"Coba, berapa luas hutan yang dikorbankan untuk bikin kebun teh begini sama Belanda jaman dulu?" tanya saya ke Rio ketika kami tiba di kebun teh daerah puncak sore itu. Entah kenapa itu pikiran pertama yang melintas di otak saya ketika melihat hamparan pohon teh.
Kabut sore mulai menggelayut sehingga membuat pohon-pohon pinus yang tak jauh dari tempat kami berdiri tampak seperti siluet. Ide aneh jalan-jalan ke kebun teh berawal dari hari sebelumnya ketika saya, tince dan nico menyambut kedatangan Rio yang sedang berlibur di Jakarta. Terakhir kali saya ketemu Rio waktu Mendadak Bali Part 1 tahun 2015, awal tahun 2016 kami ketemu lagi di ibukota.
Rio tertawa mendengar pertanyaan saya, "yang disuruh kerja paksa orang kita lagi ya. memang brengsek belanda jaman dulu hahaha."
"Terus," tiba-tiba muncul lagi pikiran yang lebih horor yang bikin mata saya membelalak memikirkannya, "berapa banyak hewan-hewan yang tinggal di hutan yang punah gara-gara tempat tinggalnya dibikin kebun teh?"
Perkebunan Teh |
Parahnya manusia juga gak akan bisa kenyang karena makan teh, jadi sebenarnya bukan kebutuhan pokok. Jaman dulu teh itu adalah gaya hidup alias lifestyle. VOC menanam teh di Indonesia supaya tidak perlu ambil teh jauh-jauh ke Cina untuk dijual ke Eropa. Kemudian dengan menanam sendiri, tidak perlu beli mahal-mahal dari Cina, cost lebih murah, margin lebih tinggi. Bener kata Rio, brengsek memang tuh belanda jaman dulu.
Orang Eropa baru ngerti minum teh di abad ke-17. Karena sumbernya jauh dan mengambilnya berisiko, harga teh jadi sangat mahal. Tidak sembarangan orang bisa beli teh, maka minuman ini dianggap sebagai minuman berkelas para bangsawan. Disajikannya di cangkir-cangkir mahal yang imut supaya minumnya gak banyak-banyak (mungkin). Sementara di Cina sendiri budaya minum teh sudah ada sejak jaman sebelum masehi (BC). Saya ingat waktu ke shanghai beberapa tahun lalu banyak orang yang jalan kaki menenteng botol minuman yang isinya teh seperti masyarakat ibukota di daerah perkantoran pagi-pagi menenteng gelas Starbuck.
Perusahaan dagang milik Belanda (VOC) dan milik Inggris di abad 17 itu bersaing berat membawa komoditas teh ke pasar Eropa, ketika Belanda mulai bikin perkebunan teh di pulau Jawa, Inggris pun bikin kebun teh di India yang merupakan daerah koloninya. Sangking berharganya itu yang namanya teh. Di jaman itu siapa yang bakal mengira kalau beberapa abad kemudian di rumah makan sunda di indonesia minuman teh tawar itu bakal jadi compliment alias gratis. Dan biasanya di rumah makan jepang teh hijau adalah minuman yang harganya paling murah dan bisa di refill sampai kembung, walaupun jaman dulunya teh itu dianggap minuman berkhasiat yang cara minumnya saja dibuat ritual khusus.
Kalau mau nongkrong di cafe selama berjam-jam tapi hemat, ada tips dan trik dari kawan saya yang selalu memesan teh hangat. Alasannya adalah karena kalau pesan teh kita dapat satu tea bag, bisa minta tambah air panas berkali-kali untuk seduh tea bag itu dan gak bayar. Jadi kalau duduk di cafe 3 jam, saya sudah pesan 2 cangkir kopi dan satu air mineral yang kesemuanya musti bayar, kawan saya itu cuma minta air panas berkali-kali - gratis, seduh aja terus sampai airnya bening, yang penting di atas meja keliatan ada gelasnya.
Walaupun sudah bisnis impor teh ke eropa dari cina sejak abad 17, VOC baru mulai menanam teh di Jawa tahun 1800-an. Awalnya VOC beli benih teh dari Jepang untuk ditanam di Jawa. Kemudian VOC mengirim seorang ahli teh orang Belanda ke Cina. Dia dikirim untuk mempelajari secara diam-diam cara budidaya teh disana, kemudian berhasil menyeludupkan benih-benih teh dari sana berikut bawa orang Cina yang ahli menanam teh dan ahli mengolah teh. Baru setelah itu perkebunan teh berkemabng pesat di pulau Jawa hingga merambah ke pulau Sumatera. Ketika Indonesia merdeka, perkebunan teh milik VOC diambil alih oleh negara dibawah perusahaan bernama PTPN, PT Perkebunan Nusantara.
Turis Kebun Teh |
Setelah Tea Walk berkeliling kebun teh dan berusaha mendaki sampai puncaknya yang tertinggi (menurut keterangan sih 3000-an mdpl), saya dan Rio menikmati sore di kebun teh sembari ngopi di warung. Kopi sachetan yang diseduh air panas tidak mendidih. Di warung itu dijual macam-macam jenis teh: teh hitam, teh hijau dan teh putih (white tea), dari bungkusnya saya lihat yang dijual itu hasil produksi dari Jawa Tengah, bukan produksi kebun teh disitu.
Kebun teh di puncak itu masih dipetik, dua minggu sekali, menurut informasi dari ibu penjaga warung. Dari atas bukit teh juga saya sempat lihat ada bangunan yang saya tebak seperti pabrik pengolahan teh, tapi saat itu tampak sepi. Di area perkebunan juga ada area glamping, glamour camping. Sudah ada tenda-tenda yang disiapkan disitu untuk disewakan.
Tidak lama kami duduk di warung, muncul beberapa orang turis arab. Ibu warung langsung mengambil dagangan macam-macam tehnya untuk diletakan di depan warung supaya dilihat turis arab.
"Mereka biasanya suka beli ini," kata ibu warung dengan logat sundanya yang khas.
Saya tidak tahu sejak kapan daerah puncak itu jadi destinasi untuk turis timur tengah. Pertama saya lihat banyak turis Arab di puncak sekitar 2 tahun lalu ketika saya iseng ke Puncak mau cari curug Cilember tapi nyasar dan berakhir di Taman Wisata berlogo Matahari Departemen Store. Ternyata kemarin pas lewat jalan raya puncak saya baru sadar kalau banyak sekali hotel-hotel dan rumah makan pakai huruf arab, bahkan ada salon yang keterangan di depannya berbahasa arab. Mungkin kalau di gurun lagi panas, mereka ngadem di daerah puncak.
Mungkin suatu hari nanti saya akan kembali lagi ke kebun teh ini, bukan untuk Tea Walk lagi tapi Tea Run.
Tea Run, boleh juga. Tapi ga kebayang capeknya lari sambil jalanannya nanjaakkk gitu.
BalasHapusBtw aku baru tau, kalau perkebunan teh di indonesia seperti itu kak mila, jadi aku kira itu by nature aja gitu lho. Ternyata hasil nya jepang mempekerjakan manusia manusia indonesia tho.
Dan merubah hutan?
Wahh.
Beneran baru tau
Belanda, neng. hehee...
Hapushahahaha..boleh juga itu ide temennya,pesennya teh anget^^
BalasHapushahahaa iya pinter dia taktiknya
HapusWah seger udaranya seger pula tehnya....
BalasHapusyang punya blog juga bikin seger kan? *ditimpukwajan
HapusEnak hirup udara segar di kebun teh ^^
BalasHapusbtw teh itu enak, teh jg bagus untuk kesehatan bisa relax, tapiii kalau mengkonsumsi rutin bisa berbahaya bisa menyebabkan batu ginjal
iya, jangan banyak-banyak.
Hapuspemandanganya indah
BalasHapusAku Seneng deh kalo baca postingan dikau, ada sejarahnya.
BalasHapusHuahahaha org luar pada nganggap minum teh itu keren, disini dibuang2, kadang di Waring bubur kacang ijo aja di biarin ga diminum.
BTW, aku ud liat post sebelumnya, masih ga nemu Rio itu siapa? Kumaha atuh? Ada missing link. Orang jepun ya?
hahahaa.. sbnrnya si rio banyak muncul di blog aku, dulu di postingan jogja, tapi krn dia udah pindah ke bali jd di postingan bali
Hapusseneng banget didatengin turis kebun teh, seger ya mbak udaranya
BalasHapuswkwkwk.. ya lumayan adem-adem, mba. hehee
Hapussaya malah baru kepikiran apa betul itu kebun teh dulunya adalah hutan?
BalasHapuskayaknya enggak deh, dulunya emang kebun teh
kalau emang dulunya hutan dan adanya hewan2 yg tergusur, pastinya ada semacam pola migrasi ataupun peninggalan fosilnya..
wkwkwk.. canggih banget bahasanya pake pola migrasi ya? :p
HapusUntung aku hidup zaman sekarang, ya. Jadi tiap pagi rutin minum teh, abisan harga sekotak teh sachetan isi 50 udah terjangkau. Kalo di abad 17, jangan-jangan ngerasain minum teh cuma bisa setahun sekali saking rakyat jelatanya :D
BalasHapusmungkin rakyat jelata jaman itu ga ngerti minum teh, taunya minum jamu huehehehe
Hapusbuwehehe...blogger sejati emang suka gituh..suka mikirin yang nggak perli dipikirin....ngapain ngitungin hewan yang punah gegara hutannya di bikin kebun teh, coba?
BalasHapushihihii.. kalo ke cilembu mungkin saya mikirnya berapa banyak hewan punah gegara kebun ubi ya? :))
Hapusini adalah tulisan wajib baca bagi penggemar minum teh (wedangan) seperti saya
BalasHapusWedang itu teh pke jahe bukan ya?
HapusSekarang udah di rutinkan minum air putih minum air teh hanya sesekali saja hmmm :(
BalasHapusiya, yang sehat itu minum air putih yang banyak ya
Hapusiya iya bener
BalasHapusdimana mana lihat pekerja menenteng botol minuman isinya teh
masih ada daun daun teh nya
dan air teh nya gak merah atau pekat
melainkan hijau
beda banget ya kebiasaannya sama kita di indonesia
mungkin itu teh hijau ya. Ada juga teh hitam, yang banyak disini di kantong-kantong teh itu, teh hitam itu di oksidasi, kalau teh hijau enggak.
HapusSeru bangett Mil tea walk nya.. Kalau liat kebun teh gitu jadi inget Petualangan Sherina..hihi :D Maklum toh, di Kotamobagu nda ada kebun teh..xixix..
BalasHapusKotamobagu adanya kebun cengkeh ya? hehee
Hapus