Diluar ekspetansi ternyata penginapan yang kami tempati jauh dari bayangan saya tentang gubug reyot di tengah hutan. Penginapannya bagus. Rumah panggung dari kayu yang bers
ih dan nyaman. Tapi listrik hanya ada mulai dari jam 6 sore hingga jam 10 malam saja, karena pakai genset.
Sebelumnya juga kami khawatir soal makanan, takut susah. Ternyata sebelah penginapan ada warung makan yang komplit, ada nasi, mie instant, kopi, cemilan. Harganya pun gak jauh lebih mahal mentang-mentang warung satu-satunya disitu. Harganya wajar. Ternyata kami tidak sendirian, banyak mahasiswa yang sedang penelitian. Disana ada juga semacam asrama untuk penginapan mahasiswa yang sedang penelitian. Jadi warung satu-satunya itu ramai juga kalau siang. Bukanya hanya sampai sore, tapi saya sempat beli dan bungkus buat makan malam. Walaupun ketika disimpan dikamar ada semacam misteri tentang hewan apa yang menggerogoti ujung bungkus makanan saya itu.
|
Warung makan di Baluran |
Kami sangat bersemangat ketika tiba di Baluran. Setelah menyimpan barang-barang didalam kamar, kami langsung menjelajah savanna. Di baluran ada dua area savanna (yang kami tahu dan kami lewati), Savana Bekol dan Savana Bama. Di Savana Bama ada pantainya, namanya Pantai Bama.
Penginapan kami letaknya di Savana Bekol, tepat di depan rak yang berisi tengkorak kepala-kepala kerbau dan banteng yang menjadi ikon Baluran. Ternyata kalau sore hari savanna depan penginapan kami jadi tempat berkumpul kerbau dan burung merak.
Jarak dari Savana Bekol menuju Pantai Bama kira-kira sekitar 3 km, kami putuskan untuk jalan kaki sambil berharap bisa ketemu satwa-satwa di perjalanan.
Berjalan di tengah savanna yang luas dan terbuka memang sangat terekspos, susah cari tempat sembunyi kalau ketemu musuh atau predator. Satu-satunya cara mungkin adalah lari. Apalagi kalau kita, manusia yang jalannya tegak, mungkin lebih aman kalau kita jalannya melata.
Mengalaminya sendiri saya baru mengerti keuntungan nenek moyang kita berjalan tegak. Dengan jalan tegak, kedua tangan bebas bisa untuk memegang senjata untuk bela diri. Walaupun saya pernah baca kalau homo sapien itu tubuhnya berevolusi agar bisa berlari secara efisien, tapi kalau soal kecepatan masih kalah jauh sama banyak jenis predator.
Iya, ini ada hubungannya sama lari. Konon katanya tubuh homo sapien – ya kita-kita ini, beradaptasi dan berevolusi untuk dapat berlari efisien. Salah satu fitur hasil evolusi diantaranya adalah pori-pori di kulit yang membuat kita bisa berkeringat dari kulit. Keringat fungsinya mendinginkan tubuh, sehingga homo sapien bisa kuat lari lebih lama dibandingkan mamalia atau hewan lain yang tidak bisa berkeringat. Kebanyakan hewan kalau kepanasan hanya keluar air dari lidah, sehingga tubuhnya lebih cepat panas dan gak kuat lari jauh.
Homo sapien berlari di savanna bukan hanya untuk menghindar kalau dikejar predator, tapi juga untuk mengejar buruannya. Menurut para ahli, cara berburu manusia ketika senjatanya belum canggih ya dengan mengejar mangsanya hingga mangsanya kelelahan sehingga lebih mudah diserang.
Sebenarnya jenis satwa penghuni Baluran sangat banyak, tapi yang bisa kami temui kebanyakan hanya rusa, merak,monyet dan kerbau. Ada juga burung-burung yang kami tak tahu namanya. Katanya ada juga Lutung, macan, anjing hutan dan masih banyak lagi. Tapi kalau mau lihat hewan-hewan yang lain harus benar-benar dicari dan ditunggu di tempat-tempat yang bisa mereka datangi. Datangnya juga harus lebih duluan dan sembunyi, karena kalau tahu ada manusia hewan-hewan liat itu pada ngumpet.
Katanya Banteng di Baluran pun mengalami perubahan perilaku. Banteng yang biasanya berkeliaran siang, di Baluran baru keluar malam hari karena males ketemu manusia. Mungkin mereka menghindari drama jadi males berinteraksi sama manusia. Kami lihat Banteng di penangkaran. Ada juga penangkaran untuk mengembak biakan Banteng di Baluran. Karena populasinya makin sedikit jadi dikembang-biakan di penangkaran. Kalau dibiarkan secara alami makin lama jumlahnya bisa makin sedikit. Mungkin karena mereka keluarnya malem jadi makin susah cari jodoh soalnya gelap. Lah, siang-siang aja saya susah cari jodoh, apalagi malem yang gelap, Teng (Ngomong sama Banteng)
|
Penangkaran Banteng |
|
Savana Bama |
|
Pantai Bama |
Pantai Bama terletak di ujung Taman Nasional Baluran. Kami tidak eksplor pantainya lebih jauh, tapi disana ada hutan bakau, resort/tempat penginapan dan warung bakso. Rata-rata pengunjung yang kami amati datang ke Baluran rutenya pertama foto di depan tengkorak kerbau, kemudian langsung ke pantai Bama. Jadi pengunjung lebih banyak menghabiskan waktu di pantai.
Malam hari di savanna suara-suara lebih ramai daripada siang hari. Awalnya saya pikir itu suara Banteng, ternyata setelah keesokan pagi ketemu sama mahasiswa yang lagi penelitian dia menjelaskan kalau suara-suara yang saya dengar malam-malam adalah suara rusa jantan . Saat itu katanya musim kawin rusa jadi rusa jantan lebih agresif katanya, kalau saya bilang sih lebih cerewet.
Menjelang jam 8 di penginapan kami datang pengunjung lain, dua orang cowo. Mereka datang naik motor. Sempat ada kehebohan karena ternyata kedua cowo itu takut sama tokek. Ketika mereka datang juga mereka ngaku di jalan ketakutan dikejar macan. Gak lama mereka masuk kamar tiba-tiba salah satu teriak-teriak. Gara-gara lihat tokek di dinding.
Sebenarnya waktu mereka datang, sebelum masuk kamar saya sudah bilang kalau sepertinya di kamar itu ada tokek karena saya yang lagi duduk-duduk di teras depan mendengar suaranya dengan jelas. Tapi mungkin karena baru abis ketakutan dikejar macan mereka tidak begitu sadar. Setelah terdengar teriakan kemudian keduanya berhambur keluar, saya masih di teras mengecharge handphone karena listrik hanya akan ada hingga jam 9.
Mereka kemudian heboh mencoba menghubungi penjaga penginapan, tapi handphonenya tidak aktif atau susah sinyal. Akhirnya mereka memutuskan pergi ke pos jaga dan memboyong penjaga. Bapak penjaga datang tergopoh-gopoh bersama dua cowo itu, mengenakan sarung dan membawa sapu lidi.
Mereka bertiga masuk kamar, yang saya dengar hanya teriakan kedua cowo itu, suara kaki menghentak-hentak di lantai kayu dan kibasan sapu lidi bapak penjaga penginapan.
Kemudian ketiganya keluar dari kamar tanpa membawa tokek, katanya tokeknya kabur melalui celah kayu.
Tokek yang malang, pasti shock berat dan mengalami PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) syndrome kalau lihat manusia.
Saya terbangun jam 4 subuh. Dari teras penginapan saya melihat ke langit, bintang-bintang masih bertaburan. Bunyi jangkrik masih nyaring. Rasanya masih betah dan ingin tambah semalam lagi. Ketika langit mulai terang saya lari pagi.
Siangnya saya, pagit dan susi menikmati hari terakhir di savanna bekol, duduk-duduk dibawah pohon, menyesap kopi sambil mengamati kelakuan turis-turis lokal yang datang berkunjung. Hari itu hari Minggu.
Sore hari kami beranjak dari Baluran menggunakan mobil yang kami sewa dari koneksi salah satu ranger baluran, menuju Ijen.