Jumat, 24 Juli 2015

Menuju Puncak Kenteng Songo 3142 MDPL

Seperti biasa, kali itu saya memulai perjalanan dari kantor. Muncul di kantor dengan menggendong keril yang disematkan matras dan menenteng hiking boots, semua sekuriti, tukang kebun, mba kantin serta segenap bapak2/ibu2 tetangga ruangan kantor secara kompak bertanya : mau ke gunung? 

Yang saya jawab dengan senyum simpul sok misterius supaya terkesan cool gitu. Jawaban sama yang saya berikan kalau ada yang nanya : kapan nikah?

Jam 5 tepat saya bergegas mencegat taksi di depan kantor menuju Stasiun Senen, mengejar kereta ekonomi AC ke Stasiun Poncol Semarang. Jalanan hari itu lenggang jadi saya tiba lebih dulu dari kawan-kawan saya yang berangkat dari bekasi. Gak lama saya menunggu di depan seven eleven stasiun senen, muncul sosok-sosok yang familiar, kawan-kawan saya telah datang.

Kereta berangkat tepat waktu, tiba pagi hari di Stasiun Poncol. Kami sudah ditunggu mobil angkutan sewaan yang akan membawa kami menuju Wekas, titik awal pendakian. Jalur yang akan kami tempuh dimulai dari Wekas dan berakhir di Selo. Kami dibawa sarapan di warung nasi dalam perjalanan. 

Tiba di Basecamp Wekas tiba-tiba turun hujan dan kabut. Kami memutuskan menunggu hujan reda, baru mulai jalan. Sementara itu banyak pendaki yang tiba di basecamp dalam keadaan basah kuyup, ada rombongan yang baru turun, ada juga rombongan yang baru mau naik tapi keburu hujan jadi memutuskan balik lagi.

Kami menunggu hingga lewat tengah hari, hujan sudah mulai reda walau masih rintik-rintik. Lumayan terasa dingin di muka. Jalan sebentar di jalan setapak yang menanjak di antara perkampungan penduduk dan kebun sayur, selepas melewati perkampungan hujan deras lagi, kami berteduh di pinggir sebuah makam keramat. Untungnya gak lama hujan berhenti, jalan tanah becek berlumpur yang licin harus kami lalui sepanjang perjalanan. 

Sampai di pos 1 saya merasa lapar dan baru ingat kalau terakhir makan pagi hari di warung menuju ke Wekas dan siangnya gak makan apa-apa karena hujan. Saya makan biskuit sambil menunggu kawan-kawan serombongan yang masih di belakang. Cukup lama istirahat sambil foto-foto di pos satu, setelah semua rombongan lengkap kami kembali meneruskan perjalanan ke tempat kemah kami untuk malam itu, Pos 2.

Saya dan 3 orang kawan tiba lebih dulu di Pos 2, saat itu matahari baru saja tenggelam, sesaat sebelum gelap. Saya masih sempat mendirikan tenda saya sendiri - tenda dome kapasitas 2 orang, sebelum gelap, setelah itu saya bantu memegang senter ke kawan-kawan lain yang sedang mendirikan tenda mereka. Setelah gelap baru mulai terasa dingin banget sampai terasa ke tulang sumsum. Setelah makan malam saya langsung masuk ke dalam tenda. 

Tengah malam saya terbangun karena berasa dingin walaupun sudah pakai kaus kaki dobel, sarung tangan dan menutup rapat sleeping bag. Di rombongan yang perempuan hanya dua orang, saya dan kawan setenda saya waktu itu, dia baru pertama kali hiking. Kondisinya payah banget akibat pendakian hari pertama itu. Ternyata bukan hanya saya yang kedinginan, kawan saya itu sampai menggigil. 

Saya sempat bilang ke dia untuk pakai semua baju yang dia bawa berlapis-lapis gitu kemudian mengamati sekeliling tenda yang memang baru perdana dipakai ke gunung itu. Biasanya tenda saya cuma dipakai kemping di kebun samping rumah. Ternyata ada celah dibawah pintu yang bisa dimasuki udara dingin. Di malam kedua saya mulai tutup celah itu pakai jaket dan keril dari awal, belajar dari pengalaman malam pertama, jadi gak pake ada acara menggigil lagi.

Di malam pertama itu setelah terbangun karena dingin, saya jadi tidak bisa tidur lagi. Malah kebelet pipis. Saya lihat jam di iphone, hampir jam 3 subuh. Gak tahan, akhirnya saya keluar dari tenda menuju ke semak-semak. Sumpah! pantat kayak dicelupin ke air es pas buka celana, dingin banget. Brrrr... 

Balik ke tenda saya malah ikut nimbrung di tenda kawan saya di sebelah yang lagi rame rumpi sambil ngopi. Dibikinin kopi segelas akhirnya ikut ngobrol sampai pagi. Ketika mulai terang baru keliatan kalau ternyata banyak banget tenda warna warni di pos 2 itu. Jalan lewatin semak-semak sedikit di belakang tenda kami ada spot yang pemandangannya bagus banget. Bisa lihat pucuk gunung Sindoro, Sumbing dan Prau berdampingan diatas awan.


Sarapan pagi digelar di atas trashbag, nasi dan lauk-lauk nya plus sayur sop diletakkan di situ untuk dimakan berjamaah. Khusus dua orang perempuan manis yang udah pasti kalah kalo rebutan makan sama segerombolan cowo-cowo lapar dikasih piring dan boleh ambil makanan duluan. Selesai makan saya langsung beres-beres barang dan lipat tenda. Di pos 2 ini ada keran air buat refill persediaan air minum, karena dari situ sampai turun di selo sudah tidak ada sumber air lagi.

Dari mulai pos 2 ini jalanan terus menanjak. Di persimpangan antara Puncak Syarif dan Puncak Kenteng Songo kami istirahat lagi sambil menunggu rombongan yang tertinggal. Sebenarnya katanya di Merbabu ada 7 puncak, tapi tujuan kami kali ini hanya ke Kenteng Songo karena waktunya yang sangat terbatas.

Saya sempat makan mi instant mentah dan tidur-tiduran sambil berjemur di matahari yang hangat. Dari posisi sunbathing saya terlihat sebidang pasir yang katanya helipad, tapi terlalu malas untuk turun ke bawah situ, saya hanya leyeh-leyeh bersandar di batu besar. 

Setelah rombongan komplit lagi kami meneruskan perjalanan yang semakin menantang ke puncak Kenteng Songo. Saat itu jarak antar rombongan semakin lama semakin jauh. Saya dan beberapa kawan yang jalan lebih dulu sempat menunggu kawan-kawan yang lain mendekati jembatan setan. Salahnya posisi nunggu kami gak enak, gak terlindung, langsung kena angin dan pas kabut mulai turun rasanya dingin banget. Akhirnya gak kuat kedinginan kami meneruskan jalan duluan ke puncak. 

Jembatan Setan Merbabu
Karena terlalu lama menunggu di bawah, sampai di Kenteng Songo sudah kesorean dan kabut sudah turun. Kawan-kawan serombongan yang lain belum menunjukan tanda-tanda kemunculan, akhirnya kami mencari tempat dibelakang batu yang agak terhalang dari terpaan angin dingin dan mulai mengeluarkan kompor. Kawan saya memasak air dan kami masing-masing menyeduh minuman hangat. Saya yang gak suka banget sama jahe, seumur hidup baru kali itu terpaksa minum wedang jahe segelas. Itu juga wedang jahe nya cuma sempat hangat 2 menit, cepet banget dinginnya. Setengah gelas kemudian yang saya minum udah berupa es wedang jahe kayak baru keluar dari kulkas. 

Kawan-kawan yang lain baru mulai berdatangan setelah mulai gelap. Beberapa tenda tampak sudah berdiri di sisi Kenteng Songo, yang pasti jenis tenda canggih yang tahan terpaan angin kencang. Kami menuruni Kenteng Songo menuju tempat perkemahan malam kedua dalam keadaan gelap. Saya sempat tergelincir karena salah melangkah kemudian jatuh dan sempat terguling satu kali. Dalam keadaan telungkup saya terperosok ke bawah tertarik gaya gravitasi, tangan saya menggapai-gapai dalam gelap mencari pegangan tapi karena di jalur itu tidak ada vegetasi yang besar jadi saya hanya menggapai-gapai hampa aja. 

Karena gelap saya tidak bisa lihat saya terperosok kemana, yang saya tahu badan saya makin jauh terperosok ke bawah. Sempat tertangkap sesuatu yang berasa seperti akar, tapi terlalu lemah untuk menahan berat badan saya ditambah keril yang ditarik gravitasi. Untungnya beberapa saat kemudian saat saya nyaris pasrah bakal terus nyusruk kejurang, badan saya tertahan oleh semak yang lumayan rimbun. Seketika saya berhenti meluncur tapi teriakan saya yang kaget karena tergelincir masih terdengar gemanya.

Peristiwa itu bikin adrenalin meningkat dan dengkul lemes. 

Setelah turun dari Merbabu saya baru sadar kalau peristiwa itu juga bikin ankle kaki kiri saya bengkak akibat terkilir.

Malam itu hujan turun dengan derasnya, untung tenda saya sudah berdiri sebelum hujan deras. Untung di malam sebelumnya saya sudah tahu lokasi celah di tenda saya, jadi sempat saya tutup plastik di tambah keril dan jas hujan. Sempat khawatir juga kalau air hujan merembes ke tenda, karena sebelumnya tenda say aiu belum pernah di uji coba di kondisi hujan dan berangin kencang. Untungnya sih enggak. 

Keesokannya sebelum nyasar, seperti yang pernah saya ceritain dipostingan Salah Jalan (klik link birunya), saya sempat foto dengan latar pucuk Gunung Merapi yang menjulang di atas awan. Keesokan harinya baru saya dengar kabar, di hari yang sama saya foto dengan Merapi itu ada orang yang jatuh ke dalam kawah Merapi.

liat kan merapi nya yang abu-abu itu di tengah awan



18 komentar:

  1. Foto terakhirnya keren Mil.

    Eh itu tanjakannya curam banget yah. Kaki kiri gua yang gampang keseleo mungkin bakal trauma kalo lewat situ. Btw ini trip nya kapan Mil?

    BalasHapus
  2. Waduh, ati - ati, naik gunung emang harus ekstra waspada ya :O btw, itu sebelah Jembatan Setan Merbabu langsung jurang ya? Serem gitu lewat tapa safety sama sekali :|

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada jalan lain kalau gak mau lewat situ sih, tapi lebih miter

      Hapus
  3. Luar biasaahhhh,.... *gak kebayang ajah bisa naik gunung saiyah*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ke tangkuban perahu aja mba, bisa naik mobil ke atas. Atau ciwidey.

      Hapus
  4. Saya belum pernah hiking kaya gini..duhh pemandangan dari atasnyaa bagus banget yaahh banyak awan gitu :D

    VONNYDU

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cobain deh kapan2 , nanti ketagihan heheee

      Hapus
  5. Masya Allah itu awan andai bisa tiduran disitu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaaahhh bagus ya mba. Ini yang bikin ketagihan naik

      Hapus
  6. Serunya bisa melihat pucuk gunung Sindoro

    BalasHapus
  7. gila yah jalurnya... duh *sudah gantung ransel*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Buat yg udah pernah trail running 20 km ini mah gampil

      Hapus
  8. Eh busyet itu mendaki nya menyusuri tebin gitu yaaa, serem amat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yg serem itu kalo menyusuri tebing sambil telanjang, cobain deh kak

      Hapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...