Salah satu kawan saya yang sebaiknya namanya tidak saya publikasikan disini pada suatu hari berkeinginan mencicipi Sop Duren yang (katanya) lagi happening, terletak di kota Bogor. Seperti seorang calon ibu yang hamil muda, ngidam sop duren nya diiringi syarat tak beralasan kalau harus sambil bolos kerja. Kalau saya sih bebas aja berkeliaran di jam kerja. Maka berangkatlah saya dan kawan saya itu di hari Jum'at.
Kami berangkat pagi-pagi dari Jakarta, di persimpangan antara arah Bogor dan Cisarua di toll Jagorawi dengan impulsif kami memutuskan untuk lurus dulu ke arah puncak. Tujuannya ke Curug Cilember, inspirasi yang baru saja didapat kawan saya dari hasil google nya beberapa saat sebelumnya, ketika baru memasuki toll jagorawi.
"Di sini ditulis setelah Cimory belok kiri," ujarnya mengacu kepada sumber yang dia baca di smartphone nya mengenai lokasi curug tersebut.
Belok kiri dari jalan Cisarua puncak itu jalan yang lebarnya kurang dari 5 meter dan di kiri-kanannya rumah-rumah penduduk padat berhimpit-himpitan. Kalau ada mobil dari arah berlawanan Blue On saya harus melipir mepet ke pagar atau tembok rumah orang dengan spion terlipat. Walaupun jalannya sempit tapi terasa terus menanjak, kami terus menyusuri jalan dengan rumah-rumah mungil yang rapat hingga jarak antara rumah makin jarang. di kiri- kanan jalan pemandangannya sawah menghampar, beberapa kali kawanan bebek menyebrang jalan.
Makin ke atas suasana makin sepi, tidak ada rumah lagi, tidak ada sawah, jalanan mulai berbelok-belok, tanjakan makin tajam. Kami sudah makin jauh berjalan tanpa ada penunjuk atau tanda-tanda bahwa kita menuju curug.
Jalan semakin menanjak dan semakin sepi. Pemandangan mulai berganti pepohonan, lembah dan villa dengan pagar yang megah dan tinggi, belum ada tanda-tanda kemana akhir dari jalan yang semakin lama semakin menyempit itu.
Tiba-tiba di tengah-tengah sepi itu ada gerbang parkiran yang merupakan pintu masuk ke sebuah lapangan luas, di dalamnya seperti ada tenda besar sekali berwarna putih. Di papan yang terpancang di gerbang nya terdapat logo Matahari Departemen Store.
"Coba aja kita masuk situ sekalian nanya dimana curug cilember nya," usul saya yang sudah mulai curiga bahwa kami tersesat.
Ternyata ada dua kali bayar tiket untuk masuk tempat ini. Yang pertama pada saat ambil tiket parkir, bayar 5,000 rupiah. Kami sempat bertanya sama mas di dalam booth tiket parkir. "Curug Cilember sebelah mana, mas?"
"ooo itu mah masih jauh keatas," anak laki-laki muda yang tampak belum mencapai usia 20 itu tampak menunjuk suatu tempat di awang-awang.
"mas nya belum pernah kesana ya?"
"belum hehehe"
Saya sudah hampir punya niat cuma mau puter balik di tempat itu dan melanjutkan lagi perjalanan ke arah atas, tapi lepas dari mas petugas parkir yang belum pernah ke curug Cilember kami langsung ditangkap oleh teteh petugas tiket masuk arena hiburan dan diminta 15,000 rupiah per orang untuk bayar tiket masuk.
"Di dalem ada apa sih, mba?"
"ya ada macem-macem, ada naik perahu, spa ikan...coba deh spa ikannya,"anjuran dari si teteh.
Kami pun pasrah dan mencoba mengitari area taman hiburan yang ternyata luas nya berhektar-hektar dengan mobil, berusaha menerka-nerka, mengumpulkan data dari hasil survei dan mencoba menarik kesimpulan tentang tempat wisata itu. Di dalamnya ada taman bermain anak-anak, danau yang luas, waterboom, area foodcourt yang luas, papan penunjuk lokasi outbond dan rafting. Terus terang saya cukup terpesona bahwa ternyata di area puncak yang selama ini saya pikir cuma ada kebun teh ternyata ada tempat wisata keluarga yang luas seperti itu.
Di tiketnya ada 3 kupon gratis, untuk naik sepeda air, naik perahu karet dan sewa sepeda gratis. Kami memarkir mobil dan menuju ke tempat penyewaan sepeda, ternyata sepedanya hanya boleh di sewa untuk berputar-putar di sebuah pelataran kosong, tidak boleh dibawa keluar untuk dipakai di kompleks wisata. Kami pun mengurungkan niat dan melanjutkan keliling tempat itu jalan kaki. Masih dalam usaha menerka-nerka konsep dari taman wisata itu.
Anehnya loket-loket permainan yang ada di danau kelihatan sepi dan kios loketnya tutup tak berpenghuni. Kamipun mencoba mau naik ke atas menara lookout - yang gratis juga, tapi pintu masuk ke menaranya masih terkunci. Padahal saat itu sudah jam 11 siang lewat.
Pengunjungnya juga sepi sekali, mungkin karena bukan hari libur. Yang banyak kami temui adalah keluarga-keluarga yang tampaknya berasal dari Arab, karena ibu-ibunya mengenakan Abaya hitam bercadar. Saya pun mengambil kesimpulan, mungkin tempat wisata ini target segmennya orang Arab, jadi di sana di iklanin besar-besaran sementara disini malah orang-orang (paling tidak saya dan kawan saya itu) tidak tahu tentang keberadaan tempat itu.
Jangan-jangan tujuan utama turis-turis Arab itu ke Indonesia semata-mata adalah untuk ke tempat wisata berlogo Matahari Dept Store itu, layaknya turis Indonesia ke Singapura semata-mata untuk berkunjung ke Universal Studio. Mereka dengan riang gembira naik sepeda keliling-keliling pelataran kosong, yaelaaaah kalo naik sepeda kayak gitu doang sih saya meningan di rumah aja.
Dari rencana mulia ke Curug Cilember, kami terdampar di Taman Wisata berlogo Matahari Dept Store. Untungnya tujuan awal mencicipi Sop Duren Bogor yang happening terlaksana juga. Semoga kalau kawan saya itu benar-benar hamil muda, anaknya kalau lahir ga ileran.