Selasa, 14 Agustus 2012

Bengkulu, Negeri Raflesia

Waktu itu di awal tahun 2008 saya mendarat di bandara udara salah satu ibukota propinsi di Indonesia. Panas terik tetap membuat mata saya terpicing walaupun sudah tersembunyi di balik kacamata hitam selebar setengah wajah. 

Masuk ke dalam terminal bandara udara yang lebih mirip terminal bus antar kota, saya langsung menangkap gerakan seorang lelaki berseragam melambai-lambai ke arah saya sembari tersenyum lebar diantara kerumunan penumpang yang baru turun pesawat. Porter kurus berkulit sawo matang itu berlari kecil menyusup diantara arus orang-orang yang berjalan berlawanan arah dengannya, menghampiri saya. "Apa kabar, mba?" sapanya.

Ini baru kali ke 2 saya menginjakan kaki di tempat ini, makanya saya heran si porter itu masih ingat bentuk dan rupa saya setelah lebih dari 3 bulan sejak kunjungan pertama saya. Well, mungkin tidak banyak juga perempuan kecil lusuh dengan barang bawaan 15 kardus yang datang ke kota kecil ini, mungkin karena itu si porter masih ingat sama saya. 

Ketika pertama kali saya di tugaskan oleh kantor tempat saya bekerja waktu itu - salah satu organisasi non profit, saya mengerenyit. "Hmmm... Bengkulu itu di Kalimantan ya?" Langsung kepala saya digetok sama ibu boss saya waktu itu, *dung dung* gitu bunyinya. "Kemaren Balikpapan di bilang di Sumatera, Batam dibilang di Kalimantan. Tanjung Pinang kebalik terus sama Pangkal Pinang. ckckckck....,"ibu boss hanya mampu menggeleng-geleng kepala. 

"Ini bukan salah saya ibu boss, tapi ini adalah salah nya sistem pendidikan di Indonesia. Soalnya disekolahan yang diajarin itu Peta Buta, makanya sampe sekarang saya ini Buta Peta," jawab saya membela diri.

"Bengkulu itu di Sumatera, neng," ibu boss mulai ga sabaran.

"oooooh.. oke," saya manggut-manggut, "Propinsi nya apa ya?"

Beruntung sekali dulu itu saya punya ibu boss yang tahan mental menghadapi anak buahnya yang kelakuannya absurd semua. Yang satu tukang nyasar buta peta, yang satu lagi cowok aneh yang rambutnya di bonding dan pakai softlense warna mata ular albino. Ibu boss yang baik hati juga senantiasa menelpon setiap hari untuk mengingatkan kami semua agar makan teratur, tidak lupa minum vitamin dan selalu menjaga kesehatan mengingat mobilitas kami yang tinggi.

Bandara udara di Bengkulu bernama Bandara Fatmawati Soekarno untuk menghormati Ibu Negara Pertama Republik Indonesia yang berasal dari Bengkulu. Sistem pengambilan bagasi di sini (ketika saya kesana) termasuk unik karena tidak ada ban berjalan. Sebagai pengganti ban berjalan, ada sebuah kotak bolong di tembok semacam jendela yang tingginya sepinggang orang dewasa. Bergantian koper - tas - dus - karung muncul dari 'jendela' itu dan terlontar kedalam terminal. Para penumpang harus cepat mengidentifikasi barang kepunyaannya di 'jendela' itu dan dengan gesit menangkap kepunyaannya ketika dilempar oleh petugas dari sebelah tembok. 

Kota ini memang jelas ketinggalan puluhan tahun dari Jakarta, salah satu bukti nyata tidak meratanya pembangunan di Indonesia. Posisinya yang terpencil, diapit oleh laut dan hutan lebat penuh dengan babi hutan malah membuatnya semakin terkucilkan. Tanpa sokongan kemudahan akses transportasi untuk menjangkaunya, sementara banyak potensi di daerah ini yang menanti untuk digarap. Walaupun kurang populer, siapa sangka kalau kota ini pernah disinggahi figur-figur orang besar dalam sejarah dunia.

Raffles, sang Founder nya kota Singapura sempat ditugaskan menjadi Governor-Jendral disini. Bencoolen, begitu Raffles menyebutnya. Inggris membangun port perdagangan lada nya disini dan membangun benteng megah yang kemudian di beri nama Fort Marlborough. Disinilah Rafless bersama dengan ahli botani Inggris bernama Arnold menemukan tumbuhan parasit raksasa berbentuk bunga yang cantik namun berbau busuk ketika sedang mekar, yang mereka beri nama Rafflesia Arnoldii. 

Awalnya saya datang ke Benteng peninggalan Inggris ini seorang diri, di kunjungan saya yang pertama kali berkat arahan dari pengendara mobil rental yang saya sewa. Bersebelahan dengan benteng ini adalah perkampungan orang China yang sudah datang ke bengkulu sejak tahun 1800-an, gerbang naganya menyambut pengunjung di muka kampung itu. Salah satu tempatnya wisata kuliner di Bengkulu adalah di sini. Kontras dengan gerbang naga berwarna cerah, benteng Marlborough yang berwarna abu-abu tampak dingin dan pintu besi nya tampak angkuh. Saya jadi ingat cerita Kuda Kayu Trojan.

Kunjungan berikutnya saya membawa rombongan rekan kantor semacam kepala rombongan tur. Benteng ini selalu kelihatan sepi tanpa pengunjung. Ketika rombongan turun dari mobil di muka gerbang benteng, penjaga benteng merangkap tour guide disitu yang masih muda dan bersemangat serta merta berlari kecil menyambut. "Hei.. mbak-nya datang lagi. Apa kabar, mba?". Ternyata dia pun masih ingat saya.

Bengkulu jatuh ke tangan Belanda (VOC) melalui Perjanjian London (The Anglo-Dutch Treaty of 1824) yang menukar Bengkulu dan Belitung dengan Malaka untuk memperjelas batas kolonialisasi Inggris dan Belanda. Bersamaan dengan ditandatangani nya perjanjian itu, Bengkulu pun mulai makin terpuruk. Belanda ga berminat sama port perdagangan lada disini, mereka lebih tertarik ikut campur urusan kerajaan-kerajaan di Jawa. Sehingga Bengkulu pun berubah fungsi dari pusat perdagangan lada menjadi tempat pembuangan tahanan politik Belanda.

Salah satunya adalah seorang pria bernama Soekarno. Di Bengkulu, Soekarno muda yang sering berkeliling kota dengan sepeda onthel nya bertemu dengan seorang gadis Bengkulu yang muda dan cantik bernama Fatmawati. Ayahnya adalah pemuka agama yang dihormati di Bengkulu. Soekarno pun menikahi Fatmawati dan memiliki 5 orang anak.
Rumah Pengasingan Soekarno di Bengkulu

Sepeda Onthel yang dipakai Bung Karno keliling kota

Koleksi buku-buku yang dibaca Bung Karno semasa pengasingan
Beberapa tahun setelah pengasingannya, pria itu lah yang berdiri di  hadapan rakyat pada tanggal 17 Agustus 1945, dengan suara lantang menyatakan bahwa Penjajahan Telah Di Hapus Dari Muka Bumi dan Indonesia telah Merdeka. Pria itu pun menjadi Presiden pertama di Indonesia. 
Beberapa dasawarsa dari pengasingan pria itu, salah satu dari lima anak pria itu dengan si gadis asal Bengkulu pun menjadi Presiden wanita pertama di Indonesia.

Sore itu di hadapan saya semangkuk baso mengepul panas. Beberapa saat menjelang matahari terbenam. Seharian itu dan hari sebelumnya saya belum mandi karena tidak ada air, bahkan di hotel saya yang tergolong mewah untuk ukuran kota terpencil. Di malam hari kamar saya diketuk oleh pegawai hotel yang membagikan seember air kolam renang ke setiap kamar di hotel itu. Pada akhirnya saya terpaksa membeli beberapa botol air mineral untuk keperluan emergency, cuci muka dan gosok gigi.

Saya mengunyah bakso yang enak, mungkin karena dari pagi harinya saya pun belum makan. Semoga ini bukan daging Babi Hutan liar. 

Kunjungan pertama saya kemari beberapa bulan lalu pun tak kalah fenomenal, saat itu pintu kamar hotel saya juga diketuk oleh pegawai hotel. Ketukan keras dan teriakan panik membangunkan saya yang sedang tertidur. "Bu, gempa..Bu." Saya pun segera keluar mengikuti arahan pegawai hotel itu untuk segera berkumpul di lapangan parkir hotel bersama tamu-tamu lain, khawatir ada gempa susulan yang lebih besar.  Bahkan lebih parah - tsunami.

"PAM disini memang parah, mbak. Kadang airnya keruh berlumpur. Ya sering juga mati begini," keluh penjual bakso yang duduk di sebelah saya, curhat. Sementara tidak jauh dari lokasi romantis saya dan abang penjual bakso menghabiskan waktu bersama menikmati senja - di Pantai Panjang, saya melihat proyek pembangunan Waterboom megah berwarna-warni. Semoga kolam renangnya tidak pakai air laut.

Langit biru cerah mulai di warnai semburat warna oranye kekuningan mulai dari batas horison. Bola raksasa keemasan bulat sempurna nyaris menyentuh permukaan laut yang berkilauan memantulkan cahayanya. Ombak berbuih bergulung gagah dan mantap menuju garis pantai, menghempaskan diri di pasir berwarna coklat khaki yang lembut. Kemudian menarik diri kembali ke tengah laut seolah-olah mengajak dan merayu orang-orang untuk mengikutinya, meninggalkan jejak basah di butiran pasir.

Menyendiri tak jauh dari para anak-anak lelaki yang sedang bermain sepak bola di pinggir pantai, sesosok bayangan lelaki tampak serius dibalik kamera video nya. Dia rekan kerja saya yang salah satu job desc pekerjaannya bikin-bikin film gitu. Sebenarnya secara fisik bisa dibilang ganteng setengah mati, tapi karena perilaku nya cacat setengah mati, jadi merupakan peng-eliminasi-an sempurna dimana 1/2 -1/2 = 0 sedemikian sehingga menimbulkan yang namanya "ilfil". Semoga kamera videonya dapat menangkap keindahan sunset di negeri Raflesia yang terkucilkan ini.

Bola emas itu kini telah menghilang, seolah-olah bersembunyi di dasar laut yang menelannya. Rekan kerja saya tampak mengemas peralatan kameranya dan berjalan ke arah saya dan tukang bakso, meninggalkan lubang pasir yang dalam dimana kaki nya menapak. Raut wajahnya sumringah, jelas puas dengan hasil bidikannya seharian itu. "Besok kayaknya harus ke Danau Dendam Tak Sudah, nih," katanya.

Waktu itu cepet banget berlalunya, kenangan tentang Bengkulu kayaknya masih baru minggu lalu padahal sudah 4 tahun. Kira-kira kalau saya kesana lagi porter di bandara itu masih ingat saya ga ya? Penjaga Fort Marlborough yang bersemangat itu masih akan ada disana ga ya?

40 komentar:

  1. pengalaman 4 tahun lalu baru di blogkan sekarang, kak .... amazing, hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Otak gw ini suka aneh, memilih topik buat disimpen lama. Giliran yg ga penting gini nempel lama di otak, yg penting kyk nomor parkiran di mall baru semenit udah lupaaaa huhuhuuu

      Hapus
  2. bengkulu itu di sulawesi
    banyak bunga bangkai disana
    hehehe waktu pelajaran geografi pasti kabur ya..?

    sama dong...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku ga kabur kog, cuman tidur hahahahaa

      Hapus
  3. saya belum pernah ke bengkulu sobat...

    BalasHapus
  4. Wah, jalan2 trus nih Mbak Mila, EMANG bener2 tRAVELLER sejati.....
    ajak2 dong! ;-)

    BalasHapus
  5. mana foto penulis naik sepeda onthelnya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku ga bisa naik sepeda ontel, ga sampe kakinya hehehehe

      Hapus
  6. cerita perjalanan di sini tambah asik aja dibaca. berasa ngebaca cerita bersambung...

    #nunggu kelanjutannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. #ga ada kelanjutan

      Yah at least sampe gw balik lg kesana, tp blum tau kapan euy hehehehehe

      Hapus
    2. trip yang ke "Danau Dendam Tak Sudah-nya" kan belum diceritain tuh

      Hapus
    3. gw ga sempet kesana jadinya, soalnya banyak kerjaan banget hehehee

      Hapus
  7. waduh, terminal bandaranya mirip trminal bus kota?
    11 12 sm bndara dsini, :p tp alhamdulillah, udah dlm tahap renovasi :p

    bru tau sy potret kotA ini, smoga 4 tahun mmbawa perubahan besar, aamiin :D dn smoga porter di bandara itu masih ingat mba' klo nnti ksana lagi...hhehee

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mudah2an 4 taun ini makin maju ya.... Lgpula skrg kan otonomi daerah gitu, mudah2an sih membawa perubahan yg lebih baik hehehehe

      Hapus
  8. lain kali fotonya lebih banyak donk!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Karena waktu itu kesana urusan kerjaan jd fotonya ga bnyk, nanti deh kpn2 aku kesana lg foto2in pantai panjang, bagus deh.

      Hapus
  9. saya suka berlama lama di pamtai panjang yang bersih tapi sepi... serasa pantai punya saya sendiri.. hahahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cewe2 nya cakep2 kan di bengkulu hahahaha,
      Melenceng dari topik

      Hapus
  10. ikut nyimak aja cerita nya mbak ,,,,,,,,

    BalasHapus
  11. gile ya kalo ngga ada air begitu.. aceh aja air berlimpah2. maunya gali air tanah aja dr sumur, jgn bergantung sama PAM. sempat pengen ke bengkulu, tp males ah kalo ngga ada air. hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ktnya disana yg deket laut susah dpt air tanah, payau gitu airnya. Klo yg rada jauh dr laut mungkin msh bisa. Klo menurut gw aceh jauh lebih meningan dibanding bengkulu lah keadaannya.

      Hapus
  12. Untung ga ngira Jakarta di Papua aja..... Hahaha

    Btw baru tahu aku kalau Ibu Fatmawati orang Bengkulu... Hooo gitu toh... -_-

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku juga ga akan tau ibu fatmawati org bengkulu klo ga pernah dikirim kantorku kesana, malahan mungkin sampe skrg juga ga tau bengkulu dimana hahahahaha

      Hapus
  13. Amazing, masih inget sama pengalaman yang udh lama

    BalasHapus
  14. Ada gempa beneran toh mbak mil?? buset dah menikmati senja sama abang2 bakso, ciyee ciyee :D

    4tahun yang lalu masih inget, keren dah :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, tp aku ga berasa lagi tidur soalnya hahahaha

      Hapus
  15. sebelum makan bakso tanya dulu mba, ini daging ap? hehe..
    salam kenal mba...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Malo udah laper lebih baik ga usah pke nanya2, makan aja hahahahaa

      Salam kenal jugs ^_^

      Hapus
  16. Mampir lagi dimari, good moorning dulu gan! :D

    BalasHapus
  17. Jika kembali ke bengkulu lebih dari 10 tahun lagi, mungkin mereka gak bakal ingat mbak mila... heheheheheheh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sekarang juga pasti udah ga inget lg hehehe

      Hapus
  18. Perasaan cerita yang trip Ostrali juga blom kelar, ih.. *manyun
    Enak dong kalo diinget, berarti kesan yang dikau tinggalkan sangat mendalam bagi mereka..uhuuuyy..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Trip ostrali masih panjang mba... supaya ga bosen aku seling2in sama cerita yg lain2 hehehee

      Hapus
  19. baru ingat, mbak.
    saya baru punya Bbuku sarinah-nya pak Karno setelah pencarian 8 tahun (or less)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waaah.. niat yah nyari bukunya sampe 8 tahun hehee

      Hapus
  20. Wuih, cerita 4 tahun yang lalu, baru di posting kan.. Ini pasti habis bongkar-bongkar foto lama, hi hi hi..

    Btw, Bengkulu itu bukannya di Papua ya?? :D

    Untuk gempa, konon Bengkulu memang sering gempa. Ada temen yang kebetulan kerja di Bengkulu, katanya gempa terjadi sekitar 2 kali dalam seminggu, meski kekuatannya kecil. Mungkin karena lokasinya yang di pesisir barat sumatera (eh papua ya :D)...

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...