Masid Agung Banten |
Sekitar 500 tahun yang lalu pengaruh Islam mulai merambah di tanah Jawa menggeser pengaruh Hindu Buddha. Jatuhnya Kerajaan Majapahit, kemudian diikuti dengan berdirinya kerajaan Islam pertama di Jawa yaitu Kesultanan Demak mendukung penyebaran Islam ke seluruh tanah Jawa. Demak tumbuh menjadi salah satu kerajaan terkuat di Jawa.
Di awal abad ke-16, Kesultanan Demak mengirim Maulana Hasanuddin untuk menaklukan pelabuhan terbesar Kerajaan Sunda di Barat pulau Jawa, yaitu Pelabuhan Kelapa. Bersama dengan Fatahillah dan pasukannya, Maulana Hasanuddin berhasil menguasai Pelabuhan (Sunda) Kelapa tersebut, kemudian mengganti namanya dengan Jayakarta.
Maulana Hasanuddin merupakan putra dari Sunan Gunungjati dan seorang putri kerajaan Demak, adik dari Sultan Trenggana. Dari Jayakarta, Maulana Hasanuddin bergerak ke arah Barat hingga tiba di Banten Girang, disinilah beliau membangun kerajaan baru dengan nama Kerajaan Banten dan membangun Istana Surosowan.
Di luar dinding benteng Istana Surosowan, 5 abad kemudian, saya dan Rossa termangu di depan pagar hitam yang digembok. Mengikuti petunjuk dari tulisan yang tertera di papan pengumuman dan teriakan nyaring dari ibu-ibu menor kita sampai di depan pos jaga Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama.
Surosowan yang terkunci |
Di depan pos jaga, seorang lelaki paruh baya, kurus berkulit coklat mengenakan setelan hitam sedang menghisap Dji Sam Soe nya dalam-dalam ketika saya dan Rossa linglung di muka bangunan yang mirip kantor kelurahan itu. Sepi banget.
"Kalau mau masuk ke Istana Surosowan, bapak yang pegang kuncinya," ujar lelaki itu, bibirnya membuat gerakan semacam senyum dibawah kumis lebat.
"Iya, kita mau kesana tapi mau masuk museum dulu, Pak."
Jangan berharap ruangan museum yang ber-AC, dengan almari kayu mengkilat dan display kaca dengan lampu sorot yang membuat benda-benda kuno di dalamnya tampak bersahaja. Dengan bayaran masuk hanya seribu perak yang kita dapat hanya lapisan debu tebal dan beberapa pasang kipas tua mengantung layu di langit-langit ruangan.
Di depan pintu masuk Museum terpampang daftar Sultan yang pernah memerintah di Kesultanan Banten. Di urutan pertama tertulis nama Sunan Gunungjati, walaupun ada keterangan bahwa beliau adalah penguasa pertama namun tidak pernah menasbihkan diri sebagai raja. Dari Banten Sunan Gunungjati berangkat ke Cirebon dalam misinya menyebarkan Islam dan meminjam istilah dari M.C. Rickfles di bukunya A History of Modern Indonesia "established another royal line", yang kemudian terkenal dengan Kesultanan Cirebon.
Tampak di sisi sebelah kiri pintu masuk terdapat sebuah maket kusam yang merupakan denah dari Banten Lama. Saya mempelajari denah tersebut berharap maket ini bisa jadi pengganti peta wisata. Tempat kita berada saat itu, Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama terletak berseberangan dengan Istana Surosowan dan Masjid Agung Banten. Sementara tujuan kita yang lain yaitu, Istana Kaibon dan Benteng Speelwijk letaknya agak jauh dari posisi saat itu.
Maket Banten Lama |
Di maket, Istana Surosowan dan Masjid Agung yang posisi nya di tengah. Istana Kaibon, letaknya di kiri bawah. Sekitar 1 kilometer dari Surosowan. Benteng Speelwijk yang di kanan atas berwarna abu-abu di maket.
Kerajaan Banten berdiri di waktu yang tepat, pas banget ketika Malaka sebagai pusat perdagangan rempah di kuasai Portugis dan berakhir tragis. Para pedagang dari Arab dan Cina kemudian beralih dari port Malaka ke port-port lain untuk mendapatkan komoditi yang saat itu harga nya mahal banget di Eropa, ya rempah-rempah itu. Salah satunya Banten, dengan posisi nya yang strategis dan keberhasilannya menaklukan Lampung kemudian menguasai perdagangan Lada disana membuat pelabuhan ini sebagai pusat perdangangan lada terbesar. Kesultanan Banten pun menjadi salah satu kerajaan terkaya dalam sejarah Nusantara.
Uang yang digunakan untuk perdagangan di Banten |
Kesultanan Banten mencapai masa puncak kejayaannya pada jaman Sultan Ageng Tirtayasa, di abad ke 17. Beliau membangun kanal puluhan kilometer untuk kotanya dan irigasi pertanian. Berhektar-hektar sawah baru dan perkebunan kelapa juga dibangun. Saat itu Kesultanan Banten mampu memesan kincir angin dari Belanda untuk di gunakan di pertanian. Kesultanan Banten saat itu sangat maju dalam hubungan perdagangan Internasional, dan dari segi militer mereka memiliki pasukan yang sangat kuat.
Kecemerlangan Kesultanan Banten merupakan ancaman bagi VOC yang saat itu sudah berhasil menaklukan Jayakarta dan mengubah nya menjadi markas VOC bernama Batavia. Selain merasa terancam, VOC juga ngiler menguasai penghasil lada terbesar di pulau Jawa. Dengan segala tipu daya muslihat, tak lupa mempraktekkan politik devide et impera andalannya, VOC berhasil menguasai Kesultanan Banten.
Saat itu Sultan Ageng dan putranya, Sultan Haji mengalami konflik internal. Di panas-panasin dan di dukung VOC, Sultan Haji berhasil naik tahta dan Sultan Ageng menyingkir dari Kesultanan Banten. Setelah itu VOC berhasil mencengkram Kesultanan Banten tunduk dibawah pengaruh nya.
Hingga saat jaman nya Herman Willem Daendels, yang kita kenal di pelajaran sejarah sekolah sebagai antagonis yang melakukan kerja paksa membangun jalan di Anyer itu. Sultan yang menjabat saat itu menolak perintah Daendels untuk memindahkan pusat pemerintahan Kesultanan Banten ke Anyer dan memindahkan pelabuhannya ke Ujung Kulon. Daendels pun marah dan menganggap aksi Sultan tersebut sebagai pemberontakan. Menambah list kelakuan antagonis nya, Daendels memerintahkan pasukan Belanda untuk meluluh lantakan Kesultanan Banten. Meruntuhkan Istana Surosowan dan menghancurkan Istana Kaibon.
Puing-puing Istana Surosowan |
Menurut Pak Naraji, sang kuncen yang bukain pintu Surosowan untuk saya dan Rossa dan ngajak kita keliling, sebagian dari situs yang luasnya 3 kali lapangan bola ini masih belum di gali. Belanda rupanya niat banget meruntuhkan Istana ini sampai yang tersisa tinggal pondasi-pondasi nya dan kolam-kolam pemandian yang berada di bawah level tanah.
Konon runtuhan pondasi yang bisa kita lihat sekarang, sebelumnya sebagian besar tertimbun tanah, walaupun tembok yang membentengi sekeliling Istana masih bisa dibilang utuh. Tapi kalau barang-barang berharga sudah hampir bisa dipastikan tidak ada lagi karena sudah habis di jarah massa selepas perang, bahkan pancuran air di kolam pemandian yang terbuat dari tembaga di cungkil orang karena dikira emas. Sesuai dengan nama pemandiannya yaitu "pancuran emas"
Tangga menuju tembok benteng dan pos jaga yang masih utuh |
Salah satu gerbang Istana |
Kolam Pemandian Pancuran Emas yang sudah dicungkilin |
Struktur Istana Surosowan mengikuti struktur Keraton yang dibangun di tanah Jawa. Istana sebagai pusat pemerintahan berada di pusat, Masjid di sebelah Barat - Masjid Agung Banten yang dirancang oleh arsitek dari China, Pasar di sebelah Timur - Pasar Karangantu, Alun-alun berada di Utara.
Menurut penjual minuman di depan Masjid Agung, saat-saat liburan Masjid ini selalu penuh oleh para peziarah dari luar kota bahkan banyak yang berasal dari luar pulau. Mereka berziarah ke Makam Sultan-Sultan yang dimakamkan disana, diantaranya Sultan Maulana Hasanuddin dan Sultan Ageng Tirtayasa. Selain menghormati dan mengirimkan doa kepada keturunan Sunan Gunungjati, sebagian punya misi tertentu untuk berdoa disana dan pulang membawa sebotol air yang dipercaya mujarab untuk cepat mengabulkan doa, menyembuhkan penyakit, hingga mendapatkan jodoh. - yaah.. percaya ga percayaaaa...
Begitu pula di hari saya berkunjung kesana, di lapangan parkir Masjid yang terpampang spanduk "Selamat Datang Bapak Rano Karno" tampak padat berbagai jenis mobil dan bis-bis pariwisata. Saya dan Lili berbincang dengan seorang penjual minuman sembari kita melepas dahaga di panas terik itu dengan sebotol teh dingin.
Abang penjual minuman : Dari kampus mana, Neng ?
Saya : dari Jakarta
Abang : dari kampus mana?
Lili : Kita dari Jakarta, bang.
Abang : iya, maksudnya rombongan dari kampus mana?
Saya : Li, kampus lu dimana ? (tanya ke Lili)
Lili : Unpad
Abang : Ooooh.. kalo neng yang ini, unpad juga? (nunjuk ke saya)
Saya : saya itebeh
Abang : oooh... dari bandung dong
Saya : iya, tapi tinggal di Jakarta
Abang : ooooh jadi kuliah nya di bandung trus tinggal nya di jakarta... (nyimpulin sendiri)
Lili : (mesem-mesem)
Saya : (pura-pura sibuk sama hape)
Abang : Semester berapa?
Saya : Tiga (sambil masih pura-pura sibuk sama hape)
Abang : loh kan sekarang masih semester genap, neng (Jeng..jeng..jeng..)
Saya & Lili : (Liat-liatan)
- yaaah.. percaya ga percayaaa....
Di luar dari kompleks berjarak lima ribu rupiah naik becak, dibangun Istana Kaibon yang dibangun pertama kali sebagai tempat tinggal ibu suri seorang Sultan yang saat itu masih terlalu muda untuk menjabat, usianya saat itu baru 5 tahun. Kehancuran Istana Kaibon tidak separah Surosowan, mungkin karena dianggap karena penghuninya ibu-ibu doang. Sisi feminin dari Istana ini sudah mulai tampak dari sisi tangga yang di rol kayak poni rambut.
Runtuhan Istana Kaibon |
Sebagian temboknya masih ada |
Sisi tangga yang di rol |