang Thai yang bisa bahasa Melayu disana. Cerita lebih lengkap nya, silahkan klik disini.

Tiga hari kemudian, saat nya saya pulang ke Jakarta. Rencana awalnya saya, chacha dan joko (3 alay) mau naik bus, tapi di hari itu si chacha terserang mabok laut (nanti bakal saya ceritain yang ini) sehingga mau ga mau kita harus naik taxi. Mau  naik sembarang taxi takut kena scam yang maksa membawa ke tempat gem-gem dan souvenir gitu. Untung pas kita lagi jalan cari pool taksi resmi, ketemu si taxi driver itu. Akhirnya setelah sepakat bertiga, kita minta dia yang mengantar kita ke bandara. 

Sepanjang perjalanan ke bandara dia cerita kalau dia baru beli mobil dari hasil menang lotere. Dia juga cerita banyak tentang istrinya yang orang asli Phi Phi Island. Istrinya lebih tua 2 tahun, "face not to beautiful, but her heart very beautiful," katanya. Masakan nya juga enak, nyaris se-enak masakan ibunya. Kalau dia ada uang lebih dari hasil narik taxi dia pasti bawa istrinya makan malam berdua di tempat yang agak mahal. 

Dengan bangga dia ngasih lihat jam tangan pemberian istri nya. Jadi ceritanya waktu itu pas dia lagi ada uang lebih dia kasih ke istri nya untuk beli perhiasan, kalung gitu. Tapi ternyata istrinya malah beliin jam tangan buat si taxi driver itu. Kata istrinya dia ga perlu lah pake kalung, uang itu hasil kerja keras suami nya karena itu yang harusnya dapat hadiah ya suaminya itu. Itulah kenapa dia setia banget sama istrinya dan ga pernah menghabiskan uang mabok-mabok di karaoke sama cewek-cewek penghibur gitu. huhuhuuu... kurang sweet apa lagi coba.

***

Di curhatin sama taxi driver memang "sesuatu". Menghadapi Tuk-Tuk driver lebih "sesuatu" lagi.

Sebelum pergi ke Phuket, banyak banget saya baca mengenai modus scam sopir tuk-tuk. Jadi mereka akan menawarkan naik tuk-tuk keliling kota ke tempat-tempat wisata dengan harga murah, tapi ternyata kita dibawa dan dipaksa masuk ke toko-toko gem stone, souvenir dan silk supaya kita beli di toko itu. Nah mereka nanti dikasih semacam stamp gitu, satu pengunjung satu stamp. Kalau sudah terkumpul 10 stamp mereka dapat uang bensin gitu. Plus, mereka juga dapat komisi dari jumlah pembelian. 

Pagi hari pertama kita di Phuket, keluar hotel kita di sambut sama tuk-tuk driver bernama Alex (begitu dia memperkenalkan dirinya, walopun saya berani taruhan itu bukan nama aslinya). Si Alex ini persistent banget memburu kita. Akhirnya kita pun bernegosiasi sama Alex, tidak apa-apa kalau dia minta bayaran lebih mahal tapi kita ga mau pergi ke toko-toko souvenir karena waktu kita terbatas. Dia bisa nganterin kita ke travel, soalnya kita pasti beli paket tur dan dia pasti kan dapet komisi. Abis itu dia bisa langsung nganterin kita ke pasar, karena kita mau cari sarapan. Akhirnya harga yang disepakati adalah 15 bath per-orang. 


Negosiasi sama Alex

Naik Tuk-tuk Alex

Tuk-Tuk di Phuket modelnya beda lagi sama yang di Phnom Phen dan Bangkok. kalau yang di PP mirip delman, yang di bangkok mirip bentor, nah yang ini mirip bemo. Alex menepati janji nya mengantar kita ke travel kemudian langsung ke pasar tanpa menurunkan kita di tempat souvenir. 

Saya punya trik khusus menghadapi jeratan tuk-tuk driver. Pokoknya kalau mereka sudah mulai  mendekat, saya langsung angkat tangan sambil bilang, "mai chai," artinya tidak. Kebanyakan mereka langsung ngeloyor, tapi ada juga satu orang yang keukeuh. Pas saya bilang "mai chai" dia ngajak ngobrol pakai bahasa Thai,"nghapkenaksbdhsgdakhdekjn."

Kata Chacha," nah loh, sukurin loh, Kak. Jadi malah panjang urusannya."

****

Alex, si Tuk-Tuk driver menepati janjinya mengantar kita ke pasar phuket dimana kita akhirnya janjian sama dua orang lain, Aga dan Seto. Bersama mereka kita menjelajahi pasar phuket dan jajan makanan tradisional. 

Bersama Seto & Aga, anggota rombongan baru

Kebetulan kita menemukan gerobak jual ayam goreng khas Thai yang ada lambang bulan-bintang nya. Menandakan kalau yang jual muslim. Saya pernah makan ayam goreng beginian di tempat transit minivan dari Penang ke Krabi, waktu itu saya juga beli sticky rice nya (ketan ditaburin bawang goreng). Enak bangeeeettt.... berbumbu banget, beda sama fried chicken yang biasa saya makan disini. Mencium wangi nya yang familiar langsung saya bergegas menyatroni gerobak nya. 


Perhatikan lambang bulan-bintang di papan namanya, itu bukan tanda partai loh

Berusaha jajan dengan bahasa tarzan

Kita juga jajan bola-bola ubi yang enaaaaaaak bangeeeet. Apalagi dimakan nya pas lagi hangat-hangat. Untungnya kita orang Indonesia udah biasa sama jajanan kurang higienis tapi murah gini, jadi hajar aja tanpa takut mencret-mencret hehee...

***
Saya pernah cerita kan waktu saya ke Bangkok dan gara-gara salah pesan jadi dikasih Thai ice tea. Di Indonesia saya pernah coba minum Thai ice tea tapi ga enak, rasa nya aneh gitu. Tapi yang saya minum di Bangkok itu enak banget, segar dan wangi. Pas saya ke jakarta, cobain Thai ice tea disini rasanya tetep aja ga enak bleeeegh.

Nah di Phuket, keranjingan saya sama Thai ice tea jadi nyaris sama kayak keranjingan saya sama Cafe Sua Da di Vietnam. Kemana-mana kalau nemu warung yang jualan minuman saya selalu beli Thai ice tea. Sampe-sampe si Chacha komen bisa-bisa saya pulang dari Phuket berat badan langsung naik 5 kilo gara-gara Thai ice tea, soalnya itu pakai susu kental manis. hahaha.. bodo amat, di jakarta ga nemu ini yang seenak di tempat aslinya.

jajan Thai ice tea

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...