Kalau Manggar di Belitung Timur meng-klaim sebagai kota dengan 1000 warung kopi, Melbourne meng-klaim kotanya sebagai Capital of Coffee Culture Down Under, maksudnya 'down under' itu bagian dunia sebelah bawah bukan bawah kolong meja loh yaaaah, cateeet...
Sebagai mahluk yang tidak bisa hidup tanpa kopi seperti vampir tidak bisa hidup tanpa darah, agenda nomor satu saya ke Melbourne tentu saja mencicipi kopi nya.
Sebagai mahluk yang tidak bisa hidup tanpa kopi seperti vampir tidak bisa hidup tanpa darah, agenda nomor satu saya ke Melbourne tentu saja mencicipi kopi nya.
Berbeda dengan warung kopi di Belitung yang lebih mengedepankan fungsi nya sebagai tempat bersosialisasi, warung kopi di Melbourne menomor satukan rasa kopi yang disuguhkannya. Kabarnya di kota ini Barista yang bisa membuat kopi bercita rasa tinggi, dibayar mahal secara profesional.
Ketika ikut tur ke Great Ocean Road disana saya berkenalan dengan Elaine, gadis Irlandia yang imut dan manis. Dia cerita kalau temannya ada yang berprofesi sebagai barista di salah satu cafe di Melbourne, pokoknya kalau temannya itu lagi meracik kopi ga bisa di ajak ngomong, bener-bener fokus dan penuh konsentrasi tinggi ibarat lagi merancang suatu maha karya.
"People here are really serious about their coffee," Elaine pun membuat kesimpulan. Di kota ini ada tur mengenai sejarah kopi di Australia dan keliling ke cafe-cafe ternama, tertua, dan terpopuler. Untuk para pecinta kopi di Melbourne ada komunitas Melbourne Coffee Review yang mereview cafe-cafe dan segala macam hal berkaitan dengan kopi. Bahkan sedemikian seriusnya coffee culture disana, diadakanlah Melbourne international coffee expo. Walaupun saya dan Elaine sepakat Caramel Latte di Starbuck itu idola kita, tapi disini gerai kopi franchise asal Amrik itu kalah saing sama cafe-cafe lokal yang secara taste lebih superior.
Konon asalnya kopi adalah dari Afrika, kemudian pertama kali di tanam secara komersil di Arab abad ke-15. Trend minum kopi baru mulai menyebar ke Eropa di abad ke-17. Di benua Australia kopi baru masuk lebih dari seabad setelahnya, diperkenalkan oleh para imigran dari Yunani. Kemudian budaya ini diperkuat oleh masuknya imigran dari Italia ke Melbourne.
Perkebunan kopi pertama di Australia berada di daerah Queensland, tanaman kopi berjenis arabica berhasil di budi daya walaupun dengan Labor Cost yang sangat tinggi. Baru di tahun 1980-an perkebunan kopi di Australia menjadi economical ketika para petani kopi mulai menggunakan metode mechanical harvesting, jadi metik biji kopinya pake mesin gitu. Sekarang malah Australia termasuk salah satu negara peng-ekspor kopi.
Berjalan menyusuri kota Melbourne, hampir di tiap tikungan kita bisa menghirup aroma kopi yang khas menyeruak dari dalam kedai kopi. Seperti saya tergila-gila dengan Ca Phe Sua Da di Vietnam, di Australia saya terpikat dengan Coffee Mocha nya yang pekat dengan chocolate kental yang generous meleleh di atas busa susu yang gurih.
Ada juga varian lain yang familiar seperti coffee latte dan cappuccino, tapi ada yang namanya baru kali itu saya kenal seperti, Long Black (kopi hitam encer, espresso ditambah air panas), Short Black (kopi hitam yang rada kental), Flat white (kopi susu biasa yang ga pake busa-busa-an), terus disini common banget minta ganti susu dengan soy milk (susu kedelai).
Di hari terakhir saya di Melbourne, saya menghabiskan pagi hari sarapan di Degraves Street, suatu lorong di dekat stasiun kereta Flinder yang sepanjang jalannya berjejeran cafe-cafe dan meja-kursi berpayung di muka cafe. Karena hari itu hari Sabtu jadi crowded banget disana, saya & Diena (salah satu korban yang jadi tumpangan hehehee) harus menunggu di waiting line hingga akhirnya dapat tempat di salah satu cafe mungil tapi berdekor cantik, bernuansa kayu, nyaman dan hangat dengan ruangan yang dipenuhi semerbak wangi kopi yang harum - Cafe Andiamo.
Degraves Street yang disisi seberang |
Degraves Street, di ujung lorong itu Stasiun Flinder |
daftar menu Cafe Andiamo |
Coffee Mocha dengan coklat melimpah ruah |
Rata-rata harga kopi di Melbourne berkisar 3 dollar hingga 4 dollar-an, ya kira-kira hampir 30ribu hingga 40 ribuan. Di Sydney lebih mahal beberapa sen.
Saya dan Diena pernah minum kopi gratis. Jadi cerita nya, di suatu malam kita memutuskan nongkrong di cafe deket apartement nya Diena. Menurut si tuan rumah coffee mocha disini juara, maka dipesanlah dua minuman kopi itu ke mas-mas barista yang sedang sibuk di belakang mesin pembuat kopi.
Keasyikan mengobrol, kita ga sadar ternyata 20 menit sudah berlalu tapi pesanan kita belum datang kemudian Diena kembali ke mas-mas itu untuk mengingatkan pesanannya. Ternyata si mas-nya lupa. Ga lama dia tergopoh-gopoh mengantarkan pesanan coffee mocha kita dan mengembalikan uang yang telah kita bayar, katanya "I'm sorry I forgot, so this one is on me." Dengan kata lain, kita minum kopi gratis disitu karena ditraktir sama mas nya yang lupa bikinin pesanan kita. Benar-benar seorang Barista yang profesional.
Kopi Gratis |