Beberapa hari sebelum berangkat ke Timor Leste, cuaca ekstrim menerjang Jakarta. Rencana saya pergi hari Rabu, hari Sabtu sebelumnya hujan deras mengguyur Jakarta seharian, bahkan sampai keesokan harinya. Banjir pun kembali menenggelamkan sebagian ibu kota.
Saat itu saya khawatir cuaca ekstrim mengancam trip liburan saya beberapa hari mendatang. Saya pun jadi concern masalah cuaca, membuka aplikasi di iPhone yang selama ini jarang banget saya pedulikan - weather forecast. Melihat icon prakiraan cuaca beberapa hari kedepan gambar awan + petir semua membuat saya makin galau.
Saya memantau kondisi cuaca di Jakarta dan Bali, karena saya terbang ke Dili melalui Denpasar dulu. Saya juga cari kota Dili di prakiraan cuaca yahoo yang ada di iPhone saya, tapi rupanya kota Dili, Timor Leste belum terdaftar disana. Menurut kawan saya yang tinggal di Dili sih cuaca di sana cenderung panas, angin memang kencang tapi tidak ada hujan.
Waktu di Australia saya heran dengan kebiasaan orang sana yang peduli sekali dengan weather forecast. Kalau saya bangun tidur pertama kali, liat handphone yang saya buka pertama adalah twitter atau facebook, orang disana bangun tidur yang dilihat pertama adalah weather forecast. Bahkan iklan paket data di televisi mengutamakan feature weather forecast, selain e-mail, message dan social media.
Kata Cipu yang tinggal di Melbourne, itu karena cuaca di sana agak susah ditebak. Paginya bisa dingin banget tapi siangnya panas terik, jadi supaya gak salah kostum musti tau prakiraan cuaca hari itu kira-kira temperaturnya bakal berapa. Saya sempat tuh jadi korban salah kostum waktu ke Balarat karena paginya dingin, tapi ternyata siangnya panas terik. Tapi kan di Indonesia iklimnya tropis, yang ada palingan cuma panas dan hujan, temperatur juga ga akan drastis amat berubahnya, jadi saya tidak pernah peduli dengan prakiraan cuaca dan tidak pernah salah kostum. Itu dulu.
Kemarin-kemarin ini kegalauan saya akibat cuaca ekstrim membawa saya ke website BMKG (Badan Meteorologi dan Geofisika). Selama ini saya tidak pernah buka-buka website itu, ternyata disana informatif sekali. Selain prakiraan cuaca hujan atau panas, ada juga peringatan dini gempa, angin kencang, ombak tinggi, gunung berapi yang aktif bahkan ada disitu peringatan daerah banjir di ibukota. Lain kali kalau mau merancang perjalanan lagi saya pasti bakal buka website ini lagi walaupun dengan baca-baca website ini saya malah makin was was dgn peringatan dini hujan petir dan angin kencang di nusa tenggara timur bagian timur. Yang saya khawatirkan sudah pasti perjalanan udara naik pesawat, kalau angin kencang naik pesawat itu rasanya mengerikan karena terus bergoncang.
Saya masih ingat patokan menghafal pembagian musim dalam setahun yang diajarkan waktu saya sekolah SD dulu, kalau bulan yang akhirannya -ri seperti januari, februari itu berarti musim panas karena ada akhiran -ri, sama seperti matahari. Sementara yang akhirannya -ber, seperti november dan desember, itu berarti musim hujan karena seperti bunyi hujan yang turun dari talang genteng rumah menuju selokan ‘beeerrrrr’.
Sepertinya sekarang ajaran itu sudah tidak berlaku. Iklim sekarang sudah berubah, kita tidak bisa mudah menebak musim dari akhiran nama bulannya lagi.
Kita memang beruntung hidup dijaman setelah era modernisasi, jadi hidup sekarang relatif lebih nyaman dengan segala teknologi yang ada. Tapi sebagai konsekuensinya sekarang kita hidup di alam yang rentan akibat keseimbangannya terganggu oleh 200 tahun lebih era modernisasi dan ketamakan manusia.
Orang-orang bilang ini adalah Global Warming, meningkatnya suhu permukaan bumi karena emisi CO2 dari industri yang membentuk efek rumah kaca sehingga panas matahari yang sampai ke bumi terperangkap. Curah hujan yang deras di daerah tropis dan angin yang lebih kencang dan semakin powerful adalah akibat naiknya temperatur permukaan bumi di lautan, efek yang terasa di daerah kita yang tropis ya seperti yang sudah disebut diatas itu.
Sementara itu Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia tidak pernah mengantisipasi hal-hal seperti ini, tidak pernah ada persiapan menyambut curah hujan yang makin deras. Di daerah perkotaan seperti Jakarta pemerintah bukannya mulai memikirkan bagaimana caranya menyisakan ruang-ruang hijau untuk penyerapan air malahan ruang-ruang kosong terus dibangun bangunan mall, apartement, perkantoran. Hidup di Jakarta ini bener-bener gila, baru dua minggu aja gak lewat jalanan yang sama, ntar pas lewat lagi tiba-tiba sudah ada bangunan baru yang sudah tinggi menjulang.
Saya sendiri juga salah sih. Hobi saya traveling, apalagi naik pesawat, itu salah satu penyumbang emisi karbon tertinggi yang bisa menimbulkan efek rumah kaca itu. Selanjutnya saya udah musti mulai mikirin gimana bisa punya hobi traveling yang ramah lingkungan juga nih, kalau enggak bisa-bisa beberapa tahun mendatang saya udah ga punya tempat tujuan buat menyalurkan hobi traveling saya lagi. Kayak misalnya kalau masih bisa naik kereta, saya akan milih naik kereta daripada naik pesawat karena kemarin saya coba-coba hitung pakai kalkulator carbon footprint, jumlah emisi yang dihasilkan pesawat udara dengan jarak yang sama jauh lebih besar daripada naik kereta api atau bus.
Pagi hari keberangkatan ke Denpasar, hujan deras dari pagi. Macet parah di jalan. Saya nyaris kehilangan harapan bakal sampe di bandara tepat waktu. Penerbangan saya jam 12 siang, dan jam 10.30 saya masih stuck di traffic jam daerah Kuningan. Untungnya setelah daerah kuningan, ke arah bandara lancar jadi saya tiba tepat waktu. Dalam pesawat menuju Bali jantung saya berdegup kencang karena cuaca buruk terus, sampai pramugari nya urung mengedarkan in-flight shop.
Sore hari di Bali, ketika saya duduk menanti sunset di Kuta ditemani Rio angin kencang sekali, saya sempat takut dan nyaris mengurungkan niat mau terbang lebih lanjut ke timur. Malam itu saya tidur di Bali, keesokan pagi saya tetap berangkat ke airport. Saya pikir kan perusahaan penerbangan punya standard keamanan, kalau memang tidak aman untuk terbang pasti akan di batalkan.
Ketika saya tiba di Bali siangnya saya dapat kabar kalau di Manado ada banjir besar karena air laut meluap dan menerjang kota layaknya air bah. Rumah keluarga Papa Said dan seluruh Kampung Arab seperti kapal karam tenggelam, yang tampak hanya atap rumah di atas air kecoklatan. karena air datang cepat sekali, mobil-mobil tak sempat di evakuasi, tenggelam dalam air. Waktu menonton tayangan berita lebih parah dan lebih menyeramkan, mobil CRV mengambang seperti gabus di atas danau.
Sore hari di Bali, ketika saya duduk menanti sunset di Kuta ditemani Rio angin kencang sekali, saya sempat takut dan nyaris mengurungkan niat mau terbang lebih lanjut ke timur. Malam itu saya tidur di Bali, keesokan pagi saya tetap berangkat ke airport. Saya pikir kan perusahaan penerbangan punya standard keamanan, kalau memang tidak aman untuk terbang pasti akan di batalkan.
Ketika saya tiba di Bali siangnya saya dapat kabar kalau di Manado ada banjir besar karena air laut meluap dan menerjang kota layaknya air bah. Rumah keluarga Papa Said dan seluruh Kampung Arab seperti kapal karam tenggelam, yang tampak hanya atap rumah di atas air kecoklatan. karena air datang cepat sekali, mobil-mobil tak sempat di evakuasi, tenggelam dalam air. Waktu menonton tayangan berita lebih parah dan lebih menyeramkan, mobil CRV mengambang seperti gabus di atas danau.
Bandara Ngurah Rai pagi hari, mendung tebal |
Aneh nya di Dili, seperti yang di bilang kawan saya, cuaca lumayan cerah. Kadang awan mendung menggelayuti, tapi cepat menghilang. Hujan sesekali, tapi hanya berupa percikan air tipis yang terbawa angin.
Sementara itu ketika nonton berita, Jakarta masih diguyur hujan deras dan ancaman banjir masih mengintai. Mengerikan melihat kondisi jakarta di berita waktu itu, dari tampak atas genangan air menenggelamkan jakarta, arusnya juga kencang, airnya berwarna coklat kotor. Ibu-ibu hamil dan bayi di evakuasi dengan perahu karet. Situasi di tempat pengungsian yang mayoritas ibu-ibu dan anak-anak juga kelihatan menyedihkan. Bukan hanya hujan, ancaman ombak tinggi menyebabkan kapal tidak bisa melaut, banyak calon penumpang terlantar di dermaga. Tidak ada nelayan yang berani mencari ikan.
Di Kupang - yang ada satu pulau dengan Dili, ombak tinggi mengakibatkan pasokan bahan bakar terputus sehingga jadi langka dan mahal. Tapi di Dili tetap cerah, sampai-sampai kawan saya bergurau kalau cuaca ekstrim tidak bisa lewat perbatasan karena paspornya expired.
Dili yang cerah |
Di Siak Riau cuacanya mendung,agak siang panas tapi mendung lagi sampai sore...nggak pernah hujan lagi...semoga saudara yg kena banjir,longsor,dll diberikesabaran...
BalasHapusamin
HapusNgomongin soal BALI tidak akan ada habis habisnya, Begitu saya melihat gambar Bandara Ngurah Rai ingatan saya langsung saat saya masih aktif bertugas sebagai perwakilan KangGURU di Indonesia. Bolak Balik ke Bali nyaris setiap tahun Terakhir saat kegiatan penutupan KangGURU INdonesia 20 tahun Nopember 2011 kemarin di IALF Jalan Sesetan Denpasar.
BalasHapusSetelah itu saya dan lainnya belum ada kesempatan berkunjung ke Bali lagi. Bahkan saat Ngurah Rai mengadakan RENOVASI besar besaran, saya masih belum ada kesempatan melihat lihatya. Dulu aja sudah luas, sekarang sidah pasti semakin keren, canggih dan luas
sekarang bandara nya udah bagus + ada toll di atas laut
Hapusaku malah ga pernah mikirin lamaran cuaca
BalasHapusbangun tidur cuaca cerah ya berangkat kerja, kalo hujan ya ngeringkuk lagi
begitupun kalo mau bepergian. paling paling nyampe bandara tar manyun bila ternyata penerbangan delay gara gara cuaca buruk...
Lamaran Cuaca? Ramalan Cuaca?
Hapuscieeee.. mau nge lamar siapa tu om?
HapusKeluarga kena yah Mil? Kp. Arab memang termasuk yg parah sih pas liat berita.
BalasHapusSyukur yah di Dili cerah.. Agak heran juga sih, secara kan deketan banget yah.
iya, rumahnya kelelep tapi sukur semuanya aman. cuma kasian aja bersihin lumpur2nya stlh air surut. Keluarga Py di manado gimana? aman?
Hapuskalaua es krim saya suka banget loooo
BalasHapusGak berani makan es krim dingin2 brrrr
HapusAwal Januari kemarin aku ke Pantai Klayar Pacitan... Ombak besar sekali sehingga aku gak bisa mendekati tempat dimana ada "seruling samudra".
BalasHapusApalagi saat itu hujan juga turun... lengkap sudah hehehe
Aku pengen ke pantai klayar mba wkwkwk
HapusIya Mba, tahun ini luar biasa banget Jakarta. Di rumah yang dulu pas musim jakarta banjir biasa aja ini tiga hari berturut-turut hujaaaan terus sampe dingin banget rasanya.
BalasHapusIni udah berhari2 ujan teruuusss gak ada matahari hiks
Hapushati2 mbak Mila, skrg cuaca lg tdk bersahabat, mending jangan jalan2 dulu deh...
BalasHapusIya nih, libur dulu jln2nya sampe cuaca gak buruk lg
Hapustapi emang jakarta hujan melulu dong. ga pernah panas sama sekali.. oh ya, gw samaaaa sekaliii ga pernah liat aplikasi prakiraan cuaca. males bener.. dan gw mencurigai kalo ramalan itu semua salah. hahaha..
BalasHapuseh trus keluarga lo di manado sekarang gmn?
Dulu juga gw pikir gitu, tapi stlh gw baca website bmkg itu trus gw ulik2 ada alasannya kenapa bisa diramalin ujan ato enggak, dan ada persentase nya.
Hapustuh kaki gatel udah nyampe di Timor Leste aja dah ah :) Have Fun...
BalasHapushahaha... pantai nya bagusss
HapusCuaca sekarang ini memang susah ditebak. Pelajaran di bangku sekolah mengenai periode musim di negara tropis memang sekarang ini sepertinya sudah tidak mulai berlaku. Alhasil, untuk bepergian ke suatu tempat seyogianya perlu memperhatikan keadaan cuaca ya:)
BalasHapusiyaa ngeri. skrg tuh bukan cuma sekadar panas atau hujan, tapi ngeri anginnya T__T
Hapusdisini belum ada matahari mbak :)
BalasHapuskangen matahari :(
Hapusudah balik dari Atambua, Kupang, NTT bahkan Dili Timor Leste yah Mbak? aiiisshh serunya.. mana cerita selama dsana? waktu itu jadi tanya2 ke temanku gak? oleholeh mana Mbak? *loohh apa ini.
BalasHapusanyway turut prihatin atas musibah di Manado apalagi keluarga Papa Said ikut jadi korban, semoga digantikan yg lebih baik lagi, Aamiin.
temen kamu itu di flores tauk bukan di kupang bwahahaha.. salah alamat. tp tengkyu ya nanti klo aku ke flores lagi aku main deh sama temen kamu.
Hapuskak mila semoga tetep lancar traveling-nya, domisili kak mila ga kebanjiran kan?
BalasHapusrumah aku ga banjir, tapi jalan2 nya yang banjir. Kamu ga kena banjir juga kan, bi?
Hapussemoga meskipun cuaca sedang extreme travelingnya tetap lancar ya, mila :)
BalasHapusiya, makasi indi. lumayan lancar kog, cuman delay2 pesawat aja dikit hehehe
Hapushahaha.. iya dulu katanya kalau akhiran "ber" berarti musim hujan, januari-februari pancaroba, lainnya kemarau. sekarang jadi nggak jelas.
BalasHapustapi mudah-mudahan gak sampai kayak "the day after tomorrow" atau "after earth" deh. :(
di amerika udah kayak film the day after tomorrow tuh T__T
HapusKunjungan lagi. Hayuuu semangad donk nulisnya'
BalasHapusHihihihi
Hai Mil... gimana rasanya take off ditengah hujangerimis? Aku pernah sekali ngalamin...dibawah kelihatannya gerimis ternyata pas take off hujan tambah deras, sempat ngalamin turbulence...hiyyy menegangkan..ngga mau ngalamin lagibdeh. Btw ditunggu cerita petualangannya di timor leste.
BalasHapusiya ngeri juga sih,tapi kalo naik pswt kalo udah di atas sbnrnya ga kena ujan, kan diatas awan. cuman pas nembus awannya itu yang ngeri
HapusMaaf OOT
BalasHapusBlogwallking jangan lupa kunjugin juga webkuu ^^
Ya Allah, terus gimana sekarang Papa Said sekeluarga? Ud surut banjirnya? :'(
BalasHapusPapa aku sih di jakarta, adik2 & kakaknya papa aku yang ada di manado. banjir sih udah surut, tapi bersihin lumpurnya masih dan barang2 elektronik rusak semua
Hapusmungkin orang dili punya pawang hujan yang sakti ya
BalasHapusHmmm.. bisa jadi
Hapuskarena naik pesawat di musim cuaca buruk masih lebih aman dari naik motor di jalanan ibu kota :)
BalasHapus