Hari kedua saya memutuskan berkunjung ke Ballarat, 3 jam perjalanan naik kereta dari Melbourne. Pagi hari udara cukup dingin, sekitar 16 - 18 der C. Cukup lama saya tertegun di depan koper, berpikir baju apa yang akan saya pakai.
Malam hari sebelumnya saya merasakan yang namanya dingin ketika saya jalan kaki pulang dari rumah kerabat Cipu yang sakit bersama Kak Masni, angin malam berhembus sampai menembus kulit dan daging sampai ke tulang sumsum, gigi saya pun otomatis gemerutukan.
Akhirnya pagi itu saya memutuskan membungkus seluruh tubuh saya dengan baju dalaman lengan panjang warna hitam, dress garis-garis hitam putih dan legging hitam. Pikiran saya, di kota saja dingin,di gunung pasti lebih dingin.
Cipu masih menginap di rumah kerabatnya yang sakit. Kak Masni di ruang tengah sedang mengerjakan tugas dengan tekun di depan laptopnya, Tony sedang membuat sarapan disela kegiatannya membuat tugas kuliah juga.
“Selamat mengerjakan tugas, aku jalan-jalan dulu yaaaa...,” saya pun pamit sambil buru-buru ngacir keluar sebelum ditimpuk pakai toaster.
Stasiun kereta Anstey - stasiun yang terdekat dari rumah Cipu, pagi itu ramai oleh para komuter yang akan berangkat kerja ke kota. Semua kereta dari daerah suburban akan mengarah ke 5 stasiun utama - Flinder Street Station, Southern Cross Station, Flagstaff Station, Melbourne Central Station dan Parliament. Semua kereta akan berputar melewati stasiun-stasiun tersebut sehingga dinamakan City Loop, arah loop nya bisa ke kanan dulu atau ke kiri dulu tergantung pagi atau sore.
Masuk ke dalam kereta Metro, saya duduk di bangku kosong di hadapan dua orang perempuan muda kira-kira berusia 25-an berbusana kantoran. Dua-duanya mengenakan rok mini, legging hitam dan sepatu boot. Yang satu berambut pirang lurus terurai sebahu, yang satu lagi berambut brunette di ikat gaya ballerina bun (konde di atas kepala) yang agak berantakan tapi tetap kelihatan keren. Keduanya memangku chrochete, kedua tangan mereka sibuk merajut gulungan benang dengan dua jarum besar sembari terus mengobrol.
“Vest kamu bagus deh,” kata wanita berambut coklat.
Temannya mengenakan semacam vest yang panjangnya hampir menyamai rok mininya, berpola kembang dan daun-daunan warna oranye-hijau. Vest itu dibiarkan tidak terkancing dan jatuh tergerai di sisi-sisi tubuhnya.
“Sebenarnya ini dress loh,” kata si rambut pirang.
“ah yang benar,” kata si rambut coklat tak percaya.
“iyaaa… suer. Ini dress yang kancing nya dibelakang, tapi aku pakainya dibalik. Yang ada kancingnya ini aku pakai di depan,” si rambut pirang berusaha meyakinkan temannya.
Mereka pun meneruskan rajutannya, si rambut pirang sesekali mengajarkan trik-trik pola rajutan ke si rambut coklat, mereka pun turun di Flinder Street Station. Sementara saya meneruskan perjalanan terus ke Southern Cross, stasiun kereta yang menghubungkan kereta Metro dalam kota dan kereta V/Line untuk ke luar kota. Dari sana saya akan beli tiket kereta V/Line ke Ballarat karena kartu Myki saya hanya berlaku untuk transportasi dalam kota saja.
Setelah berputar di City Loop kereta akan kembali ke jurusannya, jadi yang mau ganti jurusan juga bisa turun di salah satu stasiun tersebut dan menyambung naik ke jurusan lain.
Southern Cross terminal adalah stasiun kereta paling besar di Melbourne dan paling modern juga. Modal tanya kiri kanan saya berhasil menemukan loket penjual kereta V/Line. Beruntung sekali karena kebetulan ketika saya beli tiket kereta itu adalah jam off-peak, jadi saya bisa beli tiket dengan harga lebih murah daripada kalau saya beli di jam orang-orang berangkat dan pulang kerja (peak).
***
Kereta V/Line tiba di Stasiun Ballarat yang mirip stasiun Jatinegara versi lebih bersih nya. Saya menghampiri loket informasi dan bertanya cara ke Sovereign Hill. “Kamu keluar pintu ini, terus tunggu saja bus nomor 9,” sambil menjelaskan perempuan muda berambut pirang itu keluar dari booth nya, mengantar saya sampai ke depan pintu keluar dan menunjuk halte bus yang terletak di muka stasiun dengan ramahnya.
Ballarat Station |
Ballarat Station dalamnya |
Keluar dari stasiun kereta Balarat rasanya seperti terlempar dari mesin waktu dan tersesat di abad ke – 19. Semua bangunan nya bergaya Victoria, elegan dengan detil-detil dan berwarna dominan kecoklatan.
Sejak mulai ditemukannya bahan tambang emas di tahun 1850-an di daerah ini, perkembangan Ballarat menjadi maju dengan pesat. Berita penemuan emas di daerah ini cepat menyebar luas ke seluruh penjuru dunia, sehingga orang-orang dari seberang benua mulai berdatangan selama periode Gold Rush itu.
Untuk menertibkan penambangan emas pada jaman itu, pemerintah menetapkan peraturan untuk para penambang agar memiliki Miner’s license. Tapi kelamaan Miner’s license itu terasa memberatkan dengan pajak dan biaya-biaya lain yang mencekik para penambang. Akhirnya penambang emas di Ballarat membuat aksi pemberontakan yang dinamakan Eureka Rebellion .
Konon jaman dahulu kala, seorang ilmuwan bernama Archimedes pusing bukan kepalang tatkala sang Raja menanyakan kepadanya apakah mahkotanya terbuat dari emas asli atau tidak. Inspirasi datang ketika beliau berendam di bak mandi dan menyadari ada air yang tumpah sebanding dengan berat nya.
“Eureka! Eureka!,” Archimedes berseru kegirangan, dengan cara itulah dia dapat membuktikan bahwa ternyata mahkota raja itu tidak asli emas.
Mungkin kata Eureka yang diserukan oleh Archimedes ketika menemukan cara menentukan keaslian emas itulah yang menginspirasi nama dari pemberontakan tersebut. Tapi terlepas dari adanya kericuhan itu, penambangan emas di daerah ini lah yang membuat negara bagian Victoria berkembang pesat dan ikut mengangkat nama kota Melbourne.
Udara di Ballarat berbeda sekali dengan Melbourne, matahari nya disini terasa lebih dekat ke kepala. Saya mulai merasa terpanggang didalam kostum serba hitam-hitam ini. Tak lama bus nomor 9 muncul dari ujung jalan.
“Sovereign hill?” saya melongok dari pintu depan dan bertanya ke supirnya.
“Yep,” jawabnya memberi kode dengan kepala agar saya naik ke atas bus.
Ketika saya mau memasukan uang kedalam mesin, pak supir segera mencegah dan menjelaskan kalau saya tidak perlu bayar fare bus lagi kalau mau ke Sovereign Hill, cukup menunjukan tiket kereta V/Line saya. Dia juga menanyakan apakah saya tahu dimana harus berhenti kalau mau ke Sovereign Hill.
Saya menggeleng.
“Alright. I’ll tell you where to stop,” katanya dengan ceria.
Sejauh ini pengalaman saya selama di Australia positif banget, orang-orangnya ramah dan helpful.
Saya masuk ke Sovereign Hill yang merupakan lokasi wisata terkenal disana. Saya perhatikan para pengunjung rata-rata menggunakan T-shirt dan celana pendek, sementara saya dengan baju lapis-lapis semacam baru turun dari gunung bersalju. Saat itulah saya baru menerima kenyataan pahit dengan lapang dada bahwasanya saya telah membuat kesalahan fatal. Salah kostum.
Saya sedang duduk di depan salah satu bakery sembari mengunyah strawberry pie ketika ada ibu-ibu tambun usia 50-an tiba-tiba menghampiri saya, “Baju kamu bagus deh, beli dimana? Di Melbourne bukan?” Rupanya si ibu tertarik dengan baju dalaman hitam saya yang sebenarnya adalah semacam manset buat yang pakai jilbab karena ada penutup kepala yang menyambung di kerah kaos nya. Entah itu ibu benar-benar tertarik sama baju saya atau ibu itu hanya heran melihat pakaian saya yang kayak orang meriang sementara dia pakai tank top, celana pendek dan sneakers.
Di Ballarat. Salah kostum |
Ballarat musim gugur |
nggak salah kostum koq Mbak. kita kan kaum kalung usus, nggak akan slah kostum, paling salah tingkah.
BalasHapuskalung usus itu apa om ? heheheee
Hapusihiihihiih gpp saltum2 dikit.. mayan lindungin kulit dr matahari :p
BalasHapuskulitnya terlindung tapi dalemnya panas kepanggang hehehee
Hapusharusnya pake baju yang agak longgaran ya ambak :D
BalasHapuseeh kalau item ketemu panas matahari kan nyerep banget tuh, panas :D
bangeeeetttt kayak di sauna
Hapusibu itu tampak nyata menyindir... wakakakakaka
BalasHapus*jleb
HapusKalo orang orang nya gak tinggal di perkotaan biasanya emang lebih ramah Mil.... Kalau di Melbourne, boro boro dianterin, senyum aja mahal
BalasHapushampir sama kayak disini juga, org kota udah mumet sendiri hahahaa
HapusYang fotoin kamu siapa nih, Mils?
BalasHapus-@p49it-
yang atas minta tolong difotoin org, yg bawah pke timer hihihi
Hapuswee pasti matang ya di sana? ternyata orang australia ramah-ramah juga. jadi pengen ke sana #aiish
BalasHapusklo aku bilang sih org2 bule paling ramah dimana2 ya org aussie sih wkwkwk
Hapusgak papa deh salah kostum...
BalasHapusyang penting udah kesana, hehehhee
ya sih, lagian kostum nya itu buat mengukuhka. klo posisi lagi ada si luar negeri *halah* hahahaa
Hapusudah buka aja bajunya kalo panas
BalasHapushihi
saya sudah buka celana nih mas Rawins
Hapusouch *tutup mata*
HapusBallarat.... Jadi inget salah satu kasusnya Sherlock Holmes ni.... :P
BalasHapusha? serius sherlock holmes ada yg ngambil setting di ballarat? wah musti dicari ini
Hapusbaca tulisan ini jd nostalgia. gak terasa, jarak melbourne dgnku udah 3 tahun :)
BalasHapusdulu penginapanku dpn southern cross itu, mil. :)
temen aku juga ada yg apartement nya deket southern cross mba, aku sempet nginep situ juga hihihi
HapusKlau gitu beli baju baru aja mbak disana :)
BalasHapusini kunjungan perdana saya, salam kenal yah mbak
pengennya sih, tp bawa uangnya pas2an hehee
Hapuswahhh kapan ya saya bisa jalan2 di luar negeri seperti mbak...hehe
BalasHapusbisa lah, asal ada kemauan dan kenekatan hahahaa
HapusYah gak ngapdet, mbak e....
BalasHapus:P
aku udah apdet, ayo balik lagi kesini
Hapushihihi.. mba milaa gaya nulisnya khas.. =P
BalasHapusHihihiii khas ngaco nya ya?
Hapusdi liat-liat kayanya sering liburan ya mba?
BalasHapuskeren
BalasHapusMbak tiket kereta harga brp?
BalasHapusMbak, berapa harga tiket kereta ke Ballart? Jarak tempuh 3 jam? Kalo bus brp lama ya? Ada info gak? Makasih...
BalasHapusharga tiket lupa, tapi gak mahal kog, apalagi kalau belinya bukan jam rush hour (jam orang pergi dan pulang kantor). Kalau bus saya kurang tahu, yang pasti kereta lebih cepat biasanya.
Hapus