Waktu itu saya dan beberapa kawan-kawan tiba di kawasan Sentul City sekitar jam setengah 7, agak telat memang untuk memulai lari karena matahari sudah terlanjur bersinar terang. Kami memutuskan parkir di Gedung Budaya Sentul City menunggu satu rombongan lagi di mobil terpisah yang baru datang jam 7. Ternyata dua orang kawan saya di mobil yang baru datang itu tidak mau ikut lari, mereka memilih naik mobil sambil melakukan olahraga lain, yaitu main catur.
Tujuan rute lari saat itu adalah ke Gunung Pancar. Diantara kami belum ada yang pernah ke Gunung Pancar jadi sama sekali buta dengan jarak dan medan lari saat itu. Dari Gedung Budaya kami lari ke arah The Jungle, di persimpangan yang banyak ojek ada petunjuk arah ke Gunung Pancar dan Air Terjun.
Setelah persimpangan yang ada pangkalan ojek itu jalanan mulai menanjak, dan karena kami sudah kesiangan jadi sudah ramai oleh mobil dan motor.
Mendekati kilometer ke 3 tanjakan menjadi semakin sadis derajat kemiringannya. Saya sudah tertinggal jauh dibelakang dari Martin dan Nico, sementara Grace yang mulai ikut lari bareng sama saya mulai pangkalan ojek terpaksa menyerah dan ikut naik mobil hingga sampai di Gunung Pancar.
Saat itu saya merasakan tarikan gravitasi seperti nyaris memaksa saya buat merangkak di aspal. Jalan saja sudah tidak bisa tegak karena jalannya miring sekali.
Saat itu saya cuma bisa menyeret kaki-kaki saya yang mulai terasa kaku dengan wajah menunduk ke bawah, menyaksikan bulir-bulir keringat saya jatuh bercucuran di atas aspal. Sesekali saya menengadah melihat ke depan, nun jauh diatas sana tampak seperti ujung pendakian. Tapi ketika sampai di titik yang saya pikir ujung pendakian ternyata cuma bonus sedikit, setelah itu tanjakan selanjutnya menyambut.
Jarak dari Parkiran Gedung Budaya hingga ke Gunung Pancar memang gak jauh, tidak sampai 5km. Tapi karena tanjakannya sadis, bikin betis meringis pedih. Jalannya aspal mulus tapi lumayan gersang, tidak banyak pohon di sisi jalan untuk berlindung dari sengatan matahari pagi yang mulai terik. Saya membuat mental notes, lain kali kalau mau lari lagi kemari harus start jam 5.30 subuh dari Sentul City.
Mendekati kilometer ke 4 saya mulai melihat ada pucuk-pucuk pohon pinus di kejauhan. Benar saja, tak lama saya saya sudah berada di tengah-tengah jajaran hutan pinus. Pohon pinus daunnya beda dengan pohon lain, bentuknya langsing dan lancip seperti jarum. Konon bentuk daun pohon pinus yang lancip berguna supaya penguapan air melalui permukaan daun berkurang drastis tanpa harus mengurangi luas permukaan hijau yang berguna untuk fotosintesis, jadi pohon pinus ini termasuk yang paling tahan dengan kondisi curah hujan yang sedikit.
Saya mulai berlari lagi ketika memasuki kawasan hutan pinus, tidak jauh ada gerbang masuk Gunung Pancar. Suasana mendadak teduh dan rindang diantara naungan pohon pinus.
Kami sempat duduk-duduk, gegoleran dan coba foto ala-ala gaya acro yoga tapi gagal. Rencananya kami mau foto plank tapi tumpuk tiga dengan posisi Martin paling bawah, Nico di tengah dan saya paling atas. Masalahnya karena tinggi badan saya yang minimal jadi buat memanjat ke atas Martin dan Nico susah, akhirnya saya memutudkan untuk sedikit melompat tapi mereka malah gak kuat dan kami pun rubuh seketika.
Sadar kalau kami tidak bakat bergaya acro yoga kami memutuskan melanjutkan perjalanan dengan tujuan mencari air terjun. Tapi kami hanya jalan sejauh pemandian air panas karena tergoda kelapa muda yang digantung di warung dekat situ. Habis makan kelapa muda kami lupa sama air terjun dan langsung jalan balik pulang. Tapi saat itu sudah terlalu siang dan matahari sudah terlalu terik, akhirnya kami hanya mampu jalan sampai dengan pangkalan ojek di dekat pintu The Jungle kemudian minta dijemput oleh dua kawan kami yang lagi asik main catur pakai mobil.
Rute lari Sentul City - Gunung Pancar |
Wah wah kuat juga kamu mil..lari di tanjakan
BalasHapusya dooonkkk... setroong
HapusWiihhh, betis apa kabar mil ?? xixixi... kpn atuh ya kita jalan2 bareng :))
BalasHapusmayan berotot mba ir hahahaa.. yuukk jalan bareng, sama mba mira juga, aku mau blajar yoga sama mba irma dan mba mira
HapusWah muantappp nih tenaganya kuat.
BalasHapusAhi hi hi hi hi.
hihihiiiii hosh hosh
HapusYa Allah.. Kuat bener kamu, Mil..
BalasHapusbwahahahaa.. biasa aja vic, gak seberat yang kamu baca sebenernya, aku kan cuma ngelebih-lebihin supaya seru :p
HapusYa olooo... Latepost berat. Wkwkwkwkwk
BalasHapusiya, baru sempet wkwkwkwk
HapusLain kali kita hajar sampe air mancur yakkkj
BalasHapusair terjun keleeessss
Hapussaya tunggu di Parapat mbak, Danau Toba, hehe..
BalasHapussiap, bang! tunggu saya ya
Hapusgak sanggup aku jalan kaki begituan mbak, apalagi lagi hamil gini, haha
BalasHapuswaduh kalau lagi hamil jangan mba, nanti melahirkan duluan hihihii
Hapusgunung pancar itu deketan sama gunung bunder kan mil?
BalasHapustempat latihan militer,
aku pernah ke gunung bunder-nya
(siapa yg nanya)
aku juga kurang tau, baru sekali itu ke gunung pancar gara2 liat instagram orang2 gitu. ada ya gunung bunder?
HapusWoooh strong nah kakinya...
BalasHapussekarang dunia perdakian jadi makin hits ya
Jangankan lari menanjak, lari menurun saja saya gak kuat... Hehehe... :D
BalasHapusAku bisa bayangin capeknya ;p... 5 km pula.. jd inget pas di chiang rai, mau ke museum opium, jalan kaki krn ditulis cuma 1 km.. tp trnyata menanjak tinggi dan sepertinya sih itu lbh dari 1 km ;p.. cuapeknya puuuolll... apalagi ini yg 5 km yak :D.. pulang dari sana pasti tidur jd nyenyak bgt mbak ;)
BalasHapusTinggi minimal? Hahaha ada2 ajaa ih.
BalasHapusBtw, seneng punya temen buat jalan. Aku di sini ngga punyaa. Pada malas gerak. ����
Haha salah baca judul nih, aku kira kamu galau Mil, terus pergi ke gunung Pancar sebagai pelarian, ternyata...
BalasHapusT_T
BalasHapusjadi inget masa masa kuliah dulu, sering jalan-jalan ke alam, ke gunung pancar juga :D
kuat banget lari di tanjakan mbak..
BalasHapus