Pnom Phen berjarak sekitar 8 jam perjalanan darat dari Ho Chi Minh City, melewati perbatasan darat Moc Bai yang membatasi Vietnam & Kamboja. Walaupun hanya berjarak sekian jam, perbedaan suasana antara kedua kota di dua negara yang berbeda ini sangat drastis.
Di Kamboja, hawa keramahan penduduknya 'lebih terasa' dibandingkan dengan Vietnam. Yang lebih melegakan lagi karena disini penduduknya familiar dengan Bahasa Inggris dan mata uang USD.
Ketika Bus Capitol yang membawa kami (saya, cipu & mba vony) dari Vietnam mulai memasuki Kamboja, kami sempat khawatir karena (lagi-lagi) underestimate, akibat masalah komunikasi yang kita hadapi di HCMC. Dan di Kamboja kasusnya akan lebih parah, karena kita sama sekali buta aksara Kamboja yang keriting-keriting begitu. Lebih meningan di Vietnam karena setidaknya tulisan disana masih menggunakan huruf latin. Waaah.. ini mah alamat nyasar-nyasar lagi.
Di Kamboja, hawa keramahan penduduknya 'lebih terasa' dibandingkan dengan Vietnam. Yang lebih melegakan lagi karena disini penduduknya familiar dengan Bahasa Inggris dan mata uang USD.
Ketika Bus Capitol yang membawa kami (saya, cipu & mba vony) dari Vietnam mulai memasuki Kamboja, kami sempat khawatir karena (lagi-lagi) underestimate, akibat masalah komunikasi yang kita hadapi di HCMC. Dan di Kamboja kasusnya akan lebih parah, karena kita sama sekali buta aksara Kamboja yang keriting-keriting begitu. Lebih meningan di Vietnam karena setidaknya tulisan disana masih menggunakan huruf latin. Waaah.. ini mah alamat nyasar-nyasar lagi.
Sebelum tiba di tempat pemberhentian Bus, Cipu menanyakan alamat hotel kita kepada pegawai bus Capitol (yang mengurus Visa kita di perbatasan Moc Bai). Pegawai itulah yang akhirnya memperkenalkan kita kepada Supir Tuk-Tuk yang asik berat bernama So Marly. Mengejutkan! Karena So Marly dapat berkomunikasi dengan baik dalam bahasa Inggris *walaupun dialeknya rada aneh*. Keesokan harinya ketika Cipu & Mba Vony belanja topi di Psar They (Central Market), saya menunggu di tuk-tuk sambil ngobrol bareng So Marly. Ternyata supir-supir tuk-tuk, pedagang-pedagang, dan profesi-profesi lain yang berhubungan langsung dengan tourism di fasilitasi oleh pemerintah Kamboja untuk belajar bahasa Inggris. Mereka dikumpulkan untuk *semacam* kursus bahasa Inggris secara gratis, bahkan di berikan Kamus untuk dipelajari.
Setelah malam hari menghabiskan waktu memandangi Independence Monumen yang sangat indah. Pagi hari saya terbangun dan mengamati pemandangan dari lantai 5 penginapan kami. Kota Pnom Phen dari atas. Ya.. kliatannya ga jauh beda dari di Indonesia sih. Walaupun sebagai warga negara Indonesia saya agak miris juga begitu sadar mata uang Kamboja (riel) ternyata nilainya lebih tinggi dari mata uang Rupiah.
Setelah malam hari menghabiskan waktu memandangi Independence Monumen yang sangat indah. Pagi hari saya terbangun dan mengamati pemandangan dari lantai 5 penginapan kami. Kota Pnom Phen dari atas. Ya.. kliatannya ga jauh beda dari di Indonesia sih. Walaupun sebagai warga negara Indonesia saya agak miris juga begitu sadar mata uang Kamboja (riel) ternyata nilainya lebih tinggi dari mata uang Rupiah.
Sayangnya waktu kita terbatas di Kamboja, padahal saya pingin banget ke Killing Field dan Genocide Museum hasil karya Pol Pot dan genk Khmer Merah nya yang tersohor itu. Sewaktu disana sih rasa pengennya justru ga sepengen setelah saya pulang. Somehow, setelah beberapa jam di kota ini saya merasa lebih tertarik untuk browsing-browsing sejarah nya. Semakin saya banyak mengetahui sejarah kekejaman Khmer Merah di jaman Polpot semakin saya menyesal telah melewatkan kesempatan untuk mengunjungi Killing Field dan Genocide Museum.
Hhmm... ternyata keindahan Independence Monumen dan air mancur warna warni nya di kala malam; Kemegahan Wat-nya dimana patung-patung dewa berpose dengan elegan; Kemewahan Royal Palace dan Silver Pagoda yang sempat saya kunjungi dengan membayar USD 6.5; kesemuan semata *tsah*.
Kamuflase atas penderitaan dan masa lalu kelam Kamboja. Dimana pernah terjadi pembantaian beribu-ribu rakyat Kamboja -mulai dari bayi hingga renta, wanita ataupun pria- oleh sesama bangsanya. Dimana pada saat itu menjadi kalangan intelektual dapat membahayakan nyawa. Dimana pada masa itu anak-anak muda direkrut, dicuci otaknya untuk membunuh orang tua nya sendiri. Masa itu bahkan belum lama berselang. Menurut yang saya baca-baca, baru pada tahun 1998, Pol Pot di khianati oleh para pengikutnya (Khmer Merah) dan diserahkan ke pengadilan internasional. Pol Pot pun meninggal malam setelah itu sebelum sempat di sidang.
Walaupun begitu saya pribadi percaya bahwa ada alasan dibalik tindakan semua orang. Tujuan Pol Pot mungkin baik, untuk membangun negaranya.
Namun cara yang dipilih nya memang SUPER ekstrem.
Hhmm... ternyata keindahan Independence Monumen dan air mancur warna warni nya di kala malam; Kemegahan Wat-nya dimana patung-patung dewa berpose dengan elegan; Kemewahan Royal Palace dan Silver Pagoda yang sempat saya kunjungi dengan membayar USD 6.5; kesemuan semata *tsah*.
Kamuflase atas penderitaan dan masa lalu kelam Kamboja. Dimana pernah terjadi pembantaian beribu-ribu rakyat Kamboja -mulai dari bayi hingga renta, wanita ataupun pria- oleh sesama bangsanya. Dimana pada saat itu menjadi kalangan intelektual dapat membahayakan nyawa. Dimana pada masa itu anak-anak muda direkrut, dicuci otaknya untuk membunuh orang tua nya sendiri. Masa itu bahkan belum lama berselang. Menurut yang saya baca-baca, baru pada tahun 1998, Pol Pot di khianati oleh para pengikutnya (Khmer Merah) dan diserahkan ke pengadilan internasional. Pol Pot pun meninggal malam setelah itu sebelum sempat di sidang.
Walaupun begitu saya pribadi percaya bahwa ada alasan dibalik tindakan semua orang. Tujuan Pol Pot mungkin baik, untuk membangun negaranya.
I want you to know that everything I did, I did for my country.
~ Pol Pot
Namun cara yang dipilih nya memang SUPER ekstrem.
It is up to History to judge.
~ Pol Pot
*polpot quotes taken from: www.brainyquote.com