Senin, 07 Oktober 2013

Great Ocean Road

Great Ocean Road adalah jalan raya yang terbentang di sepanjang garis pantai bagian selatan benua Australia. Sebelum ada jalan darat, rute perjalanan yang sama dilakukan via laut  menyusuri garis pantai juga. Tapi laut disisi itu terkenal berbahaya, di musim-musim tertentu ombak nya sangat besar dan resiko kapal karam karena menghantam batu-batuan di coastline itu sangat tinggi. 

Setelah Perang Dunia I - tahun 1900-an gitu, sekitar 3000-an veteran perang bekerja sama membangun jalan darat yang kemudian diberi nama Great Ocean Road. Jalan itu dipersembahkan bagi rekan-rekannya yang gugur di medan perang. Ya sebenarnya sih Great Ocean Road ini semacam jalan raya Anyer-Panarukan yang dibangunnya gak pake kerja paksa. Walopun gak pake kerja paksa, karena di jaman itu belum canggih dan semua pekerjaannya masih manual labor, ya banyak juga jatuh korban jiwa, mungkin kayak ketiban batu, kepleset di jurang, kecemplung ke laut dan sebagainya.

Great Ocean Road ini melewati beberapa fishing village, landmark-landmark terkenal seperti Twelve Apostles, London Bridge, Loch Ard Gorge dan juga melewati kota dimana ditemukannya brand fashion surfing ternama Rip Curl, yaitu Torquay. Saingannya Rip Curl, Billabong yang berasal dari bahasa Aborigin juga brand yang berasal dari Australia, tapi asalnya di daerah Gold Coast - bagian Northeast Austalia.

Bells Beach

Cerita saya kali ini berawal dari Bells Beach, dimana saya terbangun di dalam bus yang sepi dan dikunciin sama Damon si tourguide. Pantai disini warnanya coklat banget, ditimpa cahaya matahari pagi jadi menimbulkan kesan keemasan - Golden Coast. Karena saya datang di musim gugur yang dingin jadi pantai itu tampak sepi. Katanya di musim yang udaranya hangat di pantai ini banyak mas-mas surfer bule yang perutnya kotak-kotak dan kulit yang kecoklatan tanned, diatas papan surfingnya,  menembus ombak dengan rambut yang basah terkena air laut. *ngacai* *lap iler*

Bells Beach
Bukan hanya pasirnya yang berwarna coklat, tebing batunya juga berwarna coklat nyaris seragam sama pasirnya. Bahkan rumput dan semak-semak disekitar pantai juga tampak berwarna kecoklatan, mungkin karena efek musim. Di tempat ini para anggota tur menikmati coffee break pagi mereka di iringi semilir angin pantai yang dingin. Dan di tempat ini saya kenalan sama Elaine, gadis Irlandia yang sama seperti saya, ikut tur ini sendirian. 

Damon menghampiri kita untuk memberi tahu saatnya coffee break sudah selesai. Kayaknya buat basa-basi dia nanya sesuatu ke saya yang karena gak terbiasa sama dialek australia terdengar seperti "kamu tidur dimana." 

"Excuse me?" tanya saya sambil mikir, ngapain dia nanya saya tidur dimana. Absurd banget.

Trus Damon ngulang lagi kalimatnya pelan-pelan, "Were you asleep?"

Oala.. ternyata dia nanya apa saya tidur tadi di bus waktu dia ngunciin saya itu, bukan nanya dimana saya tidur ato yang kedengeran saya seperti where you sleep. Antara otak masih belom optimal  gara-gara baru bangun tidur, ga terbiasa sama aksen ostrali dan agak budek gara-gara kedinginan. 

Great Ocean Road Memorial Arch

Seperti yang saya cerita di awal soal nilai historis Great Ocean Road, untuk selalu mengenang jasa para veteran perang dunia yang telah bekerja keras mengikis bebatuan, menggali, memadatkan tanah dan meratakan jalan ini sehingga dapat dilalui dibangun sebuah prasasti peringatan di tepi jalan. Ada prasasti, ada patung, dan ada gerbang yang digantung tulisan GREAT OCEAN ROAD. 

Gerbang Great Ocean Road

Great Ocean Road di musim gugur, rumputnya mulai kecoklatan
Kita menyusuri ruas great ocean road yang pemandangannya (karena saya arahnya dari timur ke barat) sebelah kiri ada laut dan sebelah kanan ada gunung. Selain warna nya yang didominasi coklat sebenarnya gak ada yang terlalu spesial dari pemandangan nya, mirip aja kayak jalan raya di sini yang menyusuri garis pantai juga. 

Mobil tur sempat berhenti di beberapa spot yang ada papan keterangannya, seperti Cape Patton dimana pas penggalian buat bikin great ocean road malah ditemukan rangka dinosaurus yang  berumur 100 juta tahun lebih. Tapi tidak semuanya menarik perhatian saya dan bikin males turun mobil. Kita juga mampir untuk mengamati koala-koala yang hidup liar. 

Setelah itu waktunya makan siang.

Apollo Bay

Bus berhenti di suatu kota bernama Apollo Bay, kita makan siang di suatu restoran yang menunya boleh pilih. Saya dan Elaine memilih Lamb Souvlaski, semacam kebab. Ukurannya besar banget dan masih ditambah potongan-potongan kentang goreng yang gemuk-gemuk, makan setengah porsi souvalski nya aja saya udah kenyang  banget, kentang nya sama sekali gak saya sentuh dan berpindah ke piring cowo brondong asal belanda yang namanya susah saya ingat.

Para anggota lain masih pada makan, Elaine memberi kode sama saya untuk keluar restoran itu, ngobrol-ngobrol disamping tempat sampah yang berfungsi sebagai asbak. Pekerjaan Elaine di Irlandia adalah penata artistik panggung buat pertunjukan-pertunjukan seni. Ketika kehidupan nya mulai terasa menjemukan dan meaningless dia memutuskan untuk travelling, sendiri. Gak seperti saya yang perjalanannya terencana, riset dulu, bikin itinerary dulu, perjalanan Elaine gak ada rencana sama sekali. Pokoknya kemana arah kaki melangkah. 

Disinilah Tara muncul, cewek Inggris yang cerewet tapi lucu. Dia dateng-dateng heboh menanyakan dimana orang-orang yang lain, apakah mereka sudah naik bus? dimana bus nya parkir? dimana Damon? Saya dan Elaine cuman liat-liatan sambil angkat bahu. Belom kita ngomong apa-apa, Tara udah ngomong duluan lagi kalo dia mau beli permen dulu di warung, jadi jangan ditinggalin. 

Saya dan Elaine cuman liat-liatan lagi sembari si Tara berlalu dengan hebohnya.

Tidak lama Tara muncul dari dalam warung, teriak-teriak sambil menunjuk suatu lorong, "Ova' hieeere." 

Maits Rest Rainforest

Tidak hanya tur ke daerah pantai, kita juga diajak ke Rain forest yang kebetulan dilewatin sama Great Ocean Road. Jalan-jalan di hutan di Australia tidak sama kayak jalan-jalan di hutan di Indonesia, jalan-jalan di hutan sini sepatu gak akan kotor sama sekali. Sepanjang jalurnya di alas sama papan-papan kayu. Bahkan sepatu saya ini lebih kotor waktu dipakai jalan-jalan di sekitar halaman rumah saya doang daripada dipakai selama saya di Australia. Higienis banget. 

Selepas rain forest pemandangan di kiri saya mulai bervariasi, ganti-ganti antara laut dan padang rumput yang berisi kawanan sapi-sapi dan domba-domba yang gemuk. 

Twelve Apostles 

Setelah perjalanan setengah hari akhirnya sampai juga di klimaks dari tur Great Ocean Road ini, yaitu Twelve Apostles. Dua belas tugu batu yang terbentuk akibat erosi air laut. Awalnya mungkin semacam tebing batu yang menjorok ke laut, kemudian air laut mengikis bagian bawahnya sehingga lama-lama membentuk semacam celah yang memotong tebing itu. Kelamaan celah makin besar dan bagian atasnya yang masih membentuk semacam jembatan makin tipis karena terus menerus di kikis oleh air laut dari bawah sehingga runtuh, maka jadilah semacam tugu yang berdiri tegak di tengah laut.

Twelve Apostles di tengah kabut
Bahkan sekarang twelve apostles sudah tidak berjumlah dua belas lagi. Tugu-tugu batu yang tegak berdiri membentuk formasi berjajar itu masih terus menerus di hantam ombak yang mengikis permukaannya, kelamaan bagian bawah tugu itu menipis dan runtuh karena tak sanggup menopang beban diatasnya. Satu persatu formasi batuan itu akan runtuh mungkin dalam beberapa puluh tahun tidak akan lagi ada yang namanya twelve apostles. 

Saya menyusuri jalan setapak yang melintas di sepanjang tebing sendirian karena Elaine memutuskan naik helikopter dan melihat barisan batu-batu itu dari atas. Tiba-tiba Tara muncul di belakang saya. Sekalian saja saya minta tolong dia fotoin saya. Kabut tebal yang menggantung di langit siang itu menimbulkan kesan misterius. Dalam imajinasi saya muncul daftar-daftar tempat yang mau saya kunjungi. Twelve Apostles, Contreng.

Loch Ard Gorge

Dari Twelve apostles yang sudah tidak twelve lagi, kita naik bus menuju suatu lokasi dimana ada 3 spot yang bisa dilihat. Arah kanan ada Goa, jarak tempuh di papan keterangan 1 jam 30 menit. Arah Lurus, ada tempat dimana kapal Loch Ard karam, jarak tempuh 50 menit. Sebelah kiri ada razorback, formasi batuan lain yang terbentuk akibat angin dan air laut sehingga bentuknya jadi unik, jarak tempuh 40 menit. 

Kita hanya dikasih waktu satu jam sama Damon, jadi saya dan Elaine memutuskan gak akan ke Gua karena terlalu jauh. Pertama-tama kita turun ke pantai, di mana kita bisa melihat tempat karamnya kapal Loch Ard. Semua penumpang kapal itu tewas kecuali dua orang survivor, seorang lelaki bernama Tom dan seorang wanita bernama Eva. 

Waktu kapal karam, Tom berhasil menyelamatkan diri, terombang-ambing berjam-jam di laut hingga ombak laut menghempaskan tubuhnya ke shore. Disitu dia mendengar ada cewe nangis, bukan kuntilanak, melainkan Eva yang lagi nyangkut dimana tauk. Tom balik lagi nyemplung ke laut, berenang dan menyelamatkan Eva. Mereka berlindung di dalam gua. Kemudian Tom meninggalkan Eva untuk mencari pertolongan, memanjat tebing itu. Dia ketemu dua orang pria yang akhirnya menolong mereka. Waktu insiden itu si Tom sempat naksir sama Eva. Ketika mereka selamat Tom sempat menyatakan cintanya sama Eva tapi ditolak, mungkin waktu itu si Eva bilang gini kali,"Tom, what happened in Loch Ard Gorge, stays in Loch Ard Gorge."

Loch Ard Gorge

Goa tempat menyelamatkan diri

Tempat kapal Loch Ard karam
Jalan di atas pasir coklat ini ternyata lebih susah dari pasir di indonesia yang pernah saya kunjungi, entah kenapa lebih berat rasanya. Mungkin karena ga padat, jadi kaki kita tuh ngejeblos banget. Selesai lihat gua tempat Tom dan Eva menyelamatkan diri, saya dan Elain naik lagi ke atas tebing menuju lokasi lookout kapal karam yang menurut papan keterangan berjarak 1.4 km bolak balik dan jarak tempuhnya 40 menit. Karena takut gak keburu waktunya, kita setengah berlari hingga sampai di lokasi yang dimaksud, foto-foto sebentar terus setengah lari balik lagi. Waktu yang kita perlukan bolak balik kayaknya gak sampe 15 menit deh.

Masih ada tempat yang mau kita kunjungi, kita pun berlari-lari kecil menuju arah razorback. Di tempat parkir Damon sudah melambai-lambai sambil memberi gesture nunjuk-nunjuk jam tangan. Menurut papan penunjuk waktu tempuh 40 menit, tapi waktu kita tinggal sekitar 10 menit aja. Walaupun ngos-ngosan tapi rasanya gak nyesel bela-belain lihat razorback. Cantik banget. Ternyata angin dan air laut bisa berkolaborasi membentuk suatu karya seni ukiran yang indah dari batu. 

Di papan keterangan tentang Razorback tertera peringatan:
Be Safe - Take Care
The Cliff edges are constantly changing shape under the powerful hand of nature

The Razorback


London Bridge

London bridge is falling down, falling down, falling down.
London bridge is falling down my fair lady.

Tempat terakhir yang kita kunjungi adalah yang dinamakan London Bridge, yang sekarang sudah gak jadi jembatan lagi karena sudah runtuh. Kalau saya datang tahun 1990, masih bisa lihat model jembatannya. Di dalam bus Damon cerita, jaman dulu bahkan mobil bisa sampai di ujung tebing itu melewati jembatan. Ketika jembatan nya runtuh, ada sebuah mobil yang terjebak di situ, penumpangnya seorang suami dan seorang istri. Tapi celakanya itu suaminya perempuan lain dan istrinya pria lain, jadi mereka ceritanya lagi selingkuh ketika insiden terjebak di tengah-tengah tebing di tengah laut itu. Fiuh, apes nya dobel itu. Sudah jembatannya runtuh, tertimpa tangga yang dilempar dari pasangannya dirumah gara-gara ketauan selingkuhnya sampai masuk koran dan tivi. Itu ceritanya Damon sih, gak tau bener atau issue yang dilebih-lebihkan.

London Bridge tahun 1990

London Bridge sekarang. beberapa tahun lagi mungkin jadi apostles juga
Matahari sudah mulai akan terbenam ketika saya menyusuri jalan di coastline itu. Semburat jingga mulai muncul di garis horizon yang membatasi antara biru langit dan biru laut. Andai saya menikmatinya sembari leyeh-leyeh, mengkhidmati kemolekan alam dengan penuh ketenangan dan kedamaian. Bukannya sambil ngos-ngosan jalan cepet gara-gara takut ditinggal bus begini. 

25 komentar:

  1. jalan-jalan melulu nggak capek ya Mbak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. nda donk. Mau tau aja ih

      Hapus
    2. Ga pernah ada kata capek buat jalan2 om hihihihi

      Hapus
  2. Keren dong bikin jalan ga pake kerja paksa
    Coba kalo disini, disuruh kerja bakti doang entah kapan kelarnya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mereka kan digaji pemerintahnya jd rajin, kalo kerja bakti mah gak dibayar malah keluar duit buat patungan beli makanan hahahaaa

      Hapus
  3. Katanya di musim yang udaranya hangat di pantai ini banyak mas-mas surfer bule yang perutnya kotak-kotak dan kulit yang kecoklatan tanned, diatas papan surfingnya, menembus ombak dengan rambut yang basah terkena air laut. *ngacai* *lap iler*

    ===========================================

    Hihihi aku selalu ketawa kalo Mbak Mila uda ngeluarin kalimat2 sejenis ini, wkwkwkw......
    Ini masih di Oz ato emang ceritanya dicicil sis ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihiiy... Cicil ceritanya mba, diseling2in supaya gak bosen

      Hapus
  4. Indah sekali liputan atau repoetasenya tentang Australia. Very cool

    BalasHapus
  5. menagih janji ngajak gw kesana... wakakaka

    BalasHapus
  6. suami istri yang sial. hahaha.. kasian yah jembatannya udah runtuh..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaaa.. Selingkuh ketauan di tv nasional bwahahahaa

      Hapus
  7. nice blog mb mila. Nemu dari majalah chic nih yg direview disana. #blogwalking

    BalasHapus
  8. Asoy mbak.. Enak ye jalan-jalan melulu.
    Kebayang Great Ocean Road diperjuangkan dengan darah dan nyawa.. asekk. Keren
    Namanya jaman dulu belom ada teknologi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, tapi jalan di sini lebih pke nyawa sih hihihiiy

      Hapus
  9. wah, london bridge is falling down dong, ya? hihihi... baru tau aku ada pasir yang bikin langkah jadi berat. tapi pemandangannya keren bangeeeet :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, sangking empuknya jd susah jalan dipasirnya, mana pke sepatu lagi jd kesangkut2 hihihi

      Hapus
  10. Beneran keren mampus, itu batu karang bisa bersiri besar2 di tepian laut. Jadi mauuu kesana :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Buruan kesana sblom makin berkurang lg apostlesnya

      Hapus
  11. Gw blom pernah ke twelve apostles lho, percaya kan?

    BalasHapus
  12. 12 Tugu batu itu keren banget ya berdiri kokoh di hamparan laut yang luas membentang. Pasti itu daya tarik wisata yang luar biasa bagi Australia untuk menghasilkan pendapatan yang lebih

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...