Hari ini sudah lewat 80ribu kilometer yang saya lalui
bersama Blue On, city car mungil 1300cc Matic berwarna biru muda seperti warna langit yang
cerah, warna favorit saya. Banyak orang menyamakan warna Blue On dengan warna
taksi Blue B*rd yang banyak berkeliaran di jalan, bahkan saat hujan tak jarang
para pejalan kaki di pinggir jalan yang sedang menunggu taksi
melambai-lambaikan tangan ke arah saya dan Blue On.
Karena warna mobil saya yang terlalu shocking dan langsung melekat di benak orang yang melihatnya, jadi banyak kawan saya yang ingat sama warna mobil saya tersebut. Di suatu malam ketika saya lagi hang-out di Citos, tiba-tiba ada notifikasi tag di facebook, teman saya posting foto dua
mobil - Blue On dan mobilnya. “Parkir di sebelah mobil lo, nih” captionnya. Padahal teman saya yang nge tag di facebook itu juga kebetulan banget ke Citos juga dan dapat parkir sebelah mobil saya, bukan karena janjian.
Hampir 6 tahun saya dan Blue On mengarungi jalanan ibukota,
pinggiran kota hingga berpetualang ke luar kota. Image citycar warna biru ceria dan Mila sepertinya sudah
melekat di benak kawan-kawan saya. Suatu hari saya di telpon sama salah satu
kawan yang sudah lama tidak berhubungan,
“Mil, ini mobil lo kayaknya di depan
gw. Lo lagi di daerah menteng ya?”
“Ha? Gw lagi di kantor nonton youtube One Direction.”
“Lah ini bukan elo? Warnanya kayak mobil lo banget.”
“Mobil apaan?”
“J*zz.”
“Yeee bukan kaliiii.. mobil gw s*r*on.”
Bulan lalu saya merasa sangat bangga dengan Blue On
kesayangan saya.
Saya, Chacha, Anissa (adik bungsu) dan Blue On ke Bandung
untuk menghadiri pernikahan salah satu teman kuliah. Pulang kondangan saya
penasaran kepingin ke suatu tempat bernama Café D’Pakar yang sehari sebelumnya
saya lihat diposting oleh kawan saya di Path.
Di perjalanan menuju daerahnya saya menelpon kawan saya
tersebut untuk menanyakan lokasinya, “lo ke arah Hutan Raya Dago Pakar, masih
lewatin itu terus ke arah Tebing Keraton.
Jalannya susah sih, tapi ya bisalah….”
Waktu dia bilang “susah” saya gak kepikiran kalau jalan yang
dilalui bakal offroad dan menanjak curam. Sampailah kami di jalan yang
tampaknya membelah Hutan Raya, di kiri kanan banyak tulisan “Dilaran Berburu”.
Nyaris saja saya memutuskan putar balik karena ke depannya jalan semakin
mengerikan, menanjak, banyak belokan, tanah merah yang becek, dan
berlubang-lubang. Saya ngeri mobil saya selip di tengah hutan.
Tapi masa sudah sampai sejauh itu mau balik arah. Akhirnya
dengan penuh harapan saya putuskan tetap melanjutkan perjalanan menanjak.
Akhirnya sampai juga di jalan yang pinggir kirinya ada
beberapa mobil parkir. Saya memutuskan parkir paling belakang dan Chacha turun
untuk melihat apakah benar di ujung parkiran ada café.
Untungnya benar.
Sampai juga kami dan Blue On di Café d’Pakar.
Jalan pulang dari Cafe D'Pakar |
Pilihan makanan dan minumannya memang tidak banyak, tapi
tempatnya bagus sekali dan harganya cocok untuk kantong mahasiswa. Saya emang
udah lama ga jadi mahasiswa sih tapi tampang dan kantong masih belum berubah
dari jaman itu sih.
Pulangnya perjalanan lebih menantang. Memang jalannya
menurun, tapi tetap saja karena becek ngeri selip. Sementara itu kendaraan yang
naik ke atas semakin banyak, sehingga kami kadang terpaksa harus berhenti melipir di pinggiran jurang. Alhamdulillah, Blue On berhasil melalui itu semua
dengan mulus. Saya benar-benar bangga sekali.