Ada yang masih ingat si A ? Cowok Thai ganteng yang duduk disamping saya waktu perjalanan dari krabi ke Phuket di dalam bus romantis bernuansa merah jambu. Mungkin karena memang saya dan dia sehati *cieeeeee* waktu itu kita sama-sama iri sama orang Amerika. Enak banget punya paspor negara Paman Sam itu, soalnya kalau mau kemana-mana ga usah repot-repot apply visa di negara nya dan melalui segala prosedur yang melelahkan secara mental dan spiritual.
Selama ini saya hanya denger-denger saja sih, betapa sulitnya orang Indonesia mengurus visa ke Amrik, Australia dan Eropa. Kalau browsing mengenai mengurus visa kayaknya kog lebih banyak cerita ditolak nya daripada dapet visa nya. Ada juga yang harus apply beberapa kali hingga akhirnya dapat visa. Saya sendiri baru punya pengalaman 4 kali sama visa perjalanan gitu.
Visa pertama saya adalah Visa On Arrival waktu melintas perbatasan dari Vietnam ke Kamboja. Tapi itu mah gampang, tinggal bayar $25 (resminya $20) dan menyerahkan paspor ke kondektur bus, dia yang mengurus semuanya. Tau-tau ketika paspor saya balik, sudah ada stiker hijau berlambang negara Cambodia yang menyatakan bahwa saya boleh bertandang ke negaranya.
Visa pertama saya adalah Visa On Arrival waktu melintas perbatasan dari Vietnam ke Kamboja. Tapi itu mah gampang, tinggal bayar $25 (resminya $20) dan menyerahkan paspor ke kondektur bus, dia yang mengurus semuanya. Tau-tau ketika paspor saya balik, sudah ada stiker hijau berlambang negara Cambodia yang menyatakan bahwa saya boleh bertandang ke negaranya.
Pengalaman kedua dan ketiga, saya juga tidak terlibat secara langsung. Yang kedua di urus oleh kantor saya sewaktu saya dapat undangan kunjungan bisnis ke Australia, walaupun hingga visa tersebut expired saya belum juga di berangkatkan kesana karena waktu itu kantor saya sedang mengalami perubahan manajemen. Bahkan hingga akhirnya saya pindah kerja, belum juga saya melaksanakan kunjungan balik ke Carly di Perth sana. Visa ketiga saya adalah Visa China, kalau itu anak buahnya Papa Said yang urus. Saya sih tinggal tanda tangan selembar formulir aplikasi.
Nah, Visa ke4 ini yang sukses bikin saya galau. Selama satu minggu menunggu keputusan keluarnya Visa, saya tidak bisa tidur nyenyak, makan saya tambah banyak dan mandi pun jadi jarang. Rasa nya mirip seperti menunggu pengumuman UMPTN, saya hanya bisa pasrah dan berdoa.
Menunggu SMS yang menyatakan bahwa pengajuan Visa saya sudah selesai dan bisa di ambil, rasanya hampir mirip seperti menunggu sms atau telpon dari cowok ganteng yang saya taksir.
Itu momen-momen pas PDKT dimana si cewek ga boleh - demi apa pun - menelpon ato meng-sms duluan supaya kesannya lebih sophisticated dan ga keliatan ngebet nya gitu. Nah, di momen tersebut sang cewek hanya bisa menunggu si cowok menyapa duluan, sambil setiap menit melirik ke layar henpon. Setiap ada telpon atau sms masuk selalu berharap kalau itu dari "si dia" dan harus merasa kecewa ketika ternyata isi sms nya hanya tawaran promosi dari kartu kredit dan ramuan pelangsing tubuh tanpa diet.
Penderitaan saya pun bukan hanya selama seminggu itu, tapi selama 6 bulan sejak saya membulatkan tekad untuk menginjakan kaki di Benua Australia. Demi rapi nya catatan keuangan (buku tabungan), saya menahan diri untuk tidak banyak shopping, memangkas pengeluaran untuk mencoba makanan enak di restoran dan kafe-kafe baru, saya bahkan mengurangi secara drastis ketergantungan saya terhadap Starbucks dan beralih ke kopi Kapal Api *bukan iklan*.
Awalnya saya dapat informasi bahwa untuk mengajukan visa ke australia harus punya uang 100 juta di tabungan. Buset deh, duit segitu mah saya mau nabung sampe peyot juga ga akan bisa terkumpul. Kemudian saya pun browsing-browsing, ternyata untuk visa turis (walaupun tidak ada patokan yang jelas) para travel agen mematok minimal ada 50 juta di rekening tabungan aktif. Maksudnya tabungan yang aktif masuk gaji dan keluar untuk kebutuhan sehari-hari.
Enam bulan mengencangkan ikat pinggang, sampai makan di warteg aja saya bela-belain cuman nasi + sayur + tempe. Sementara itu saya hanya bisa ngiler melihat orang di sebelah saya makan pakai sop iga dan ayam goreng. Kemudian untuk menghemat BBM, saya berangkat lebih subuh dari biasanya untuk menghindari macet. Tapi apa daya, tabungan saya tetap saja tidak bisa mencapai angka tersebut.
Celakanya dengan kenekatan maksimal, tiket sudah saya beli. Maklum tiket murah, jadi jauh-jauh bulan sudah saya beli. Dan dengan penuh kenekatan pula saya terpaksa mengajukan aplikasi visa dengan jumlah uang di rekening yang hanya setengah dari target tersebut. Tanpa sponsor.
Sponsor itu adalah kalau ada yang mau bayarin kita ke sana dan orang/perusahaan tersebut harus membuat Invitation Letter yang menyatakan kalau ybs akan menanggung segala pengeluaran kita dan menyertakan catatan keuangan nya serta segala dokumen pendukung lain, seperti fotokopi paspor etc etc.
Karena tabungan saya yang tidak sampai 50 juta itu, menurut hasil browsing saya di internet, agen tidak akan mau membantu mengurus paspor saya. Dan lagi karena keterbatasan dana yang saya punya seperti nya kog sayang ya dipakai buat bayar agen. Akhirnya saya memutuskan mengurus sendiri aplikasi visa turis saya.
Dokumen yang saya siapkan minimal banget: formulir aplikasi yang sudah diisi dan di tanda tangan, fotokopi KTP + KK, rekening tabungan 3 bulan terakhir, bookingan tiket pesawat pulang-pergi, surat keterangan kerja dari kantor dan selembar pas foto terbaru. Supaya lebih pede saya tambahkan itinerary dan billing kartu kredit saya 3 bulan terakhir.
Mungkin karena terlalu grogi, saya jadi salah fokus. Saya sudah mempersiapkan foto ukuran 4x6, tapi yang saya bawa malah ukuran 3x4. Tapi saya sudah terlanjur disana ketika saya sadar bawa foto dengan ukuran yang salah, ternyata kata Mbak manis VFS yang menerima dokumen aplikasi saya tidak ada syarat yang mengharuskan ukuran foto 4x6. Ya bener juga sih, di website malah bilang foto ukuran pasport, jadi ga 4x6 dan 3x4 juga sih sebenernya.
Oh iya, VFS Global itu adalah perusahaan yang ditunjuk sebagai wakilnya kedutaan untuk aplikasi visa. Kantornya di Plaza Abda, Sudirman Lantai 22. Kalau mau mengurus visa ke Kanada, U.K dan Dubai disitu juga deh kayaknya, soalnya saya lihat ada papan namanya gitu.
Proses penyerahan dokumen nya tidak lama, ambil nomor antrian - duduk - tunggu dipanggil, ga sampai sejam udah beres. Saya menyerahkan semua dokumen saya yang minimal itu ke mba manis yang men-check list kelengkapan saya. Di tunggu-tunggu dengan jantung berdebar, tapi si mba nya kog ga ada nanya kekurangan dokumen, dia malah langsung menjelaskan mengenai proses pengambilan dokumen dengan ramah dan pembayaran. Setelah membayar 1,2 juta langsung keluar keringat dingin. Ini uang yang akan hangus kalau visa saya di tolak, bersama dengan uang yang saya gunakan untuk beli tiket.
Rasanya kog saya masih kurang yakin sama kelengkapan dokumen saya sendiri, soalnya ibu-ibu yang duduk di sebelah saya cerita katanya dia sampai bawa fotokopi akta kelahiran, surat nikah, semua bukti deposito dan akta surat tanah segala. Sedangkan saya, mana ada saya punya deposito, boro-boro surat tanah. Surat nikah aja saya ga punya *galau sambil garuk-garuk tanah gara-gara surat nikah*
Gimana saya mau ke ostrali kalo buat bikin visa nya aja harus bawa surat nikah? pacar aja ga punyaaaa.... huhuhuuu... *nangisdarah*
Ada juga saran dari teman saya, bahwa kalau mau visa nya di approved kita sebaiknya membeli asuransi perjalanan yang harganya ratusan ribu untuk 2 minggu. Teman saya itu malah beli asuransi kesehatan AUD 70 (700rebuan) untuk seminggu. Rasanya saya sudah tidak sanggup menambah nominal "taruhan saya di meja judi" tersebut, jadi saya tidak mengikuti anjuran teman saya itu.
Saya mengajukan dokumen selengkap mungkin saya mampu tapi tetap seadanya. Kalau misalkan di approved ya sukur, klo enggak ya saya sudah siap kalau harus merelakan sejumlah uang tersebut hangus. Semoga Tuhan mengganti nya, dengan segera mendekatkan jodoh saya *amin*
Lagipula kalau saya ga bisa liat kangguru di ostrali, kan saya bisa pergi ke sekolah terdekat. Disana juga banyak kang guru, teteh guru, mas guru dan mba guru.
Setelah seminggu, sms yang di tunggu pun datang:
" Permohonan visa yang diproses dengan no. ref AJAK/xxxxx/xxxxx siap untuk diambil di Pusat Aplikasi Visa Australia."
Keesokan harinya saya sudah siap untuk menghadapi kenyataan apa pun yang terjadi. Jadwal pengambilan visa mulai jam 2, dan dari pagi hingga jam 2 itu saya mules-mules. Pasalnya, gara-gara si Slamet (emang dia selalu memperkeruh suasana) cerita kalau permohonan visa nya ke Myanmar baru saja ditolak.
Saya kan jadi panik, ke Myanmar aja bisa ditolak. Saya saja baru tahu kalau ke Myanmar itu harus apply visa, saya pikir karena ASEAN jadi kita bisa bebas mondar-mandir kesana atau paling ga pakai Visa On Arrival. Lah ini dia bisa di tolak ke Myanmar, gimana saya yang antar benua ???? Saya pun semacam salah makan broklat - bolak-balik ke toilet, mencret-mencret.
Ada juga saran dari teman saya, bahwa kalau mau visa nya di approved kita sebaiknya membeli asuransi perjalanan yang harganya ratusan ribu untuk 2 minggu. Teman saya itu malah beli asuransi kesehatan AUD 70 (700rebuan) untuk seminggu. Rasanya saya sudah tidak sanggup menambah nominal "taruhan saya di meja judi" tersebut, jadi saya tidak mengikuti anjuran teman saya itu.
Saya mengajukan dokumen selengkap mungkin saya mampu tapi tetap seadanya. Kalau misalkan di approved ya sukur, klo enggak ya saya sudah siap kalau harus merelakan sejumlah uang tersebut hangus. Semoga Tuhan mengganti nya, dengan segera mendekatkan jodoh saya *amin*
Lagipula kalau saya ga bisa liat kangguru di ostrali, kan saya bisa pergi ke sekolah terdekat. Disana juga banyak kang guru, teteh guru, mas guru dan mba guru.
Setelah seminggu, sms yang di tunggu pun datang:
" Permohonan visa yang diproses dengan no. ref AJAK/xxxxx/xxxxx siap untuk diambil di Pusat Aplikasi Visa Australia."
Keesokan harinya saya sudah siap untuk menghadapi kenyataan apa pun yang terjadi. Jadwal pengambilan visa mulai jam 2, dan dari pagi hingga jam 2 itu saya mules-mules. Pasalnya, gara-gara si Slamet (emang dia selalu memperkeruh suasana) cerita kalau permohonan visa nya ke Myanmar baru saja ditolak.
Saya kan jadi panik, ke Myanmar aja bisa ditolak. Saya saja baru tahu kalau ke Myanmar itu harus apply visa, saya pikir karena ASEAN jadi kita bisa bebas mondar-mandir kesana atau paling ga pakai Visa On Arrival. Lah ini dia bisa di tolak ke Myanmar, gimana saya yang antar benua ???? Saya pun semacam salah makan broklat - bolak-balik ke toilet, mencret-mencret.
Jam 2 pas saya tiba di Plaza Abda. Untungnya sepi banget waktu itu, saya langsung menuju counter pengambilan tanpa harus menunggu antrian. Dengan tangan gemetar saya menerima sepucuk amplop coklat tertutup bertuliskan nama saya. Kepastian yang saya nanti-nanti, yang mempengaruhi hidup saya ada di dalam amplop ini.
"Silahkan di buka di belakang, nanti kalau ada pertanyaan bisa kembali lagi ke saya." kata mba-mba di belakang meja counter nomor 8 dengan manis nya.
Muka saya pucat pasi.
Saya beranjak ke bangku antrian paling belakang, agak kepojok. Jadi misalkan saya pengen nangis gara-gara ditolak tidak ada yang memperhatikan.
Saya menghela nafas, berusaha menguasai diri. Tapi jari jemari saya tidak bisa diajak kompromi, mereka bergetar dengan hebat nya. Sampai-sampai mau merobek amplop itu saja berkali-kali missed.
Setelah berjuang beberapa saat merobek ujung amplop dan memungut amplop yang terjatuh ke lantai dua kali, saya berhasil membuka nya. Dengan penuh kecemasan saya melongok ke dalam amplop itu dan mendapati paspor hijau kepunyaan saya. Tidak ada surat lain lagi disitu. Jantung saya pun semakin berdebar, seakan meronta mau keluar dari rongga nya.
Masih dengan gemetar hebat, saya raih paspor hijau di sudut amplop tersebut. Saya buka lembar demi lebar..... Saya pun kecewa....
Ternyata jodoh saya masih jauh !
Tapi di lain pihak, gembira rasanya hati ini luar biasa. Yess!!!!
Australiaaaaaa, ayem komiiiiiiiing..........
Amplop coklat yang lebih penting dari surat cinta |
"Silahkan di buka di belakang, nanti kalau ada pertanyaan bisa kembali lagi ke saya." kata mba-mba di belakang meja counter nomor 8 dengan manis nya.
Muka saya pucat pasi.
Saya beranjak ke bangku antrian paling belakang, agak kepojok. Jadi misalkan saya pengen nangis gara-gara ditolak tidak ada yang memperhatikan.
Saya menghela nafas, berusaha menguasai diri. Tapi jari jemari saya tidak bisa diajak kompromi, mereka bergetar dengan hebat nya. Sampai-sampai mau merobek amplop itu saja berkali-kali missed.
Setelah berjuang beberapa saat merobek ujung amplop dan memungut amplop yang terjatuh ke lantai dua kali, saya berhasil membuka nya. Dengan penuh kecemasan saya melongok ke dalam amplop itu dan mendapati paspor hijau kepunyaan saya. Tidak ada surat lain lagi disitu. Jantung saya pun semakin berdebar, seakan meronta mau keluar dari rongga nya.
Masih dengan gemetar hebat, saya raih paspor hijau di sudut amplop tersebut. Saya buka lembar demi lebar..... Saya pun kecewa....
Ternyata jodoh saya masih jauh !
Tapi di lain pihak, gembira rasanya hati ini luar biasa. Yess!!!!
Australiaaaaaa, ayem komiiiiiiiing..........
Lompat Kangguru |